Title: Together
Author: Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter: 1/1 –OneShot-
Pair: KiliXKen, KiliXIkuma
Genre: Drama, Romance, SHOUnnen-Ai, Fluff
Language: Bahasa Indonesia
Rating: PG
Disclaimer: These character is not mine. Kili & Ikuma still in music, and now Ken is a young enterpreneur. Well, they’re still be my favorite characters for my fanfics.
A/N: Support our lovely Ken!! And let’s support KiliKen too. Di fic ini, Kili dipanggil dengan Kiri (キリ), karena ini ceritanya mereka pas masih kecil. Dozoo..
Author: Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter: 1/1 –OneShot-
Pair: KiliXKen, KiliXIkuma
Genre: Drama, Romance, SHOUnnen-Ai, Fluff
Language: Bahasa Indonesia
Rating: PG
Disclaimer: These character is not mine. Kili & Ikuma still in music, and now Ken is a young enterpreneur. Well, they’re still be my favorite characters for my fanfics.
A/N: Support our lovely Ken!! And let’s support KiliKen too. Di fic ini, Kili dipanggil dengan Kiri (キリ), karena ini ceritanya mereka pas masih kecil. Dozoo..
Together
AND~Eccentric Agent~ - Lycoris, BugLug – LOST CHILD
AND~Eccentric Agent~ - Lycoris, BugLug – LOST CHILD
Aku percaya sejak dulu bahwa pilihanku
ini sudah tepat. Lelaki berseragam SMA yang sedang tidur di pundakku ini
buktinya. Sehari tanpanya sangat sulit bagiku, apalagi melupakannya. Dia yang
sudah menjadi sahabat baikku sejak kami kecil. Dan aku sadar bahwa aku sangat
menyayanginya. Nyaris seumur hidupku aku selalu bersamanya.
Bahkan dulu Ibu nya bilang padaku kalau
dia pernah ingin memberiku sebuah okulele di saat aku kecil sangat
menginginkannya.
Kereta menuju Shinjuku akan tiba
sebentar lagi, namun ia belum juga membuka matanya bangun. Terlihat dia sangat
lelah setelah harus berjalan kaki karena
ban sepedanya tiba-tiba bocor. Kami selalu pulang pergi ke sekolah menaiki
sepeda, dan ini adalah yang kedua kalinya kami pulang sekolah menggunakan
kereta.
Suara khas kereta listrik berjalan mulai
terdengar dari kejauhan. Akan kubangunkan dia.
“Ken chan” bahunya kugoyangkan pelan dan
dia terlihat enggan untuk bangun. Matanya yang sipit semakin terlihat segaris
ketika bangun tidur seperti itu.
“ayo pulang..” bertepatan dengan itu, kereta sudah berhenti dan siap memasukkan penumpang ke dalamnya.
“ayo pulang..” bertepatan dengan itu, kereta sudah berhenti dan siap memasukkan penumpang ke dalamnya.
Sesekali dia menguap dan akhirnya
kugandeng tangannya agar cepat masuk.
“Kiri chan, aku mau tidur lagi...”
pintanya menyuruhku untuk duduk dengan posisi yang sama seperti di stasiun. Ia
kembali meletakkan kepalanya di bahuku, rambutnya yang baru kemarin ia potong
memperlihatkan setiap sudut wajahnya yang tenang dalam tidur. Memang hal yang
aneh ketika kau sedang berada di kereta, kau justru melihat pemandangan seorang
lelaki yang tertidur di pundak lelaki lainnya. Seperti sepasang kekasih.
Dan itu memang benar.
Kedengarannya aneh, tapi aku ingin
mengaku bahwa pada akhir tahun ke empat kami di sekolah dasar, kami mulai
menjalani hubungan yang lebih dari sepasang sahabat baik. Memang masih terlalu
dini untuk memulainya dan konsekuensinya kami harus terus merahasiakannya dari
teman-teman bahkan orang tua kami. Mengingat Ayah dan Ibu Ken sangat kenal
dengan orang tuaku. Bahkan kau bisa melihat jarak rumah kami yang tidak ada
lima meter. Kami selalu terbiasa sejak kecil, dan itulah yang membawa kami
seperti sekarang ini.
