Title : I Hate Sunset
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Genre : Romance
Pair : ShouXHiroto (alwaysss this author’s OTP ^^ fufufufu)
Fandom : Alice Nine minus Nao, with the GazettE minus Kai as special guest star
Chapter : Oneshoot
A/N : base story from my real life. My true story when I was at the beach, same like this fic, but ‘he’ in my story was the ‘Imajiner’ man.
I Hate Sunset
~Hiroto’s POV begin till end~
“kebanyakan orang pasti sangat suka dengan matahari terbenam atau sunset sebutannya. Namun pribadiku tidak, sunset adalah hal yang paling kubenci. Kalau kau tanya mengapa? Lalu jawabanku adalah, jika sunrise tempat di mana kami pertama bertemu, maka tempat kami berpisah adalah sunset. Sungguh aku tak bohong, terserah kalian mau menyebut ini apa, traumatis atau apapun. Yang jelas, aku benar-benar membenci sunset”
***
Desiran ombak yang berbuih terus berkejaran hingga tepi pantai. Burung-burung lokal juga tak mau ketinggalan untuk berkicau heboh. Kapan lagi aku merasakan nikmatnya pemandangan dan suasana pantai seperti ini, jarang sekali bahkan. Aku Hiroto Ogata, yang baru saja turun dari bus milik salah seorang rekan, bersama teman-teman dengan rasa semangat yang meluap-luap, akan menyusuri sekitar pantai untuk berlibur serta keperluan hobi dan pekerjaanku, fotografi.
Tiba di pantai sebelum matahari terbit. Yup, sengaja kami bangun lebih pagi hanya karena ingin melihat sunrise di pantai. Momen yang tak pernah terlupakan pastinya,
Teman-temanku sering menjulukiku dengan sebutan Pondori, kata mereka aku ini ‘mirip’ atau bahkan memang kelihatan seperti ayam kecil. Ah, entahlah yang jelas menurutku mereka semua benar-benar peduli denganku. Aku juga yakin, mereka sangat menyayangiku..
Melihat banyak juga wisatawan domestik maupun luar negeri yang entah bertujuan sama dengan kami yakni ingin melihat sunrise, aku jadi agak kerepotan untuk mengambil objek sudut yang tepat untuk memotret. Sebuah pondok-pondokan membuat pandanganku teralihkan ke sana, tempat yang pas pikirku.
“sepertinya di sini cocok untuk mengambil gambar. Detik-detik munculnya sunrise akan kuabadikan” aku langsung mengambil posisi senyaman mungkin, meletakkan kedua tanganku di sebuah kamera hitam dan mendekatkannya di depan mataku. Sambil terus mencari objek bagus di sekitar sini.
CKRIK
Sunrise berhasilku abadikan
…‘tapi, kok?’
“hei?? Kenapa ada orang di foto ini?” baru sadar aku setelah melihat hasil jepretanku. Padahal jelas sekali aku sudah mencari waktu yang tepat untuk mengambilnya tanpa ada seorang pun di objekku tadi. Tapi….
‘tadi kan gak ada orang?’ batinku lagi, aku benar-benar bingung
Pandanganku kini berpencar mencari sosok objek yang muncul tadi, memastikan saja bahwa apa aku yang lalai atau ‘dia’ yang tiba-tiba datang.
dan.. “ah itu dia!” seruku nyaris berteriak, mengagetkan beberapa orang yang tengah duduk-duduk di sebelahku
Aku mengejar orang itu, entah dasar apa. Tapi ada yang menuruhku untuk mengejarnya, siapapun itu aku ingin bertemu dengannya.
Namun sial, dia terlampau jauh dari jarakku kini. Cepat sekali dia berjalan hanya memakan waktu beberapa detik saja. Usahaku sia-sia, dia sudah pergi, tak meninggalkan jejak. Apa karena orang-orang yang berada di pantai ini tak terhitung jumlahnya? Huftt,, yang penting aku dapat fotonya.
‘sayang sekali kalau kuhapus’ ucapku dalam hati, masih terus memandangi objek tak disengaja itu.
“Pon… ayo ke sini!” suara Saga yang begitu kukenal sedang memanggilku. Oh, dia dan yang lainnya berada di pondok-pondokkan yang kutinggalkan tadi, dengan sebuah alat pemanggang barbaque dan bebrapa peralatan makan berada di sana.
