Tsubasa [Wings]
Towards the tomorrow that you saw in a dream
Before falling in a sleep
I’ll become you’re wings
I’ll be there
Title : You’re My Half Golden Wings ~end~
Author : Hikari Ogata
Fandom : Alice Nine
Pairs : Hiroto X Shou
Chapter : Oneshoot
Genre : Drama Romance, Shounen Ai
Summary : “aku ingin kamu mengetahui apa yang kumaksud dengan ‘keajaiban’ itu”
Disclaimer : semua hal berharga yang kita miliki, tak selamanya hidup kekal. Hidup ini memang penuh ujian, dan merelakan hal yang paling berharga pergi untuk selamanya adalah suatu keharusan walaupun hati ini berat melepaskannya (pengalaman pribadi)
Libur tlah tiba, namaku Shou. Aku adalah seorang penyanyi solo yang cukup terkenal di Jepang. Mumpung suasana liburan, aku mencoba meminta libur kepada manager di labelku. Dan alhasil aku dibolehkan walaupun dengan bujukan yang keras. Aku berrencana akan mengelilingi kota dan daerah sekitarnya di Jepang. Walau setiap hari aku lalu lalang melewati Tokyo, tapi rasanya ingin saja menghabiskan liburan di kota tercinta ini bersama sang kekasih. Yah, aku memang mengajak pacarku liburan. Memang liburan sebelumnya kami tak bisa pergi bersama dikarenakan pekerjaan kami masing-masing yang cukup menyita waktu, bahkan pada saat liburan. Terlebih lagi karena pekerjaan Hiroto yang sebagai seorang wartawan majalah, dia harus bekerja keras bahkan terkadang lembur. Tapi akhirnya liburan kali ini aku bisa mengajakknya. Sebetulnya aku ingin mengajak keluargaku, tapi berhubung mereka berada di luar kota dan masih banyak kesibukan, aku tak jadi mengajak mereka. Hingga yang benar-benar liburan hanya kami berdua, aku dan Hiroto
Begitu aku mengajaknya untuk liburan bersama keliling kota, ekspresi pertamanya bingung. Mungkin dia bertanya-tanya buat apa liburan kalau Cuma keliling kota? Tapi aku langsung menanggapinya dengan senyuman penuh arti dan berkata “jarang kita bisa liburan seperti ini, walaupun hanya keliling kota, aku harap kau suka. Karena hanya bersamamu merupakan momen spesial terindah di hidupku”. Lalu ia tersenyum mendengarnya, terlihat dari raut wajahnya ia sangat senang dengan ucapanku yang lebih dewasa. Memang selama ini akulah yang paling sering membimbingnya dalam melakukan sesuatu hal yang menurutnya rumit. Aku selalu mengajarinya tentang bagaimana caranya memaknai hidup di dunia, tapi pernah juga Hiroto mengomeliku karena aku lupa memandikan Chirori, padahal itu kucing peliharaanku sendiri. Rasa perhatiannya itulah yang membuatku tertarik padanya dan di tempat kerja Hiroto aku pertama kali mengenalnya dan di sanalah kami saling menyukai hingga sampai sekarang.
Liburan besok rencananya kami akan mengunjungi rumah keluarga Ogata dulu, yakni keluarga Hiroto. Karena sekali pun aku tak pernah mampir ke sana, wajar saja karena rumah keluarganya lumayan jauh dari kota dan aku baru sebulan pacaran dengan Hiroto. Barulah lusanya kami bisa bersenang-senang di taman kota, berkeliling di distrik Shibuya, membeli Fukubukuro banyak-banyak, melihat pertunjukan cosplay di jalan Harajuku dan berfoto bersama serta berdo’a di kuil Asakusa, berharap keselamatan dan cinta kami terus abadi.. yahh,, itulah sekiranya rencanaku dengannya.