Hampir delapan belas tahun bersama,
hadir di dunia ini nyaris bersamaan. Hanya selang sebulan, Ken lebih dulu
lahir. Walaupun aku lebih muda usianya, justru Ken lah yang memposisikan
dirinya sebagai yang muda. Bisa dibilang, sikapnya lebih kekanakan walau dengan
suaranya yang maskulin-ketimbang suaraku-.
Anak ini begitu manis, polos dan baik.
Tak ada seorang pun yang akan kubiarkan menyakitinya. Hangatnya genggaman
tangannya begitu terasa menjalar di tubuhku, dan hatiku tentu saja. Walaupun
ini bukanlah yang pertama kalinya kami melakukan ini. Aku akan selalu mengingat
momen saat bersamanya.
Bahkan saat pertama kali berbicara di
acara ulang tahunnya yang ketiga.
“Otanjoubi omedetto Ken
chan!” seru seorang Ibu muda yang tengah menggendong seorang anak laki-laki di dalam
dekapannya. Agak kesulitan memberikan sebuah kado berukuran besar dengan salah
satu tangannya kepada si anak yang berulang tahun.
“arigatou, Kasumi. Hey,
Ken chan, lihat siapa yang memberimu hadiah?” seorang Ibu yang kurang lebih
seusia Kasumi memperlihatkan kado itu kepada Ken. Refleks sang anak tersenyum
senang walaupun ia tak mengerti maksud percakapan orang dewasa di sekitarnya.
Kasumi menurunkan anak
laki-laki yang ia gendong dan menyuruhnya untuk bergabung dengan Ken. Anak
laki-laki yang tampan dengan garis matanya yang bahkan bisa diperkirakan
sepuluh tahun ke depan ia akan menjadi seorang pemuda yang gagah.
“anakmu lucu sekali,
Sakura. Bulan depan akan kurayakan ulang tahun anakku seperti ini juga” ucap
Kasumi. Sakura-ibu Ken- menanggapinya dengan kekehan kecil “kalau bisa lebih
meriah dari ini, dan anakmu juga terlihat tampan sekali. Aku senang melihatnya”
Kasumi tertawa
mendengarnya “Kiri itu sebenarnya di rumah aktif sekali. Tapi kenapa ya, saat
bersama Ken dia jadi malu begitu”
“entahlah, mungkin dia
baru pertama kali bertemu teman seusianya dan Ken justru terlihat senang dapat
teman baru”Kasumi mengangguk setuju. “..kita tinggalkan saja anak kita begitu.
Oh ya Kasumi, mau minum teh di luar?”
Dua anak umur tiga tahun
yang baru saja ditinggal kedua Ibunya untuk minum teh, terlihat mulai ada
komunikasi ringan. Ken berusaha mendekati Kiri dengan memberikannya beberapa
kado robot gundam yang baru saja ia terima.
Tapi Kiri memang anak yang
pemalu jika bertemu dengan orang lain selain keluarganya di rumah. Untuk saat
ini Kiri masih tak berbicara apapun-hanya anggukan dan ekspresi wajah yang ia
perlihatkan-, ia tak peduli dengan mainan itu. Ia hanya peduli dengan ekspresi
wajah Ken yang sangat senang. Apa yang membuat Ken begitu senang seperti itu.
“hai?” sapa Ken dengan
senyuman. Kiri mencoba berbicara sesuatu namun apa yang ia ucapkan tiba-tiba saja
hilang. Ken mengulangi sapaannya lagi, “hai?”
Sekuat tenaga Kiri
mengucapkan hal yang sama, “hh..hai”. Ken kembali tersenyum, “nama kamu siapa?”