“iya, aku datang”
aku pun berjalan di antara turis-turis ini, mencari celah agar dapat sampai di sana.
WUSHHH~~~~
Angin tak lazim apa ini yang menerpaku? Auranya tajam sekali, bahkan mampu menghilangkan aura orang-orang biasa yang sedari tadi kulewati.
Kutengok sedikit ke belakang,.. tapi tak ada apapun.
‘mungkin hanya perasaanku saja’ yakinku sepositif mungkin sambil terus berjalan menghampiri teman-teman yang masih menungguku.
Aku sangat menyayangi kalian semua teman-teman….
***
Orang-orang di sini berpasangan semua, termasuk teman-temanku.. huh, kecuali aku.
Bukannya aku tak laku, hanya saja aku orangnya pemilih. Tak ada yang cocok denganku.
Kulihat ke arah kanan, ada Saga dan Tora. Tengok sebelah kiri, dua orang itu lagi (red:Uruha dan Aoi). Mereka mesra sekali, dan terkadang aku iri melihat mereka.
‘jadi teringat orang itu tadi’
“Hei!! Kenapa melamun?!”
tepukan keras di bahuku sontak membuatku kaget setengah mati. Dasar kau Ruki, mengagetkanku saja. Dan oh, ralat.. dia juga belum berpasangan sepertiku.
“apa?” tanyaku malas
“aku bosan di sana. Semuanya pada pacaran” ucapnya sedikit sebal
“oh..”
“kenapa Cuma oh? Jalan-jalan yuk” Ruki mulai menarik tanganku agar ikut dengannya. ‘dasar anak kecil’ batinku.
“ke mana?” lagi lagi kujawab sekenanya
“ke situ”
dia menunjuk ke sebatang pohon yang tepat di bawahnya terdapat pondok kecil kosong, “naik pohon?” tanyaku innocent.
“bukaaannnn… itu di bawahnya ada pondok, kita ke situ aja.” Ruki terlihat gemas dengan tanggapanku
“haehh,,, iya iyaa”
Aku bangkit dari tempat nyamanku tadi, berjalan mengikuti Ruki sampai di sana.
“Pon, kau suka pantai ini?” ujarnya ingin tahu, terlihat dari mata bulatnya yang makin membulat
“lumayan”
“huh, ku kira kau sama denganku. Ternyata kau biasa-biasa saja”
“nanti juga akan suka, kok”
Dia tertawa aku mengatakannya, dan aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman. ‘Ruki,Ruki..’
WUSHHHH~~
Angin ini lagi? Apa maksudnya ini?, dan sekali lagi aku teringat orang itu dan mencoba mencarinya lagi. Mengawaskan mataku ke seluruh penjuru pantai.
Bingo!! Itu dia!!
“mau ke mana?” Ruki mencoba mencegahku yang tiba-tiba saja bangkit hendak pergi meninggalkannya
“tunggu di sini saja. Aku ada urusan, nanti kembali”
“jangan lama-lama”
Terus saja mengejar sosok itu, berharap kali ini aku mampu ‘menangkapnya’. Sedikit lagi,, aku dapat., dan kuraih tangannya…
Dia menoleh ke arahku dengan tatapan bingung. Sosok itu, ya aku mendapatkannya. Pemuda yang lebih tinggi dariku, berrambut coklat susu yang selalu bergerak terkena angin. Dia punya mata yang indah, bulat dan bercahaya. Oh tidak, stylenya keren sekali. Kaos putih dengan kemeja yang kancingnya dibiarkan terbuka semua, ditambah celana jeans tiga per empatnya. Pemuda ini terlalu cantik untuk ukuran laki-laki..
“hei? Ada apa?”
Lamunanku akhirnya buyar karena tangannya terus menerus menerawang di depan mataku. Jadi salah tingkah kan?
“ah, maaf. Aku mencarimu”
Sekali lagi raut wajahnya terlihat bingung melihatku. “mencariku? Apa kita pernah kenal sebelumnya?” tanyanya
“bukan begitu. Oiya, namaku Ogata Hiroto seorang fotografer. Kemarin aku memotret di sekitar sini, dan tak sengaja ada kamu di fotoku”
Dia memerhatikan setiap perkataan yang keluar dari mulutku, mencoba mencerna dan memahaminya. “lalu? Kau mau apa?”
