Title : If he
was yours
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : OneShoot
Genre : Angst, Drama
Pair : ShouXHiroto, ToraXHiroto (onesided), ToraXSaga
A/N : Kepala saya pusing, mikirin Ujian Semester, menjelang Try Out, Ujian Sekolah, Ujian Negara dan UMPTN. Untuk sementara beberapa bulan sampe pertengahan tahun depan, saya tidak memposting fanfic apapun. Karena saya terlampau sibuk mau Ujian. Do’akan saya saja semoga saya lulus dengan nilai terbaik dan bisa melanjutkan fanfic-fanfic nista lainnya. (sekian bacotnya)
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : OneShoot
Genre : Angst, Drama
Pair : ShouXHiroto, ToraXHiroto (onesided), ToraXSaga
A/N : Kepala saya pusing, mikirin Ujian Semester, menjelang Try Out, Ujian Sekolah, Ujian Negara dan UMPTN. Untuk sementara beberapa bulan sampe pertengahan tahun depan, saya tidak memposting fanfic apapun. Karena saya terlampau sibuk mau Ujian. Do’akan saya saja semoga saya lulus dengan nilai terbaik dan bisa melanjutkan fanfic-fanfic nista lainnya. (sekian bacotnya)
If he was yours
Di sinilah kami
sekarang, berlibur di sebuah areal pegunungan sekedar menghilangkan rasa penat
dan jenuh setelah beberapa pekan terakhir kami harus disibukkan dengan jadwal
live dan photoshoot sebuah majalah. Penginapan bergaya tradisional sengaja
dipilih Nao agar lebih terkesan benar-benar ‘berlibur’ di Osaka. Selama
seminggu kedepan aku dan keempat bandmateku akan menginap di sini.
“ini kuncimu,
Shou” Nao menyerahkan kunci dengan gantungan bertuliskan nomor 04 padaku. Yak,
di sampingku sudah ada Saga, dan dialah yang akan tidur denganku dalam satu
kamar.
“sankyuu” ucapku singkat sementara aku melihat Nao memberikan sebuah kunci kamar pada Tora tepat di depanku. Sebenarnya ini kemauan Hiroto untuk bisa sekamar dengan Tora. Kau tau kenapa? Karena mereka sudah resmi berpacaran tiga minggu lalu. Oh, aku tidak ingin Tora macam-macam pada Hiroto yang masih kekanakan seperti itu, tapi aku juga tak bisa melarang keinginan keras Hiroto agar bisa sekamar dengan Tora. Jujur, hatiku sakit.
“sankyuu” ucapku singkat sementara aku melihat Nao memberikan sebuah kunci kamar pada Tora tepat di depanku. Sebenarnya ini kemauan Hiroto untuk bisa sekamar dengan Tora. Kau tau kenapa? Karena mereka sudah resmi berpacaran tiga minggu lalu. Oh, aku tidak ingin Tora macam-macam pada Hiroto yang masih kekanakan seperti itu, tapi aku juga tak bisa melarang keinginan keras Hiroto agar bisa sekamar dengan Tora. Jujur, hatiku sakit.
“hei, kau melamun Shou” tepukan Saga sukses membuatku sadar
“ah iya”
“masukkan kopermu cepat” suruhnya
“baik”
***
Siang ini
benar-benar panas, tak ada satupun dari kami yang keluar penginapan. Saga dan
Nao berada di kamar kami sambil menikmati AC dan menonton tv, sedangkan aku di
ruang tengah ini hanya duduk-duduk di sofa, membaca majalah edisi keluaran
minggu kemarin sambil meminum sekaleng cola dingin. Di depanku sudah ada Tora sedang
bermain-main dengan gitarnya tanpa Hiroto, sesekali ia bersenandung.
Aku bosan.
