Title : Best Friends
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Genre : Angst
A/N : No pairing yaoi in here, same like as fic “The Hardest ruki’s Life”, but this fic i wrote with an Uruha’s POV. Enjoy~~
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Genre : Angst
A/N : No pairing yaoi in here, same like as fic “The Hardest ruki’s Life”, but this fic i wrote with an Uruha’s POV. Enjoy~~
Best Friends
Uruha’s POV
Uruha’s POV
“Ini adalah awal dari perjalanan the
GazettE, band di mana Ruki, Reita, Uruha, Aoi, dan Kai berjuang bersama
menempuh kuatnya arus perindustrian musik dunia sampai sekarang ini. Menjadi
sebuah band berpengaruh di dunia adalah impian mereka, dan itulah bukti nyata
sebuah band bernama the GazettE”
***
Takashima Koyou, itu memang namaku. Nama terindah pemberian orang tuaku ketika ku lahir. Namun aku tak memakai nama asliku ini ketika menjadi seorang musisi. Jangan tanya kenapa, karena pasti musisi-musisi yang merasa terkenal hanya memakai nama panggung. Entah itu mau diambil dari nama apa. Yang penting sekarang, aku merasa nyaman dengan nama baruku, Kyouki.
Awal tahun
2000an, aku bukanlah siapa-siapa di sini. Aku hanyalah orang biasa yang senang
sekali mendengarkan musik-musik cadas dari Luna Sea dan sebagainya. Dan kau
tahu, aku tergabung dalam sebuah band indie yang tidak terkenal di Jepang. Memang kedengarannya parah, tapi
keadaannya memang seperti itu. Band dengan nama Karasu adalah band indie
pertamaku dengan sebuah instrumen gitar yang kupakai. Hingga band kami bubar
tak lama, teman-teman sebandku mulai berpencar membentuk band sendiri-sendiri
yang mungkin lebih sukses di masa depan. Kecuali Reiki, bassist kami, dia tak
bergabung dengan band apapun pasca bubarnya Karasu. Selama tak ada yang
menawariku bergabung dengan band-band mereka, aku hanya diam di rumah sambil
terus melatih kemampuanku bermain gitar.
Waktu itu
malam hari, aku berniat mencari tambahan uang dengan menjadi pengiring untuk
penyanyi di cafe-cafe. Dihari yang kesekian, aku bertemu dengan Kaede. Orang
yang membuatku berterimakasih padanya hingga sampai nanti. Dia bukan bermaksud
memberiku pekerjaan, tapi sebuah tawaran.untuk bergabung dengan bandnya.
Selama
perjalanan menuju apartemennya, ia berbicara panjang lebar mengenai band
barunya yang bernama Ma’die Kusse itu. Dan ia sebenarnya sudah melihat aksi
panggung bandku-Karasu- di livehouse Yokohama. Katanya juga sebelumnya ia pernah
menjadi drummer di band Mikoto yang juga bubar tak lama setelah band tersebut
terbentuk. Aku bisa merasakan tak enaknya bubar dari sebuah band, tapi main set
kami ‘bubar’ adalah jalan keluar satu-satunya untuk meninggalkan kegagalan yang
terus melekat. Berdasarkan penuturannya, band mereka kekurangan dua personil
lagi, seorang gitaris dan bassist. Ah, aku jadi teringat Reiki. Sepertinya dia
juga belum dapat tawaran gabung dengan band lain. Tak ada salahnya kan
menawarinya.
Keesokan
harinya aku ke rumah Reiki sambil membawa KitKat kesukannya sebagai ‘sogokan’
agar mau ikut bergabung dengan band bersamaku.
“band lagi?
Hmm, boleh juga” ucapnya santai sambil menggigit ujung kiktat yang kuberikan
tadi.
Akhirnya,
kuajak dia ke apartemen teman Kaede yang merupakan calon bandmate-ku nanti.
“aku Kyouki,
gitaris. Pernah bergabung dengan band Karasu bersama dia (Reiki), sebagai lead
guitarist. Salam kenal, mohon bantuannya” ucapku membungkuk, berharap mendapat
sambutan yang hangat dari mereka
Kulirik
sedikit wajah-wajah mereka, dan nampak satu orang yang melihatku dengan tatapan
aneh. Seperti mengintimidasi.
