Title : Choice
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : OneShoot
Pair : ToraXSaga
Genre : Angst, Drama
A/N : Minna-san sekalian,, ternyata ini adalah fic utuh dari Drabble “My Choice” dengan pairing ToSa yang pernah ku post sebelumnya. Sebetulnya aku bikin fic ini jauh sebelum ngepost yang drabble itu, tapi entah kenapa dokumen inih fic mendadak hilang dari lepi saya. Dan setelah beberapa kali ditilik, ternyata ada di folder tersembunyi yang aku bikin sendiri *slap*. Wokeh,, cukup intronya, sekarang waktunya dibaca.. oiya, en no edit. enjoy read ^^
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : OneShoot
Pair : ToraXSaga
Genre : Angst, Drama
A/N : Minna-san sekalian,, ternyata ini adalah fic utuh dari Drabble “My Choice” dengan pairing ToSa yang pernah ku post sebelumnya. Sebetulnya aku bikin fic ini jauh sebelum ngepost yang drabble itu, tapi entah kenapa dokumen inih fic mendadak hilang dari lepi saya. Dan setelah beberapa kali ditilik, ternyata ada di folder tersembunyi yang aku bikin sendiri *slap*. Wokeh,, cukup intronya, sekarang waktunya dibaca.. oiya, en no edit. enjoy read ^^
Choice
Namaku Saga Takashi,
umurku masih 14 tahun dan aku sekarang duduk di kelas 3 SMP yang sebentar lagi
akan menghadapi Ujian Negara. Sejak setahun lalu aku tak tinggal dengan orang
tuaku lagi karena aku diusir. Bukan tanpa alasan mereka mengusirku. Mereka
memergokiku tengah bersama dengan seorang laki-laki di kamarku. Mereka mengira
aku melakukan yang tidak-tidak, padahal orang itu hanya ingin membantuku yang
terjatuh dari tempat tidur. Dan nasi telah menjadi bubur, mereka tersulut
emosi-apalagi ayah- dan segera mengusirku keluar bersama temanku itu.
Kau tau siapa
lelaki itu? Hmmm,, dia adalah lelaki baik yang sudah mau menampungku tinggal di
rumahnya setelah aku resmi dibuang oleh keluargaku sendiri.
Aku selalu
memberikan yang terbaik untuknya sebagai tanda terima kasih sudah diperbolehkan
tinggal bersamanya. Aku melakukan tugas-tugas rumah tanpa ia suruh. Seperti
mencuci pakaian, membuat makanan, dan membersihkan rumah. Namun ia selalu
melarangku melakukannya, dan tak jarang dia memarahiku.
Dia pria yang baik. Aku seperti tinggal bersama
dengan kakakku sendiri, karena umur kami yang terpaut tujuh tahun. Dan
bagaimana aku bisa mengenalnya? ... itu karena dia adalah teman satu
universitas kakakku. Waktu aku masih di rumah, dia selalu berkunjung dan
membawakanku buah tangan. Entah itu makanan ringan dan beberapa kebutuhan
belajarku.
Tora Amano,
itulah namanya.
Seperti biasa
dia selalu mengantar dan menjemputku ke sekolah dengan mobilnya. Tapi kalau ia
sedang sibuk, aku pergi ke sekolah dengan sepedaku. Seperti sekarang ini, dia
ada urusan dengan kuliahnya. Jadi aku mengendarai sepeda ke sekolah, berhubung
jaraknya tak terlalu jauh.
“Saga, pulang
sekolah langsung ke rumahku ya. Aku, Hiroto, dan Manabu mau belajar bersama
untuk Ujian Semester besok” ucap Ruki, teman Saga “kau tak perlu pulang.
Masalah makan malam tenang saja”
Saga tak
langsung menjawabnya, ia memikirkan Tora di rumah. ia berpikir tak masalah juga
pulang malam kalau ada alasan yang jelas dan Tora pasti mau memakluminya.
Lagipula ia hari ini memakai sepeda, jadi ia tak menunggu Tora menjemputnya.
Dan untungnya, setiap hari ia selalu membawa kunci rumah cadangan. Dengan
begitu kalau ia pulang terlalu larut ia akan mudah membuka pintu tanpa harus
memanggil Tora.
“baiklah, aku ikut” ucapnya yakin.
Tapi Saga lupa, ia tak membawa ponselnya hari ini.