“sampai juga akhirnya,.. sekarang rasa capekku baru terasa..” napas lega bisa kukeluarkan setelah melihat Hiroto menunjukkan rumahnya yang terbuat dari kayu bercat cokelat, terkesan tradisional dan sederhana. Tapi siapa sangka, indoor rumah itu dipenuhi dengan perabotan –perabotan mewah namun tetap dengan nuansa rumah-rumah Jepang pada umumnya
“kau ini..” dia mendengus pada angin dengan mimik muka yang lucu, dan ekspresi wajahnya seakkan sebagai obat penghilang rasa lelahku
Hingga seorang laki-laki yang terlihat usianya lebih tua lima tahun dariku itu menyapa kami di depan pintu, dan Hiroto langsung berlari menuju orang itu dan memeluknya. Lalu Hiroto memperkenalkanku dengan orang itu, dialah kakak kandung Hiroto. Sekilas wajah mereka tak terlalu mirip namun mata mereka benar-benar sama, coklat dan bersinar. Nii-san begitu yang kami sapa langsung ke dalam dan kembali bersama seorang wanita yang kelihatannya masih muda dengan mengenakan kimono upacara minum teh. Seperti yang kuduga, beliaulah ibu Hiroto. Wajahnya putih berseri, mirip dengan Hiroto. Bahkan jika beliau berbicara, tampaklah dua gigi seri yang agak menonjol persis dengan Hiroto. Beliau ramah sekali orangnya, aku diajaknya berbincang-bincang mengenai keluarga mereka terutama tentang Hiroto. Sesekali kami tertawa akan kejadian lucu di masa lalu, namun aku sempat merasa simpati kepada keluarga mereka terutama Hiroto tentang kejadian di mana ayahnya meninggal dunia. Namun aku langsung bisa merasakan kenyamanan setelah mengobrol dengan ibu Hiroto, karena beliau seperti ibuku sendiri.
Esok paginya, aku diajak Hiroto untuk mengelilingi Shibuya dengan berjalan kaki supaya kami bisa melihat satu per satu keindahan kota Tokyo dengan seksama. Seperti yang aku inginkan sebelum tiba di sini, aku ingin sekali melihat pertunjukan cosplay di jalan Harajuku. Dan benar-benar sangat menarik perhatianku, aku sampai dibuat takjub dengan style, busana, aksesoris, dan riasan make up mereka yang sangat-sangat mirip dengan tokoh yang ia tirukan. Andai aku bisa memakai pakaian seperti itu, aahhh.. senang rasanya. Karena bulan itu bukan bulan awal tahun jadinya tak ada penjualan Fukubukuro. Selanjutnya kami melanjutkan holiday dengan bermain di taman kota lalu berfoto bersama. Kami banyak menghabiskan waktu di taman kota sambil melihat lihat indahnya Tokyo dan anak-anak yang bermain di dalamnya. Aku benar-benar merasakan bahwa berdua itu lebih baik daripada sendiri, apalagi ada dia di sini yang selalu menemaniku. Aku bahagia bersamanya, karena dialah cinta sejatiku. Tak terasa waktu hampir menunjukkan pukul empat sore, dan kami sempatkan berkunjung ke kuil Asakusa untuk berdo’a bersama. Memohon pertolongan dan keselamatan untuk kami. Amin. Dan kami pun pulang sebelum senja menjelang.
Belum ada satu setengah jam, aku diajaknya lagi untuk pergi ke Kobe dengan mengendarai bus. Memang jarak antara Tokyo dan Kobe lumayan jauh, tapi ia ingin menunjukkan sesuatu yang ia sebut dengan ‘keajaiban’ padaku. Aku tak tau dengan apa yang ia rencanakan setelah sampai di sana, yang kupikirkan hanyalah agar Tuhan memberikan kami keselamatan dalam perjalanan hingga sampai tujuan. Semoga saja. Sampai di dalam bus, aku langsung mengambil posisi duduk di bagian kanan dekat dengan jendela, karena itu tempat favoritku kalau bepergian dengan bus sementara Hiroto berada di sebelah kiriku. Dengan cuaca yang cukup dingin di malam itu, aku dan dia mengenakan jaket yang lumayan besar sehingga kami muat untuk mengenakannya. Suasananya benar-benar seperti de javu yang pernah kualami dan terjadi lagi. Sengaja aku membuka jendela bus agar semilir hempasan angin dapat masuk dan membelai rambutku, dan ditambah lagi langit yang cerah dengan bulan purnama menyinari kota. Lampu-lampu sepanjang jalan membuat perasaanku menjadi hangat, dan aku makin memperkuat genggamanku dengan jemari milik Hiroto.