“aku Reiki, basist Karasu yang sudah disband. Dan sekarang aku harap bisa menjadi bassit yang baik di band ini. Terimakasih” ucapnya dengan sikap yang sama sepertiku
“Karasu, ya? Hmm, band itu. Kurasa kau cukup di rhtym saja, tak usah di lead guitar. Karena aku yang ada di posisi itu” seorang berpostur sama denganku itu angkat bicara, namun dengan sikap yang angkuh. Seperti yang kuduga, orang ini di posisi gitar. Orang yang tak bisa berosialisasi menurutku.
“iya, aku
menerimanya” jawabku datar.
“baiklah,
sudah diputuskan Ma’die Kusse terbentuk! Dan sekarang, namaku menjadi Kihiri.
Salam kenal semuanya..” seru Kaede atau Kihiri yang berada di tempat dudukan
drum set sambil memutar-mutar stik drum di udara.
Kebahagiaan kecil itu tak berlangsung lama. Hanya karena sebuah pertengkaran kecil antara Reita dengan sang lead guitarist itu, ia mengundurkan diri.
Waktu itu
ketika kami berlatih lagu baru, mungkin aku yang kurang serius karena pada
waktu itu aku belum makan sedari pagi. Kunci-kunci yang seharusnya sudah
kuhafal, mendadak berantakan. Tentu saja latihan ini harus diulangi sampai
beberapa kali. Bosan dan muak dengan semua kesalahanku sejak tadi, dia
membanting gitarnya ke lantai dan berjalan menuju ke arahku. Ia memarahiku
seakan aku orang yang paling bersalah di dunia ini. Awalnya kata yang masih
sopan di dengar, sampai kata-kata yang tak patut ia ucapkan terdengar juga di
samping telingaku. Aku tak ingin masalah tambah runyam, aku hanya diam saja,
bukan berarti aku tuli atau tak bisa melawan. Kulihat member yang lain melihat
kami dengan ekspresi takut. Kecuali Reiki, ia menuju ke arah kami, tepatnya ke arah
lead guitarist itu. Dia menarik kerah sang leader dan mengeluarkan kata-kata
yang persis dikatan leader itu padaku tadi. Aku tahu Reiki sedang coba melerai
itu, tapi kurasa caranya salah. Dengan cepat leader itu mengambil barang-barang
beserta gitarnya dan mengucapkan ‘aku berhenti’ lalu pergi.
Tak ada yang berkomentar apapun setelah ia pergi. Reiki hanya bilang ‘maafkan aku’, tapi tetap saja tak ada respon dari kedua member yang lain. Dan itu sudah terjadi.
Sehari setelah pengunduran sang lead guitarist itu, kini giliran sang vokalis yang mengundurkan diri. Tentu saja ini membuat aku shock, terutama Kihiri. Lead guitarist dan vocalist mereka sudah pergi, entah kami bisa bertahan atau tidak dengan band tiga orang seperti ini.
“seperti yang kita rasakan, band ini tak utuh lagi. Jadi..” ucapan Kihiri terhenti sesaat
“Ma’die Kusse
bubar”
Hanya kata
itu yang ia ucapkan kemudian. Tak ada pilihan lain lagi, band keduaku bersama
Reiki yang juga berakhir dengan tak menyenangkan.
Namun aku dan
Reiki mencoba menerimanya, toh ini bukan akhir segalanya.
---
“Kyouki-san, bagaimana kalau kita bikin band baru lagi?” suara Reita menyadarkanku dari lamunan tak jelas ini
“eh? Kita?
Berdua saja?” jawabku sekenanya
“tidak, kita
ajak Kihiri-san juga. Lalu kita cari dua orang lagi yang berminat. Mau, ya?”
ajaknya lagi, lebih tepatnya sebuah paksaan
Tak mau ambil
pusing, aku ‘iya’kan saja ajakannya. Dan tahun 2001an, kami membentuk band
dengan genre yang sama seperti band-band sebelumnya, visual-kei, dengan nama Kar+te=zyAnose. Masih tetap sama dengan posisi sebelumnya,
namun kali ini aku kembali menjad lead guitarist. Dan lagi-lagi Kihiri atau
Kaede itu mengganti namanya menjadi Akane. Nama yang cantik untuk laki-laki
sepertinya.