“karena hasil fotonya bagus, aku ingin meminta izin padamu agar foto ini boleh kusimpan” ucapku ragu-ragu
“ahaha,, simpan saja kalau kau mau. Memang seperti apa fotonya? Aku ingin lihat” dia tertawa kecil, dan menjulurkan tangan meminta dilihatkan fotonya tadi
Kubuka galeri kamera yang sedari tadi kukalungkan, mencari foto yang bertitle ‘default’.
“ini dia, bagaimana menurutmu?”
“hmm” nampak ia berpikir, seperti susah sekali untuk mengatakan ‘bagus sekali’.
“ini foto terindah yang pernah kulihat”
‘astaga! Dia menyukai foto ini. Terlihat dari wajahnya kalau ia tidak sedang berbohong. Ditambah lagi ia tersenyum, manis sekali’
“kalau kau suka, simpan saja” ujarnya kemudian
“hontou? Aaa,, sankyuu~”
“douita ^^”
Suasa kembali hening, aku dan dia berada pikiran masing-masing. Aku tak tau mau bicara apa lagi, karena tujuanku menemuinya hanya untuk meminta izin atas foto ‘tak disengaja’ itu. Selebihnya aku bingung.
“hai, namamu tadi Hiroto ya?” akhirnya ia memecah suasana kosong sesaat tadi
“iya”
“namaku Shou. Senang berkenalan denganmu, Hiroto-san”
“ah, iya sama. Shou…..-san”
Masih melihat beberapa foto yang tersimpan di kameraku, ia nampak serius melihatnya. Seperti tak ingin melewatkan satu file pun dari pandangannya.
“aku baru melihatmu di sini. Kau turis dari luar kota, ya?” tanyanya ingin tahu.
“iya, aku bersama teman-temanku sedang berlibur di sini. Kami dari Tokyo”
Hanya respon ‘oh’ yang ia ucapkan. Aku ingin lebih, hei..tunggu dulu, ada apa aku ini? Kenapa minta yang ‘lebih’ darinya? Dasar bodoh!
“Unn, Hiroto-san. Boleh aku minta foto ini? Untuk kenang-kenangan?”
“yang mana?”
Ditunjukkannyalah padaku satu fotoku yang biasa-biasa saja, hanya sebuah foto di mana aku tengah meminum starbucks di café. Tapi aku suka dengan fotoku waktu itu, terlihat natural dan tidak dibuat-buat. Ah, tak ada salahnya juga memberikan satu foto ini padanya.
“iya, boleh saja. kebetulan aku akan mencetak beberapa foto untuk majalah, jadi sekalian ini kucetakkan untukmu”
“wah, terimakasih banyak. Astaga! Aku lupa, aku harus pulang sekarang. Kau tidak keberatan kan?”
“no, gak masalah” ucapku lalu tersenyum ‘terpaksa’ memperlihatkan dua gigi seri depanku yang menonjol. Padahal aku agak kecewa kenapa harus sesingkat ini bertemu dengannya.
“sebelum sunset nanti kita ketemu di sini lagi, ya. Daagg”
Tangannya yang panjang itu ia lambaikan, jauh.. serempak dengan angin tak tentu arah menabraknya. Membuat rambutnya yang halus seakan juga melambaikan helai-helainya padaku. Pemuda yang manis, dengan bibir mengkilap dan mata karamel yang ia punya. Dia lebih mirip boneka hidup menurutku.
***
05.30 p.m
Suara detik arloji di tanganku seakan tak mau berhenti, walau di sini berisik tapi bunyi detik jarum arlojiku tak mau kalah. Hingga jarum menit mengarah ke angka dua belas, dengan jarum jam di angka enam.
Salahku juga kenapa tadi ku tak menanyakan tepat jam berapa supaya aku tak capek menunggunya seperti ini. Tapi, seharusnya dia juga tau kan kalau sebelum sunset itu sekitar jam segini….‘Payah!’ dengusku kesal.
Kuputuskan akan menunggunya lima atau sepuluh menit lagi.
‘menunggu, aku paling benci kegiatan itu!’
“Hiroto-san!!!” seseorang memanggilku, pasti dia. Benar saja, oh, Tuhan.. dia berbeda dari yang tadi. Tetap dengan tatanan rambut yang sama, namun apa yang ia kenakan sangat menarik. Blazer hitam dan celana jeans satu warna yang kini sebatas mata kakinya. Ditambah kacamata coklat yang membutanya tambah,, keren.