Tiba di kamar
Ruki, ketiga orang temannya termasuk Saga sudah duduk bersila melingkar di meja
bundar. Buku-buku pelajaran sudah terbuka sempurna untuk dipelajari. Mereka
terbantu dengan adanya Manabu, siswa cerdas di kelasnya. Sesekali mereka
bercanda dan yang paling sering dikerjai adalah Saga. Terlebih Ruki yang paling
sering menjahili anak itu.
Saat itulah Saga
teringat Tora. Ia mencari letak jam dinding dan mengetahui sekarang sudah pukul
tujuh malam. Raut kekhawatiran Saga bisa dibaca oleh Ruki. “kau mau pulang, Saga?”
tanya Ruki. “ah, belum. Aku masih mau belajar di sini” jawabnya kikuk.
“apa kau belum
memberitahu orang rumah?”, Saga menggeleng “aku lupa membawa ponsel”.
Ruki
memakluminya “nih, pakai ponselku saja”. Ponsel merah Ruki pun sudah berpindah
tangan ke Saga. Dipencetnya nomor Tora dan mulai menunggu jawaban saja.
Tak ada sahutan
dari Tora, hanya bunyi operator berisik yang mengatakan nomor yang dituju
sedang tidak aktif. ‘akh..’ batin Saga. Dia pun mengemballikan ponsel itu pada
pemiliknya.
“kenapa? Tidak aktif?”, langsung Saga mengangguk. “tak apa, aku yakin dia pasti mengerti kalau kau menjelaskannya”.
“ya. Kuharap
begitu..”
Tora terus saja menunggu di kursi ruang tamu, menunggu kedatangan Saga yang sejak empat jam lalu tak pulang dari sekolah. Ia marah, kenapa bisa-bisanya Saga tak menghubunginya. “lihat saja kalau pulang larut malam!!” serunya dengan amarah yang tertahan.
Berkali-kali ia menengok ke arah arlojinya, dan ia sudah benar-benar marah. Ini sudah jam sepuluh malam tapi Saga belum juga pulang. Tora menelepon Ruki. Ia yakin Saga di sana karena Ruki adalah teman yang paling sering dibicarakan Saga padanya. Sambungan tersambung..
“hallo, ini siapa ya?” tanya Ruki, “ini Tora, kakak Saga. Apa dia ada di rumahmu?” ucap Tora to the point.
“iya benar. Dia masih belajar dengan kami”
“terimakasih” hanya ucapan singkat itulah Tora memutuskan sambungan teleponnya.
Ia bergegas ke
rumah Ruki dan menjemput Saga. Mobil sportnya ia kemudikan dengan laju agar
sampai di sana dengan segera.
“Hiroto, apa itu di sana?!” pekik Ruki menunjuk ke luar jendela. Saat Hiroto menoleh dan tidak menemukan apa-apa, ia terkejut dan menjerit ketika melihat Ruki sudah memasang topeng setan Hallowen di wajahnya. Teman-temannya jadi tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi Hiroto yang seperti itu.
“hahaha.. Manabu
juga kaget gara-gara Ruki tuh..” kata Saga menyindir
“hei,, aku tidak takut Saga..” elaknya
“hei,, aku tidak takut Saga..” elaknya
“benarkah?” goda
Saga makin mendekati Manabu. “ayo mengaku saja kalau takut.. hahaha..” Saga
sudah membombardir Manabu dengan menggelitikinya sampai Manabu terjatuh
berbaring. Sementara Saga keasyikan berada di atas Manabu sambil terus
menggelitiki seluruh badan si anak cerdas itu.
Mereka saling
tertawa, apalagi Ruki yang melihatnya. Di saat itu pintu Ruki tiba-tiba
terketuk dari luar. Ia kemudian membukanya dan menemukan seorang pria tinggi di
hadapannya.
“Saga mana?!”
tanya Tora dengan ketusnya.
“dd..di sana”
“dd..di sana”
“Saga, ada yang mencarimu”
Sukses kegiatan Saga dan Manabu terhenti. Ia melihat ke arah pintu dan melihat Tora dengan ekspresi wajah yang sangat marah.
“pulang!!!” bentak Tora
Saga tak berucap
apapun, ia langsung membereskan buku-bukunya ke dalam tas dan mengendongnya
hanya di bahu kanan. Ia berjalan lemas ke arah pintu. “aku pulang, jyaa minna.
Arigatou”
Segera Tora
berjalan cepat sambil menarik lengan Saga secara paksa. Sampai di depan rumah
Ruki, Saga menunjuk sepedanya yang terparkir di sana.
“aku naik sepeda
saja”
“tidak boleh!
Masuk ke mobil sekarang!” Saga menurut dan langsung duduk di kursi depan
seperti biasanya. Sementara Tora mengambil sepeda Saga dan memasukkannya di
dalam bagasi.