Sampai suara
derap langkah kaki yang terburu-buru semakin dekat ke arah kami, dan dari dalam
muncul sosok kecil yang membawa gitar dan selembar kertas di tangannya datang
menghampiri Tora. Wajahnya sangat riang dan tak bisa berhenti tersenyum. Aku
senang melihatnya seperti itu. Sekarang ia duduk berdekatan dengan Tora,
menyodorkan kertas yang tadi ia bawa dan berbicara yang cukup menarik
perhatianku
“Tora, Tora, aku
baru dapat nada bagus. Kau mau dengar?” ucap Hiroto, pemuda kecil itu mengambil
gitarnya dan ia letakkan di pangkuannya
“boleh. Coba kau mainkan”
“boleh. Coba kau mainkan”
Petikan gitarnya
yang khas ditambah nada yang ia mainkan begitu menyentuh, astaga, hatiku benar-benar
sakit apalagi melihat orang yang kucintai tengah bersama orang lain di depanku
sendiri. Aku masih melihatnya dari jarak yang tak terlalu jauh, kini Hiroto
menyudahi permainannya, dan apa yang tak kuinginkan terjadi juga. Tora
merapatkan dirinya pada Hiroto dan mencium pipinya sekilas, lalu mengelus
puncak kepala Hiroto degan lembutnya. Jika perasaanku ini bisa
divisualisasikan, mungkin sudah membara api di tubuhku ini.
Cemburu, aku
sangat cemburu.
“Tora, kau ini”
raut bahagia bercampur malu terlihat dari wajah manis Hiroto. Salah satu
ekspresi wajah yang selalu aku inginkan darinya, tapi tidak untukku. Masih
melihat sepasang kekasih yang kasmaran itu dari sini, merelakan apa yang
seharusnya menjadi milikku tengah berduaan dengan sahabatku sendiri.
Jangan lagi
Shou, jangan lagi.
“Shou-kun, kau
mau ke mana?” suara Hiroto membuatku menoleh padanya ketika ku hendak pergi
dari situ
“keluar sebentar, beli cola” aku beralasan
“di kulkas kan masih banyak?”
terpaksa harus berbohong lagi “sekalian jalan-jalan”
“aku boleh titip sesuatu?”
“boleh saja” kulihat ia kembali menatap Tora dan berbicara yang kesemuanya terdengar olehku
“keluar sebentar, beli cola” aku beralasan
“di kulkas kan masih banyak?”
terpaksa harus berbohong lagi “sekalian jalan-jalan”
“aku boleh titip sesuatu?”
“boleh saja” kulihat ia kembali menatap Tora dan berbicara yang kesemuanya terdengar olehku
“Tora, kau mau apa? Mumpung Shou keluar”
ya ampun Hiroto, kau pikir aku pesuruh?! Jika kau tau perasaanku saat ini, aku akan memukul Tora sekarang juga.
“terserah kau
saja” kata Tora, lagi-lagi dengan belaian sayang di kepala Hiroto
“baiklah. Shou-kun, aku titip edamame yah? Gak keberatan kan?” ucapnya dengan nada yang paling tak bisa kutolak.
Aku mengangguk dan keluar dari tempat menyebalkan itu. Bodoh kau Shou! Ini artinya kau sama saja memberi peluang besar pada mereka utuk terus bersama. Sedangkan kau, aku jadi kasihan pada diriku sendiri. Secara tak langsung, kau sudah membuatku menderita Hiroto.
“baiklah. Shou-kun, aku titip edamame yah? Gak keberatan kan?” ucapnya dengan nada yang paling tak bisa kutolak.
Aku mengangguk dan keluar dari tempat menyebalkan itu. Bodoh kau Shou! Ini artinya kau sama saja memberi peluang besar pada mereka utuk terus bersama. Sedangkan kau, aku jadi kasihan pada diriku sendiri. Secara tak langsung, kau sudah membuatku menderita Hiroto.
Ketika hendak
pergi, aku melihat Saga duduk di kursi ayunan sebelah penginapan. Dari kejauhan
wajahnya nampak lusuh dan tak mengandung keceriaan sama sekali. Kuhampiri dia
dan duduk di ayunan sebelahnya yang masih kosong.
“Nao mana?”