“..Kiri”
“ne,
Kiri chan. Ken desu, yoroshiku”
“yy..yoroshi..ku”
“yy..yoroshi..ku”
Aku tak menyadari kalau percakapan itu
adalah awal dari semua perjalanan hidup kami berdua. Usia kami yang sudah cukup
untuk masuk sekolah dasar, membuat kedua orang tua kami sengaja memasukkan kami
ke sekolah yang sama. Mengikuti ekstrakurikuler yang sama pula. Sekolah dasar
merupakan tempat di mana kami bisa terus bersama-melebihi keseringan kami
bermain di rumah-. Tujuh jam di sekolah terasa menyenangkan, terlebih lagi Ken
satu kelas denganku. Aku rasa aku tak butuh teman lagi saat itu. Karena Ken
sudah memenuhinya.
Keegoisanku itu pun berubah pada
akhirnya saat aku memang harus berteman dengan orang lain.
Kasumi dan Kiri sudah
bersiap-siap akan ke sekolah barunya, begitu juga dengan Sakura dan Ken.
Melihat Ken dengan botol air minum yang digantung di lehernya, Kiri tersenyum
dan seraya berucap “Ken chan kawaii ne”
Kedua Ibu muda itu jadi
terkekeh, Kasumi segera berbisik kepada Kiri untuk mengajak Ken berangkat
sekolah bersama.
“Ken chan, ayo berangkat
sama-sama” ajak Kiri
“umm!”
Kiri pun menggandeng
tangan Ken agar berjalan bersama. Sementara itu kedua ibu mereka menyaksikan
anak-anaknya dari belakang.
“Kiri chan kelihatannya
sudah tidak pemalu lagi, ya” ucap Sakura senang.
“aku rasa dia sangat senang berteman dengan Ken chan”
“aku rasa dia sangat senang berteman dengan Ken chan”
Sampai di sekolah baru,
ibu mereka menunggu di luar dan segera mengucapkan salam perpisahan. Mereka
akan kembali menjemput Kiri dan Ken sekitar empat jam dari sekarang.
“jadilah anak manis, Ken
chan” pesan sang Ibu, Sakura. Ken meresponnya dengan anggukan dan senyuman khas
anak-anak.
“nah, Kiri, selama di
sekolah jangan berbuat nakal. Jaga Ken chan juga, ya” Kasumi juga memberi pesan
pada Kiri seraya mengusap pelan puncak kepala sang anak.
“baik Okaasan. Aku akan
selalu menjaga Ken chan”
Itulah janjiku yang sampai sekarang
masih kupegang teguh. Walaupun kau mendengarnya dari ibuku hanya seperti
lelucon anak-anak, tapi di usiaku yang waktu itu, aku memaknainya dengan arti
orang dewasa. Aku akan terus menjaga Ken apapun yang terjadi.
Aku juga masih teringat saat pertama
kali seorang anak kecil-calon teman baru kami- berusaha menjahili Ken dengan
berbagai tingkah usilnya-seperti merebut sosis gurita di bekal Ken, mencoret
kertas catatan kesayangan Ken dan beberapa keusilan anak sekolah dasar
lainnya-. Anak kecil bernama Ikuma itu selalu berhasil membuat Ken menangis dan
aku tak segan-segan akan memarahinya bahkan memukulnya. Dan karena insiden
memukul Ikuma, Okaasan harus menanggung malu karena mendapat panggilan
peringatan dari sekolah.
Walaupun sudah berulang kali aku
memarahi Ikuma, tapi tetap saja dia tak mau menyerah menjahili Ken. Sampai pada
hari itu Ken sangat marah karena seragam olahraganya sengaja direndam di lumpur
oleh Ikuma. Ken memang tak bisa mengungkapkan emosinya terang-terangan,
mengetahui seragamnya tak bisa digunakan saat itu juga, ia datang menemuiku di
kelas. Dia memelukku dan menangis terisak, lebih pilu dari tangisannya yang
sebelumnya.