Selama
perjalanan mereka tak saling berbicara. Saga melihat dari pantulan kaca spion
depan, wajah Tora benar-benar kusut. Ia tau Tora marah, sangat marah dan ia
lebih baik diam daripada berbicara yang akan menambah buruk keadaan.
“duduk!!” suruh Tora
mendudukkan Saga di tepi tempat tidur mereka. Saga duduk dengan kepala
menunduk, tangannya terus meremas-remas celana seragamnya. Ia tak berani
melihat mata Tora.
“kenapa tak
meneleponku?!”
“aku sudah menghubungimu, tapi nomormu tak aktif..”
Tora berpikir sebentar, mana mungkin nomornya tidak aktif “kau menghubungiku pakai nomor yang mana?”
“yang kau pakai saat menelepon Okasan..” ucapnya ragu
“idiot!, sudah berapa kali kubilang kalau nomor itu sudah kubuang!” bentaknya lagi. Saga makin meremas celananya lebih kuat. Ditambah lagi kata-kata Tora yang terlontar barusan.
“maafkan aku.. hik..”
“jangan menangis!! Apa yang kau lakukan dengan teman laki-lakimu itu, ha?! Pasti kau melakukan tindakan yang aneh-aneh kan?!”
Saga tertegun, “aku tak melakukan apapun..hik, aku hanya bermain dengannya..”
“bohong! Kau pikir aku tak tau, kau membohongiku dengan pura-pura belajar agar bisa bersama mereka”. Saga menggelengkan kepalanya keras-keras. Membantah setiap pernyataan Tora karena memang itu semua tidak benar.
“aku tak berbohong.. kami memang belajar bersama,, hiks”
“aku sudah menghubungimu, tapi nomormu tak aktif..”
Tora berpikir sebentar, mana mungkin nomornya tidak aktif “kau menghubungiku pakai nomor yang mana?”
“yang kau pakai saat menelepon Okasan..” ucapnya ragu
“idiot!, sudah berapa kali kubilang kalau nomor itu sudah kubuang!” bentaknya lagi. Saga makin meremas celananya lebih kuat. Ditambah lagi kata-kata Tora yang terlontar barusan.
“maafkan aku.. hik..”
“jangan menangis!! Apa yang kau lakukan dengan teman laki-lakimu itu, ha?! Pasti kau melakukan tindakan yang aneh-aneh kan?!”
Saga tertegun, “aku tak melakukan apapun..hik, aku hanya bermain dengannya..”
“bohong! Kau pikir aku tak tau, kau membohongiku dengan pura-pura belajar agar bisa bersama mereka”. Saga menggelengkan kepalanya keras-keras. Membantah setiap pernyataan Tora karena memang itu semua tidak benar.
“aku tak berbohong.. kami memang belajar bersama,, hiks”
Tora berjalan
dan duduk di tepi tempat tidur membelakangi Saga. Ia menaikkan selimutnya
hingga sebatas bahu, bersiap untuk tidur. Tak peduli Saga yang masih menahan
tangisnya.
Saga masuk ke kamar mandi dan keluar dengan piyamanya. Ia tau Tora belum tidur, jadi ia memilih untuk tidur di luar. Sebelum itu, Saga sempat berkata sesuatu.
“itu hakmu untuk
tidak mempercayaiku. Tapi aku sudah berkata jujur.. maafkan aku sudah
membuatmu khawatir..”
Dan saat itu
juga pintu kamarnya tertutup.
***
Tora menggeliat
begitu sinar matahari menyilaukan matanya melalui celah-celah jendelanya. Ia
kemudian meraba-raba jam weker di atas meja samping tempat tidurnya. Melihat
jamnya sudah mengarahkan jarum jam ke pukul tujuh, ia terbangun dan segera
turun ke ruang tamu untuk membangunkan Saga. Selimut Saga sudah terlipat rapi
di sofa, itu tandanya Saga sudah bangun dari tidurnya.
Tora mengecek di
kamar mandi dan ternyata Saga tidak ada. Beralih ke dapur, ia juga tak
menemukan ‘adik’ angkatnya. Yang ia temukan hanya beberapa potong roti panggang
dan sebotol selai coklat terhidang di meja makan. Ia juga mendapati secarik
kertas di sebelahnya.
Notes dari Saga.
Ini sarapan untukmu, Tora. Maaf aku pergi ke sekolah
lebih awal dan aku tak sempat membuatkan nasi.
Jangan marah lagi, ya..
Saga <3
Jangan marah lagi, ya..