“Hiroto-san? Haloo?”
Sial, aku jadi melamun. Dihadapannya pula.
“ah, ya maaf. Akhirnya kau datang juga”
“sorry, aku lama. Itu karena ada sesuatu yang aku harus selesaikan dulu”
“oh, begitu. Tak apa lah. Oiya, ini foto yang kau minta” kurogoh tas kecil yang kubawa, mencari selembar fotoku yang ia ingin sekali mempunyainya. Dan, ini dia.. foto berukuran 3R yang memuat foto diriku. Ah, jadi malu sendiri melihatnya.
“wah, terimakasih. Kau nampak lebih lucu kalau di foto. Hihihi ^^”
Aku tersipu mendengrnya. Serasa darah dari ujung kaki mendaki menuju ujung kepalaku. Jantung kembali tak karuan iramanya.
“kita ke tepi pantai, yuk. Lihat sunset!”
“ya!”
Kuikutinya dari belakang, sampai ia berhenti tepat di bibir pantai. Bisa kurasakan air ombak yang menyentuh kakiku. Dingin memang, tapi berada di dekatnya semua jadi hangat.
Kami berdiri di sana, menunggu detik-detik matahari tenggelam. Warna oranye kemerahan mendominasi pantai ini, Kulihat langit, warna biru sudah hampir tergantikan dengan hitam kelabu. Satu dua bintang mulai bermunculan. Sebentar lagi kami menyaksikan sunset bersama, ya, sebentar lagi.
“Hiroto, hari ini kita pertama kali bertemu” suara beratnya memecahkan keheningan di antara kami. “dan hari ini juga mungkin adalah kita tak akan pernah bertemu lagi”
Apa yang ia ucapkan menarik perhatianku untuk melihat ke arahnya “Nande? Kenapa?”
“terimakasih sudah mau memberikan fotomu ini padaku. Ini akan menjadi kenang-kenangan spesial buatku” ujarnya lagi dengan sebuah senyuman. Aku tak bisa melihat sorot matanya karena tertutup oleh kacamatanya. Tapi aku yakin senyumannya itu tidak tulus.
“besok kita masih bisa ketemu lagi, kan?” ucapku meyakinkan diri
“tidak. Tidak akan bisa”
“kenapa?”
“karena aku akan pergi. Dan malam ini juga, aku sudah harus tiba di bandara”
Lagi-lagi ucapannya seperti menamparku dengan keras. Padahal kami baru saja bertemu, kenapa harus secepat ini?
“tt..ttapi.. kenapa?” ucapku pelan, nyaris berbisik
“hei, lihat! mataharinya sudah hampir tenggelam! Indah sekali”
Melihat raut wajahnya yang senang itu, aku tak mau bertanya lagi tentang alasannya pergi dari sini.
“iya. Indah sekali” ucapku lirih,. ‘kau tak tau perasaanku, Shou. Sunset ini perpisahan kita, dan aku pasti akan merindukanmu’
Kembali ia berucap, “aku janji kita pasti akan bertemu lagi. Di sini”
“kuharap begitu”
Matahari sudah tenggelam dengan sempurna, langit menjadi gelap. Namun kilauan bintang tetap menyinarkan cahayanya. Angin laut juga semakin kencang. Atmosphere perpisahan yang menyakitkan. Shou, kumohon jangan pergi..
“Hiroto, sekarang waktunya aku harus pergi. Terimakasih atas fotonya, ya”
Aku mengangguk pelan. Mengiyakan, namun di dalam hati menolak.
“hati-hati. Jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu merindukanmu””
“iya, aku juga. Selamat tinggal, ya”
Aku tak menjawabnya. Sementara ia sudah berbalik badan hendak pergi. Lagipula aku tak berhak melarangnya, memang siapa aku? Kenal saja baru. Tapi, aku tetap tak mau ia pergi.
Aku benci sunset. Aku benci perpisahan.
Dan aku benci kau pergi.
Tak terasa pipiku menjadi dingin dan basah. Air mata ini tak mau berhenti walau terus kucoba untuk menghentikannya.
Ketika ku membuka mata, kulihat ia sudah tak ada lagi di sini. Angin ini lagi yang membawa kepergiannya. Hingga aku bergumam lirih..
“Shou, aku menyukaimu”
__OWARIMASU__
Author said : lagi-lagi penpic maksa!! *diseret mpon ke kamar (?)*