“bagaimana
kalau kita mengadakan konser kecil-kecilan di sekitar jalan Shibuya. Aku rasa
mungkin banyak yang menonton dan mau mendengar musik kita” usul Akane di
‘rapat’ kecil kami. Dan aku rasa idenya tak seburuk yang dibayangkan.
Akhirnya kami
mengadakan konser kecil pertama kami di jalan Shibuya, dan keberuntungan
berpihak pada kami, banyak sekali yang menonton kami waktu itu. Beberapa kali
kami mengadakan konser di sana dan penonton kami juga makin bertambah. Hingga
dari pihak kepolisian mengetahui kami sedang konser di sana. Mereka pikir kami
adalah band jalanan yang hanya merusak keindahan kota. Kami berpikir bagaimana
caranya agar band kami tetap ada tanpa harus dibayang-bayangi kejaran polisi
setempat. Dan akhirnya kami melakukan live kecil-kecilan di tempat yang
tersembunyi. Namun penonton yang menonton kami makin lama makin sedikit. Aku
lupa terakhir kali berapa penonton yang ada di sana. Mungkin mereka pikir band
kami sudah bubar dan tak mengadakan ‘live’ lagi. Akane berusaha meyakinkan kami
kalau harapan itu masih ada. Tapi, apa mau dikata, Kar+te=zyAnose
hanya bertahan tiga bulan saja.
Lagi-lagi seperti ada yang mempertemukan kami, aku, Reiki, dan Akane bertemu dengan Aoi seorang gitaris di band sebelumnya yang bernama Maville dan Artia, dan seorang lagi yang bernama Yune. Kami sepakat untuk membentuk band lagi, dengan formasi aku sebagai lead guitar, Aoi sebagai rythm guitar, Reiki sebagai bassist, Yune sebagai drummer, dan Akane sebagai Vocalist. Sebenarnya aku yang menyarankan Akane untuk jadi vokalis, karena aku sudah mendengar suaranya yang lumayan dari kami berlima.
Dan dari sinilah, Gazette telah lahir.
...
“aku ingin mengganti nama, boleh kan?” tanyaku pada
member yang lain
“ya boleh saja. Dan sepertinya aku juga akan mengganti nama lagi” ucap Akane sambil meminum sebotol pocari sweat di tangannya
“ya boleh saja. Dan sepertinya aku juga akan mengganti nama lagi” ucap Akane sambil meminum sebotol pocari sweat di tangannya
“mulai sekarang panggil aku Uruha”
Yang lain langsung melihatku, kupikir memang ada yang
salah,ya?
“nama yang unik. Aku suka namamu” ujar Yune sang
drummer
“aku Reita saja. Kedengarannya lebih dewasa dibanding Reiki” sambung Reiki menyeru capan Yune
“aku Reita saja. Kedengarannya lebih dewasa dibanding Reiki” sambung Reiki menyeru capan Yune
“yosh, dan namaku sekarang adalah.. Ruki!! Salam
kenal” ucap Akane bersemangat
“kenapa Ruki?” tanyaku
“sebenarnya aku mau Rukia, tapi sepertinya akan lebih
terdengar imut kalau Ruki saja. Hehe”
Dan kami pun bergabung membentuk sebuah band bernama Gazette.
Dan kami pun bergabung membentuk sebuah band bernama Gazette.
---
Nama Gazette adalah pemberian Ruki, dan alasan kenapa ia memillih nama itu menjadi nama band kami karena satu alasan tertentu yang menjadi rahasia sampai kini. Aku pun tak akan memberitahukannya pada kalian. Dan kami tak lupa membuat sebuah logo untuk band Gazette tentunya. Sebuah katakana bertuliskan ‘Gazetto’ dengan efek tulisan ‘chilller’ memberi aksen bahwa Gazette adalah sebuah band visual kei. Akhir tahun 2002an, kami mampu bertahan hingga nyaris setahun. Di bawah naungan label Matina Records, kami terus melebarkan sayap sampai ke mana-mana. Ruki dan Reita sangat senang, dan aku turut bahagia karenanya. Namun semua keinginanku itu hanya asa semata. Pertengahan tahun 2003, Yune, drummer kami mengundurkan diri secara sepihak.
“apa kau serius, Yune?” tanya Ruki. Kulihat wajahnya
sangat panik dan cemas.
Di saat semua terdiam menunggu jawaban Yune, ia
menghela napas panjang dan mengambil keputusan tegas.