Saga <3
Tora tersenyum
melihat isi notes itu. Ia kemudian pergi mandi dan setelah itu barulah ia
memakan roti panggang buatan Saga.
Manis sekali.
Setelah makan Tora
mengambil posisi nyaman di sofa ruang tengah untuk menonton acara favoritnya.
Hari ini dan sebulan ke depan ia tak ada jadwal kuliah karena libur. Jadi
selama itulah ia akan terus berada di rumah, menjaga Saga tentunya.
Berkali-kali ia mengganti channel dan tak ada yang menarik. Lalu ia putuskan untuk bermain game Dinasty Warrior. Biasanya setiap hari Minggu atau jika ada waktu senggang, ia sering bermain bersama Saga. Sampai mereka kelelahan dan tertidur meninggalkan layar televisi tetap dalam keadaan on.
Sudah dua jam Tora berkutat dengan joystick game dengan mata yang terus tak melewatkan setiap gerak dari permainannya. Sesekali ia meminum jus kaleng yang sudah ia siapkan di sampingnya.
“tadaima..”
“eh?” Tora kaget
tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dan menampilkan sesosok Saga di depannya.
“kau pulang
cepat?” tanya Tora sambil membereskan beberapa kaleng jus yang sudah ia
habiskan tadi. “aku sedang ujian semester. Jadi pulangnya tak sampai tengah
hari” jawabnya masih ketakutan.
Tora mematikan
televisinya dan bangkit berjalan menuju arah Saga. “kau ujian semester kenapa
tak bilang padaku? Dan apa kemarin kau belajar?”
“aku sudah
belajar, sebelum kau datang ke kamar Ruki. Dan mungkin percuma aku
memberitahumu, kalau akhirnya kau juga tak mempercayaiku”
Tora tertohok
mendengarnya. Selama ini dia salah. Ia terus menuduh Saga kalau dia bersalah,
tapi kenyataannya berbeda.
“maafkan aku, Saga.
Tadi malam moodku benar-benar buruk, dan maaf soal perkataanku padamu semalam..
yah?” ucap Tora sambil meletakkan tangannya di pundak Saga.
Saga hanya
mengangguk saja. Dia lalu pergi ke kamarnya dan keluar lagi untuk membuat makan
siang.
“Tora mau makan apa?”
Yang ditanya
melirik sekilas “tidak usah memasak, seduhkan aku ramen cup saja”
Saga mengangguk. Segera ia melakukan apa yang diminta Tora. Menyeduh dua ramen cup ukuran large dengan air panas dari ceret.
Saga mengangguk. Segera ia melakukan apa yang diminta Tora. Menyeduh dua ramen cup ukuran large dengan air panas dari ceret.
Saga membawanya
ke meja makan. Satu untuk Tora dan yang satu lagi untuknya, karena ia
benar-benar lapar.
Tora memakan ramennya dengan tatapan menjurus ke wajah Saga. Ia tersenyum geli melihat tingkah makan Saga yang masih kekanakan seperti itu. Merasa diperhatikan, Saga mendongak dan bertanya, “kenapa tertawa? Apa ada sesuatu yang aneh di wajahku?”
“tidak. Makanlah
sayurnya, jangan disisakan seperti itu” titah Tora sambil menunjuk potongan
sayur-terutama seledri- yang di pinggirkan Saga dengan sumpitnya.
“aku tidak suka
yang ini. Kau saja yang makan”
“dasar kau ini”
“dasar kau ini”
“oh ya, sebelum
pulang aku sempat mampir ke minimarket. Aku belikan ini untukmu” Saga mengambil
sesuatu dari tas sekolahnya-yang ia letakkan tadi di kursi meja makan-. Ia memberikan
Tora sebuah cheesecake mini yang dibungkus dengan kotak kue transparan. “semoga
kau menyukainya..”
“terimakasih ya”
Tora membuka
tutup kotak kue itu dan mulai melahap kuenya. “enak sekali. Lain kali belikan
lagi, ya..”. Saga mengangguk senang
Ponsel Saga yang
tersembunyi di dalam tasnya tiba-tiba berdering dan bergetar.
“moshi moshi,
Ruki-san. Doushite?”
Saga nampak
serius mendengar ucapan Ruki, dan ia sempat melirik ke arah Tora seperti
berpikir, dan kemudian ia menjawab Ruki lagi.
“maaf, aku tidak
bisa. Malam ini aku akan di rumah saja” lalu Saga tersenyum kecil dan menutup
teleponnya.
“Ruki mengajakmu belajar bersama lagi?”