“masih di kamar” jawabnya singkat, tak menoleh padaku
“masih di kamar” jawabnya singkat, tak menoleh padaku
“kau ada
masalah?”
dia balik bertanya “apa aku terlihat seperti itu?”
aku mendengus “ceritakan padaku, kau tak pandai menutupi emosimu, Saga”
dia balik bertanya “apa aku terlihat seperti itu?”
aku mendengus “ceritakan padaku, kau tak pandai menutupi emosimu, Saga”
Kini dia yang mendengus,
lama dia menjawabnya. “aku khawatir, Shou”
“aku khawatir
tentang hubungan Tora dan Hiroto akhir-akhir ini” ucapnya lirih. Sedangkan aku
masih terus menunggunnya bicara lebih banyak lagi
“mereka terlihat bahagia sekali. Aku iri” sambungnya
“mereka terlihat bahagia sekali. Aku iri” sambungnya
“kau menyukai
Tora?” tebakku, dan aku tak sekedar menebak. Aku yakin Saga pasti menyukai Tora
“ketahuan juga akhirnya”
“ketahuan juga akhirnya”
‘sudah kuduga’
Ternyata aku
baru tahu kalau Saga diam-diam menaruh hati pada seorang Tora. Lucu sekali, di
satu sisi aku menyukai Hiroto, dan di satu sisi lain Saga menyukai Tora. Ada
kenyataannya Tora dan Hiroto sudah terikat dalam sebuah status berpacaran.
Semakin menyedihkan saja aku ini.
“dibalik wajah
seriusnya, Tora itu tipe orang yang butuh kasih sayang. Dan apa kau bisa lihat,
sejauh ini Tora lah yang memberi kasih sayang dan perhatian itu hanya untuk
Hiroto. Tapi tidak sebaliknya. Hiroto cenderung bergantung pada Tora dan kurang
memberi perhatian pada Tora” jelasku
Lekukan kecil di
bibir Saga terlihat jelas, ia tersenyum “ternyata bukan cuma aku saja yang
menduga dan memperhatikannya. Kau juga, Shou. Apa kau sering memperhatikan
mereka juga?”
“ya, seperti
itulah. Aku juga sangat iri pada mereka”
“jangan bilang
kau juga suka pada anak kecil itu?”
Aku terkekeh,
sejurus aku duduk di ayunan sebelah ia duduk. “apa kelihatan begitu?” godaku.
“mungkin saja,
kan?... oh ya, kenapa kau tak bersama mereka di dalam?”
“Hiroto titip
edamame padaku, dan sekarang aku harus membelikannya”
“dasar kau...”
“aku harus
segera pergi. Kalau tidak anak itu bisa mengomeliku nanti.. jyaa~~”
***
Makan malam kali
ini cukup tenang, tak ada suara-suara berisik dari Hiroto, entah kenapa kali
ini dia terlihat tegang dan matanya tertuju ke satu fokus saja. Biasanya ia
yang paling selalu ribut dan meminta Tora untuk menyuapinya, kali ini tidak.
Jelas sekali terlihat olehku yang berada di depannya. Kulihat Tora yang ada di
samping Hiroto juga tak menimbulkan suara. Apa mungkin mereka marahan? Ah, itu
tidak mungkin.
Di samping
kananku, Saga hampir menyelesaikan makannya. Begitu juga Nao. Tapi Saga juga
tak bersuara sedikitpun, oh yeah, kalau Saga memang tak suka berbicara saat
makan. Tapi coba lihat sekarang, makan malam macam apa ini?! Sunyi senyap
seperti pemakaman.
“aku sudah
selesai, terimakasih atas hidangannya” seru Hiroto yang sudah meletakkan sumpitnya
di atas mangkuk. Tetap dengan ekspresi yang tadi, ia beranjak dari sana. Namun
tangan Tora lebih dulu menariknya kembali.
“kau mau
langsung tidur?”
Hiroto menggeleng sedikit “aku mau nonton tv”, setelah Hiroto berkata seperti itu, genggaman Tora mengendur dan Hiroto bisa pergi dari situ.