“aku ingin kamu mengetahui apa yang kumaksud dengan ‘keajaiban’ itu” ucapan Hiroto mengedarkan pandanganku yang dari tadi melihat ke luar jendela
“ah, ya. Aku harap aku mengetahuinya,karena tak mungkin hanya kau saja yang tau. Hahaha..” aku hanya tertawa dan ia membalasku dengan senyuman yang teramat manis
Kembali pandanganku ku tuju ke luar jendela dan langsung melihat banyaknya kendaraan yang lalu lintas dengan beberapa lampu penerangan di atasnya. Terlihat berkelap-kelip dan berwarna-warni, aku sangat menyukai suasana itu karena itulah yang membawaku bisa senyaman ini dengan Hiroto. Salah satu pengalaman yang tak mungkin aku lupakan. Hingga sekitar sepuluh menit kemudian, aku mendadak merasakan ada yang aneh dengan dadaku. Sesak dan firasat buruk berkecamuk dalam diriku, hingga sempat aku mencengkeram dadaku. Sakit rasanya, namun setelah beberapa lama aku tak merasakan sakit itu, aku merasakan seperti ada yang menghantam tubuhku dan BLAMM, semua yang kulihat berubah menjadi gulita.
Kubuka mataku perlahan, ingin kugerakkan tangan ini untuk menjelaskan pandanganku namun rasa tak tertahankan muncul dari kedua lenganku, seperti lengan yang patah. Ada apa yang terjadi padaku? Dan di mana sekarang aku berada? Lalu Hirotoku kemana? Pertanyaan bertubi-tubi muncul dari otak dan membuat kepalaku semakin sakit. Tak berapa lama datang seorang wanita dengan mengenakan pakaian putih layaknya suster. Dan benar, ia seorang suster. Ia ingin memberitahuku yang sebenarnya kenapa aku bisa ada di rumah sakit ini. Tampak raut wajahnya yang cantik berubah menjadi ekspresi menyesal dan terlihat takut-takut untuk menyampaikannya padaku.
“sebelumnya kami dari pihak rumah sakit meminta maaf yang sebesar-besarnya, kami sudah berupaya sekuat tenaga menolong anda dan teman anda. Kecelakaan beruntun tadi menyebabkan anda divonis lumpuh total oleh dokter spesialis kami..” perkataan suster itu membuatku sempat tak berkedip dan tak bernafas. Aku sudah mencoba menggerakkan kedua kakiku namun semuanya nol, aku benar-benar lumpuh dan kedua tanganku patah. Lalu aku bertanya pada suster tentang keberadaan Hiroto saat itu, apakah ia selamat atau tidak? Lagi-lagi suster itu menjawabnya dengan berulang kali mengucapkan maaf padaku
“teman anda yang bernama Ogata Hiroto sudah meninggal dunia. Ia tewas di tempat setelah terhimpit badan bus. Sekali lagi kami minta maaf, kami sudah berusaha yang terbaik”
‘Ya Tuhan, kenapa Kau tega mengambil Hiroto dariku? Aku salah apa Tuhan? Inikah rencanaMu terhadap kami?’ Mulutku terbuka, tapi aku benar-benar tak bisa berkata apapun.
Hingga sampai sekarang aku tak pernah melihat ‘bentuk’ Hiroto setelah ia meninggal, pasti aku akan menangis ketika melihat tubuhnya yang kecil itu remuk dan hancur ditindih sebuah kendaraan yang lima puluh kali lebih besar darinya itu. Aku hanya bisa mendoakannya dari sini, masih dalam keadaan lumpuh dan duduk di kursi roda. Tapi aku masih bahagia karena di saat-saat terakhir dia bersamaku, aku masih bisa melihatnya tersenyum tanpa beban dan itulah momen yang membuatku serasa menjadi orang paling bahagia di dunia. Aku selalu merindukanmu, rindu akan senyum dan tawamu. Namun yang lebih penting adalah, kau yang sudah mencintaiku hingga sampai saat ini, hingga maut telah memisahkan kita. Semoga kau tenang di sana, dan bermainlah bersama malaikat-malaikat penghuni surga. Aku tak akan pernah melupakanmu. Karena kaulah separuh sayap emasku, Hiroto.
OWARI
p.s : penpic ini sedikit ngambil true story saiia. Semoga yang baca gak boring yah.. komennya sangadt diharapkan.. sankyuu,, syukron katsiroon..
No comments:
Post a Comment