“ya”
“kenapa ditolak? Kau harus belajar untuk besok”
Saga menggeleng pelan “selama Tora belum mengijinkanku, aku tidak akan ke mana-mana”
Tora mendengus
keras “sekarang aku mengijinkanmu pergi belajar. Mau kuantar?”
“hontou?”
“cepatlah, nanti teman-temanmu menunggu”
“cepatlah, nanti teman-temanmu menunggu”
“hai’” angguknya
mantap.
Hari kedua ujian semester, Saga merasa tenang atas usahanya belajar bersama dengan teman-temannya. Hari ini seharusnya ia sudah bersiap pulang, namun langit tak bersahabat. Bunyi gemuruh sudah bersahut-sahutan, awan semakin gelap, dan tinggal menunggu saja hujan deras akan turun. Sial baginya hari ini lagi-lagi ia membawa sepeda-tak dijemput Tora seperti biasa-. Saga juga tidak tau Tora ke mana. Tora tak memberitahunya.
“bagaimana ini?
Nekat pulang atau menunggu di sini saja?” gumamnya sambil memandangi langit.
Tak lama air
hujan setetes mulai turun, lama-lama banyak dan deras. Saga menunggu hujan
berhenti di depan sekolah.
Lama sekali
hujan tak kunjug reda. Sudah hampir malam ia masih saja menunggu di sana. “aku
harus pulang sekarang. Nanti Tora khawatir lagi.”
Ia pun menaiki
sepedanya dan bersiap pulang. Ia sendiri juga takut karena hujan kali ini
benar-benar deras.
Saga menerobos
hujan dengan kecepatan semaksimal mungkin. Sampai ia tiba di depan minimarket
tempat ia beli cheesecake kemarin, ia langsung berhenti untuk masuk ke
dalamnya.
***
Tora juga baru
tiba dari rumah Nao-salah seorang koleganya-. Ia ke kamarnya namun tak
menemukan Saga di sana. Tora berusaha untuk tidak berpikir negatif, melihat
hujan lebat di luar sana. Begitu ia menelepon Saga, suara deringnya terdengar
dari arah laci meja. ‘kebiasaan tak bawa ponsel!’ kesal Tora.
Ia menghubungi
teman-teman Saga namun hasilnya nihil. Saga tak ada di rumah salah satu
temannya. Tora sudah sangat khawatir akan hal-hal yang terjadi pada Saga.
Hujan makin
lebat, namun tak mengurungkan niat Tora untuk mencari Saga di seluruh sudut kota.
Dengan memakai jas hujan transparan, ia mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan pelan. Ia tak mau jika ia ngebut maka ia tak akan mendapatkan Saga
dari pandangannya.
Di sekolah, Tora juga tak menemukan Saga. Ia sempat berhenti dan berpikir tempat-tempat mana saja yang biasa Saga singgahi.
‘mungkin di sana..’ batinnya
Sepeda motor
Tora yang awalnya berkecepatan tinggi perlahan menurun, ketika matanya
menangkap sosok yang ia cari. Sedang berdiri sendiri di depan toko kue yang
pernah Saga ceritakan padanya tempo hari.
Ia berhenti dan
memarkirkan sepeda motornya di seberang jalan. Pelan ia menghampiri Saga yang
masih berdiri di sana. Menunduk sambil menyembunyikan kedua tangannya di ujung
bawah baju seragamnya. Sekujur tubuhnya basah, dan pastilah ia sangat
kedinginan.
“Saga...”
Saga mengangkat
wajahnya dan sedikit kaget melihat Tora sudah membawa payung untuk memayungi
dirinya.
“Tora...”
“apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau pulang!” ucap Tora tegas “..kau selalu membuatku khawatir”
“maafkan aku,, terus membuat Tora khawatir..” ujar Saga pelan “..aku hanya ingat Tora suka ini..” ucapnya sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam seragamnya.
Sebuah
cheesecake yang sangat Tora sukai.
Tora terdiam melihat apa yang baru saja Saga berikan. Tora selalu memarahi Saga jika anak itu lupa membawa ponsel, tapi Saga tak pernah lupa apa yang selalu menjadi kesukaan Tora.
Genggaman Tora melemah dan payung yang ia bawa pun terjatuh tanpa ia sengaja. Tora langsung memeluk sosok yang ada di depannya. Memeluknya erat dan mengusap kepala anak itu. Ia sangat menyayangi Saga, lebih dari sekedar sayang terhadap ‘adik’nya.
“Saga,,, daisuki,..”
OWARI
No comments:
Post a Comment