Hiroto menggeleng sedikit “aku mau nonton tv”, setelah Hiroto berkata seperti itu, genggaman Tora mengendur dan Hiroto bisa pergi dari situ.
Suasana kembali
hening, Saga dan Nao tak terlalu mempedulikannya. Sampai aku bertemu pandang
secara tak sengaja dengan si mata elang Tora. Aku menatapnya tajam, menuntut
penjelasan apa yang terjadi pada Hiroto tadi. Tapi mengerti atau tidak, dia
sengaja menunduk dan kembali makan.
‘kalau sampai
kau buat Hiroto kenapa-napa, akan kuhabisi kau Tora!’ ancamku dalam hati.
Walaupun aku,
Saga dan Nao sudah selesai makan, aku sengaja tetap berada di situ, menunggu
Tora berbicara. Sementara tak lama mereka berdua sudah ke kamar masing-masing.
“kau apakan Hiroto?” ucapku dingin dan sukses membuat ia menatapku cukup lama.
dia mengunyah kecil dan menelan makanannya sebelum mulai bicara “aku tak melakukan apapun”
“lalu Hiroto kenapa jadi begitu?!”
“sudah kubilang aku tak melakukan apapun padanya. Ia sudah begitu dari tadi siang, Shou” jelasnya dengan penekanan di akhir kalimat. Aku bisa lihat kejujuran di matanya, ia tak berbohong padaku. Tapi kalau bukan dia, siapa atau apa yang bisa buat Hiroto seperti itu?
“aku mau menemui
Hiroto, dan minta penjelasan. Sebaiknya kau juga harus kembali ke kamarmu, atau
Saga akan kesepian di sana” ujarnya lalu pergi menyisakan aku sendiri di ruang
makan.
Aku ragu untuk
masuk ke kamarku sendiri, aku masih penasaran dengan apa yang Tora dan Hiroto
lakukan di kamar itu. Sesekali aku melihat ke depan, tapi seperti tak ada
aktifitas di sana, hanya suara dari tv yang terdengar. Semoga Hiroto tak
kenapa-napa.
“lama sekali
kau? Ngobrol apa saja dengan Tora?” baru masuk saja aku sudah diburu dengan
pertanyaan ‘mau tahu’ Saga. Aku memijit pelipisku sendiri, dan duduk di ranjang
sebelah Saga yang berbaring sambil bermain ponsel
“hanya masalah
kecil” ucapku kemudian menyandarkan diri dan menarik selimut sampai batas
pinggangku.
“masalah Hiroto?” aku melihatnya yang masih mengutak-atik ponselnya itu sekilas
“..apa tebakanku benar?” sambungnya lagi
“masalah Hiroto?” aku melihatnya yang masih mengutak-atik ponselnya itu sekilas
“..apa tebakanku benar?” sambungnya lagi
Aku mengangguk
“ya”. Dia tersenyum, pantulan sinar ponselnya membuat wajah bersihnya makin
bersinar
“kalau kau menyukainya, katakan saja”
Wajahku sedikit panas, kau bercanda Saga?! Itu mustahil “dia kan sudah punya Tora! Kau ini bagaimana, sih?!”
Sekarang dia terkekeh, sepertinya dia berhasil membuatku terlihat bodoh “katakan dengan perbuatan, Shou. Beri perhatian yang lebih padanya”
“kau beruntung, Tora percaya padamu dan tidak terlalu menaruh curiga. Sedangkan aku, jika mau mendekati Tora saja aku sudah dipelototi dulu oleh Hiroto” lanjutnya
“kalau kau menyukainya, katakan saja”
Wajahku sedikit panas, kau bercanda Saga?! Itu mustahil “dia kan sudah punya Tora! Kau ini bagaimana, sih?!”