“aku keluar dari Gazette”
---
Mungkin harapanku sudah pupus, begitu juga Ruki dan
Reita. Entahlah dengan sikap Aoi. Terpancar jelas dari raut wajah Ruki yang
hendak marah, bingung, kecewa dan ingin menangis bercampur jadi satu. Pikiranku
kacau, dan terlintas dibenakku untuk mengakhiri saja sebagai musisi.
“Minna, kalau kalian mau kita mulai dari awal lagi. Kita bentuk band lagi. Jangan menyerah, minna” ucap Ruki yang spontan menarik perhatianku
“hanya merekrut satu orang lagi. Kau, Aoi-san kau
masih ingin bersama kami, kan?” sambungnya
aoi tersenyum dan berucap tegas, “iya. Aku akan tetap bersama kalian”
Dengan begini harapanku yang semula ingin berhenti sirnalah sudah. Ruki sudah menyemangatiku secara tak langsung. Dia vokalis terbaik yang pernah kukenal.
---
Dua minggu setelah keluarnya Yune, status Gazette menjadi hiatus sementara. Hingga drummer baru menawarkan diri untuk bergabung dengan kami. Tuhan, terimakasih. Kau memberikan yang terbaik untuk kelancaran kami.
Ia menamai dirinya dengan nama Kai. Sebelumnya ia adalah mantan drummer dari MareydiCreia. Kami memutuskan untuk melihat kemampuannya dulu. Dan wow, gebukan drumnya, semangat yang menggebu-gebu, dan temponya juga rapi. Aku sangat tertarik dengan bakatnya, dan langsung saja kami menyetujui ia bergabung dengan Gazette.
Kai, selamat datang.
semua berjalan seperti biasa dan lebih lancar dari tahun-tahun sebelumnya. Kami mencoba peruntungan dengan konser ‘gratis’ di lapangan terbuka. Sambutannya cukup meriah dan aku rasa mereka menyukainya.
Lima hari berselang, kami menawarkan diri untuk bergabung ke sebuah label musik terkenal di Jepang-PS Company-. Memang terdengar nekad, tapi kami berusaha optimis. Sampai pihak dari mereka menerima kami. Kami senang sekali, dengan begitu status Gazette masih bisa dipertahankan.
Satu per satu kami berjabat tangan dengan orang itu
dan ia pergi kembali.
Ruki terlihat makin riang. Air mukanya kembali ceria karena di matanya tersirat satu impian. Meraih sukses bersama teman-temannya.
---
Ruki terlihat makin riang. Air mukanya kembali ceria karena di matanya tersirat satu impian. Meraih sukses bersama teman-temannya.
---
Tahun 2003 adalah awal di mana kami bisa saling
percaya dengan teman satu tim sendiri-walaupun sebenarnya kami terbentuk di
tahun 2002-. Reita yang kukenal adalah seorang pendiam dan ‘sok cool’ itu orang
yang sangat setia bersamaku dari awal membentuk band hingga kini. Juga Ruki, oh
anak itu yang memiliki ambisi besar dalam hidupnya. Ia terus menyemangati kami
untuk terus tetap hidup dalam bermusik. Untuk Aoi dan Kai, aku belum terlalu
mengenalnya dan aku juga belum melihat kepribadiannya. Tapi aku yakin mereka
adalah anggota tim yang baik.
Sebulan kemudian, kami telah bergabung dengan label musik di Jepang bernama PSC. Aku tak tau bagaimana jadinya kalau kami tidak bertemu sang produser. Pasti band kami akan bubar kembali dan kami akan sangat kebingungan mencari anggota dan membentuk band lagi.
Inilah hidup. Kadang roda berputar tepat di atas, dan ada di bawah. Begitu juga denggan kami. Di mana dulu band kami hanyalah sebuah band kampung, sekarang kami bisa menjajah pasar musik seluruh Jepang. Hebat, bukan? Nama Gazette sudah gampang kalian temui di toko-toko musik, layar monitor super besar yang terpampang di gedung-gedung pusat kota, dan spanduk besar yang membentang sebagai background tempat-tempat konser musik. Kami sangat berterimakasih pada PSC.
Gazette disambut baik oleh para penikmat musik di Jepang. Dan yang lebih membuat kami bangga adalah, Gazette sudah dikenal sampai kancah Internasional. Aku rasa sang produser yang menggembar gemborkan promosi sampai luar negeri. Dengan begitu aku jamin Gazette tidak akan pernah bubar.