Sekarang dia terkekeh, sepertinya dia berhasil membuatku terlihat bodoh “katakan dengan perbuatan, Shou. Beri perhatian yang lebih padanya”
“kau beruntung, Tora percaya padamu dan tidak terlalu menaruh curiga. Sedangkan aku, jika mau mendekati Tora saja aku sudah dipelototi dulu oleh Hiroto” lanjutnya
“kau benar.
Mungkin aku harus lebih perhatian padanya”
Kuluruskan kakiku dan kuletakkan kepalaku di bantal empuk ini. Nyaman, berbicara sedikit pada Saga sudah membuat bebanku sedikit berkurang. Aku ngantuk sekali...
Kuluruskan kakiku dan kuletakkan kepalaku di bantal empuk ini. Nyaman, berbicara sedikit pada Saga sudah membuat bebanku sedikit berkurang. Aku ngantuk sekali...
TOK TOK TOK
Spontan mataku terbuka kembali. Rasa pusing mulai menjalar di otakku . Aku pun menyuruh Saga membukanya, tapi ia tak mau dan malah bergegas untuk tidur.
Anggap saja ini
bagian ungkapan terimakasih pada Saga karena sudah memberi solusi padaku tadi.
Hufft, walau sebenarnya sangat malas melakukannya.
Orang di luar juga tak berhenti mengetuk pintu, semakin sebal saja aku ini. “iya tunggu sebentar”. Kuputar kunci dan membuka pintunya, dan siapa sangka kalau ia yang datang berkunjung. Aku sedikit kaget, tambah kaget lagi ketika beberapa koper miliknya sudah ada bersamanya.
“Hiroto? Ada
apa?”
dia tersenyum manis sekali, “aku boleh kan tidur bersamamu di sini?”
Hee?? Tidak salah dengar? “bukannya tidak mau, tapi Saga nanti tidur di mana?”
dia tersenyum manis sekali, “aku boleh kan tidur bersamamu di sini?”
Hee?? Tidak salah dengar? “bukannya tidak mau, tapi Saga nanti tidur di mana?”
“Saga-kun, sini
sebentar. Aku mau ngomong” panggil Hiroto, kepalanya menyembul masuk memanggil
Saga yang hampir tertidur. Mau tak mau Saga menyahut panggilan itu dan segera
keluar
“ada apa, Pon?”
matanya yang tertutup sebelah menandakan kalau ia akan segera tidur.
“hmm, Saga-kun boleh tidak aku tidur bersama Shou-kun di sini?”
Mata Saga membuka sempurna “hei, hei, lalu aku tidur di mana?!” protesnya
“hmm, Saga-kun boleh tidak aku tidur bersama Shou-kun di sini?”
Mata Saga membuka sempurna “hei, hei, lalu aku tidur di mana?!” protesnya
“Saga-kun
tidurnya di kamarku, sama Tora”
Aku bisa
merasakan Saga yang sudah salah tingkah. Ia mau menerimanya tapi masih terlihat
bingung mau menjawab apa.
“mau ya?”
“mau ya?”
Akhirnya Saga
bicara “bb..baiklah. aku ke sana sekarang” tanpa mengetuk pintu, Saga membuka
pintu kamar Tora dan masuk ke sana. Entahlah apa yang terjadi selanjutnya.
Sementara aku di
sini, masih berdiri di depan pintu bersama Hiroto dan koper-koper miliknya. “ayo
masuk, biar kubawakan ini” tawarku
“terimakasih” ia tersenyum lagi, manis sekali. Entah angin apa yang menerpa Hiroto sehingga ia bisa memutuskan untuk tidur denganku di sini. Aku senang sekali.
“terimakasih” ia tersenyum lagi, manis sekali. Entah angin apa yang menerpa Hiroto sehingga ia bisa memutuskan untuk tidur denganku di sini. Aku senang sekali.
Kuletakkan kopernya di dekat lemari dan ia sudah naik ke ranjang bersiap tidur. “Hiroto,apa kau akan sekamar denganku sampai minggu depan?”
“iya. Boleh, kan?”
“tentu saja”
Hiroto sudah
menarik selimut sampai batas lengan. Matanya belum terpejam, dan ruangan di
sini mendadak hening. Desahan napasnya sampai bisa kudengar.
“Hiroto—”
“iya Shou?”
“ada alasan apa kau pindah ke sini?”
“oh, itu karena ada sesuatu yang harus kulakukan segera. Kalau tidak, aku akan lebih menyakiti orang lain”
“maksudnya?”
“...”
“iya Shou?”
“ada alasan apa kau pindah ke sini?”
“oh, itu karena ada sesuatu yang harus kulakukan segera. Kalau tidak, aku akan lebih menyakiti orang lain”
“maksudnya?”
“...”
***
Selesai dengan
makan malamya, Tora masuk ke kamar yang sudah ada Hiroto di dalamnya. Mendapati
Hiroto tak menonton tv seperti yang ia bilang tadi, ia heran kenapa Hiroto
malah mengepaki semua pakaian dan bajunya ke dalam koper. Tora menghampirinya.
“kau sedang
apa?”
Hiroto mendongak sekilas dan kembali melanjutkan mengepaki barang-barangnya “aku mau pindah”
“hei, coba jelaskan padaku. Kau ini kenapa?”
Hiroto mendongak sekilas dan kembali melanjutkan mengepaki barang-barangnya “aku mau pindah”
“hei, coba jelaskan padaku. Kau ini kenapa?”
Hiroto pun
berdiri mendudukkan Tora di tepi ranjang dan ia duduk di sebelah Tora.
“Tora,
sepertinya aku tak bisa menjadi pacar yang baik untukmu”
Kontan dahi Tora mengerut “kau bicara apa sih?”
“ada orang lain yang lebih mencintaimu ketimbang aku” ucapnya datar “aku ingin kau bersamanya, karena aku tau dia bisa membahagiakanmu”
Kontan dahi Tora mengerut “kau bicara apa sih?”
“ada orang lain yang lebih mencintaimu ketimbang aku” ucapnya datar “aku ingin kau bersamanya, karena aku tau dia bisa membahagiakanmu”
Hiroto mengambil
napas dalam dan mengeluarkannya pelan “aku mau kau bersama Saga”
Tora tak
terkejut sama sekali, matanya makin menatap pemuda kecil di sampingnya itu “kau
serius?” Hiroto tersenyum “aku sangat serius. Dan aku ingin kau pacaran
dengannya”
“tenang saja,
aku tak akan marah kok. Tapi kita masih jadi partner yang baik, kan?”
Shou terkesima
mendengar penuturan Hiroto dengan wajahnya yang seperti tanpa beban “kau rela
melepas Tora untuk Saga?”
“iya.. aku pikir mereka cocok”
“iya.. aku pikir mereka cocok”
“Shou... maaf
aku sudah menguping pembicaraanmu dan Saga tadi siang”
Mata Shou
terbelalak, pikirannya sudah kemana-mana. “kau menguping semuanya?”. Hiroto
tersenyum “tidak. Aku mendengarnya sampai kau duduk di ayunan itu. Setelah itu
aku pergi”
“tapi, aku ingin
tau sesuatu. Shou kenapa iri padaku dan Tora? Apakah sama alasannya dengan Saga
yang menyukai Tora. Atau jangan-jangan...”
“jangan-jangan
apa?!”
“Shou
menyukai.... Tora juga?”
Shou tertawa
terbahak-bahak mendengarnya, dan
langsung mendapat pukulan kecil dari Hiroto. “kenapa malah tertawa?!”
“aku tidak
pernah menyukai Tora. Dia itu sahabatku”
Hiroto jadi
ingin tahu siapa orang yang bisa membuat Shou jauth cinta. Ia pun menanyakannya
“jadi kau suka sama siapa, Shou?” ucapnya hati-hati
Shou seperti
berpikir dan membuat waktu terasa lama, dan ini membuat Hiroto penasaran. Namun
Shou mendekatkan telunjuknya di depan bibirnya seraya berucap pelan...
“Ra-Ha-Si-A”
Owari
No comments:
Post a Comment