Sampai di suatu pertemuan, kami berlima tengah diwawancarai oleh media dari majalah terkenal di Jepang. Mereka menginterview kami dengan berbagai pertanyaan. Sangat beragam dari A sampai Z.
Hingga satu pertanyaan yang membuatku ingin menangis di situ karena saking terharunya. Aku mendengar Ruki menjawab satu pertanyaan dari reporter tersebut.
“Ruki-san, di dalam dunia musik jenis visual kei, apa anda tidak takut mengalami banting stir karena bisa saja kan band nantinya akan bubar?” tanyanya cukup serius
Ruki terlihat menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. “Gazette adalah band terakhir untukku, Reita, dan Uruha. Jadi jika band ini terpaksa bubar, kami tidak akan membentuk band lagi. Terimakasih”
Kata-kata Ruki seakan menohok hatiku. Aku tak bisa berkata apapun waktu itu. Dia rela jika suatu saat Gazette bubar, ia akan berhenti menjadi musisi. Terlebih denganku dan Reita. Dia sangat mementingkan persahabatan di banding kepopularitasan sesaat.
---
Tahun 2006 kami sepakat bersama Kai juga untuk
mengganti logo Gazette yang dulunya ditulis katakana, menjadi the GazettE
dengan huruf latin. Kami pikir dengan begini para pecinta musik seluruh dunia
akan mudah mengenali identitas kami.
Asam garam kehidupan sudah kami rasakan semuanya.
Meraih sukses tidaklah gampang, teruslah bermimpi dan jangan pernah putus asa
adalah kuncinya. Seperti kami yang dulu bukan siapa-siapa kini orang sangat
mengenal kami. Musik adalah hidup kami, tanpanya kami pasti akan jauh lebih
terpuruk dari yang lalu. Sebuah pelajaran telah kami dapatkan.
Di studio, kami berlima sedang berlatih dengan instrumen masing-masing. Hingga waktunya break, sang vokalis Ruki masih berkutat dengan pulpen dan kertas. Ia menulis lirik lagu.
Aku menghampirinya “bikin lagu apa?”
“lagu tentang kita” ucapnya yang sekilas melihatku dan kembali menulis lirik
Alisku bertaut “tentang kita, maksudnya apa?”
“sebuah lagu dariku untuk kalian semua” ucapnya lagi
sambil tersenyum
“oh, kalau sudah selesai beritahu kami, ya” akupun pergi sebentar ke pantry untuk mengambil air putih hangat untuk Ruki yang sejak tadi terus mengeluarkan ‘death voice’nya. Aku pikir dengan begitu akan menormalkan tenggorokannya.
“oh, kalau sudah selesai beritahu kami, ya” akupun pergi sebentar ke pantry untuk mengambil air putih hangat untuk Ruki yang sejak tadi terus mengeluarkan ‘death voice’nya. Aku pikir dengan begitu akan menormalkan tenggorokannya.
Kembali dari sana, aku masih menemukan Ruki bersama kertas-kertasnya, tapi tidak dengan pulpennya. Mungkin ia sudah selesai menulis. Aku menghampirinya lagi.
“sudah selesai?”
“yap, tinggal memberi nada instrumen pada lagu ini”
Kami berempat yang ada di studio mendengarkan Ruki membacakan lirik demi lirik ciptaannya. Hingga di bait terakhir dia mengucapkannya.
“Tsuyoku ikiru shounentachi, Hitori janai yuuki wo dashite
Tsuki susunde sono saki ni wa,
Nakama to warai kagayaku boku ga iru”
‘lirik
persahabatan’ batinku. Apa ini yang ia maksud tadi ‘tentang kita’?
“dan aku memberi judul ini dengan—“
Diam sejenak ia mengambil napas, dan...
“Best
Friends”
---
Semangatku makin terpacu untuk membanggakan kalian semua. Karena lagu itu, aku mampu bertahan. Aku beruntung mempunyai sahabat-sahabat seperti kalian. Selalu ada di saat aku membutuhkan kalian. Kita selalu berbagi tawa, suka dan duka. Saling mengerti satu sama lain, dan yang terpenting, kebaikan kalian tak akan pernah kulupakan.
Minna, arigatou gozaimashita. From me,
Uruha ‘the GazettE’
Owarimasu
No comments:
Post a Comment