Dia menceritakan semuanya dan kepalaku
terasa panas mendadak. Aku tak bisa membiarkan Ikuma berbuat jahat terus
seperti ini pada Ken. Aku pun pergi mencari Ikuma berniat untuk memukulnya
lagi. Tak peduli jika aku harus mendapat surat peringatan lagi.
“Ikuma!!” teriak Kiri
kecil. Ikuma sedang sendirian di belakang sekolah, bermain-main dengan hamparan
tumbuhan semanggi yang bermacam-macam jumlah daunnya. Ikuma menoleh dan menatap
datar. Ia sudah menduga kalau Kiri pasti akan datang untuk membuat perhitungan
padanya.
“apa yang kau lakukan pada
seragam Ken chan!” Kiri sudah sangat dekat dengan Ikuma yang masih berjongkok
memetik beberapa daun semanggi di sana.
Ikuma berdiri dan menatap Kiri dengan malas. “aku hanya bermain-main. Kenapa kamu yang marah?”. Memang pertanyaan Ikuma membuat Kiri susah untuk menjawabnya. Selama ini ia tak ada kewajiban untuk terus membela Ken, tapi ia merasa itu adalah tugasnya dan tidak akan memaafkan siapapun yang sudah membuat Ken menangis. Termasuk Ikuma, Kiri sangat tak menyukai anak itu.
Ikuma berdiri dan menatap Kiri dengan malas. “aku hanya bermain-main. Kenapa kamu yang marah?”. Memang pertanyaan Ikuma membuat Kiri susah untuk menjawabnya. Selama ini ia tak ada kewajiban untuk terus membela Ken, tapi ia merasa itu adalah tugasnya dan tidak akan memaafkan siapapun yang sudah membuat Ken menangis. Termasuk Ikuma, Kiri sangat tak menyukai anak itu.
“kamu terus membela anak
cengeng itu,,” ucap Ikuma sarkatis “..Menyebalkan!!” kini Ikuma lah yang merasa
di posisi yang paling marah. Ia merasa tak suka dengan kedekatan Kiri dan Ken.
Ikuma tak menghiraukan Kiri yang sudah bersiap memarahinya dan lebih memilih
segera pergi dari sana.
Tak ada yang tau kalau sebenarnya Ikuma
adalah anak ‘broken home’ yang sangat
kesepian. Karena itulah ia selalu bersikap nakal terhadap anak lemah seperti
Ken.
Aku baru mengetahuinya saat kenakalan
Ikuma menyebabkan orang tuanya harus menghadap guru di sekolah utnuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya. Ayah Ikuma bertemu dengan Ibu Ken di
ruang guru. Memberitahukan apa yang terjadi. Ken diberitahu oleh Ibu nya tentang
Ikuma, dan ia juga memberitahuku.
Seperti yang dibilang Ken, Ikuma memang
anak yang penyendiri. Walaupun ia anak orang kaya, tapi kedua orang tuanya yang
bercerai dan kesibukan ayahnya membuat Ikuma tak mendapatkan perhatian dan
kasih sayang lebih. Mungkin itu sebabnya Ikuma terus menjahili Ken agar ia
mendapat perhatian juga.
Di hari itu Ken mengajakku berbicara, mengenai
Ikuma tentu saja. Dia bilang kami harus berteman dengan Ikuma. Oh, aku tak
pernah berfikir sampai situ. Mendekatinya saja malas apalagi berteman dengan
bocah nakal itu. Tiga kata yang kulontarkan saat itu adalah: ‘Aku tidak mau’.
Dan ketiga kata itu pun langsung
dipatahkan oleh reaksi Ken. Ia seperti menaruh harapan padaku. Yang ku tahu
adalah, Ken sudah memaafkan Ikuma dan ingin berteman baik dengannya. Tapi aku
justru tak mau, padahal aku bukanlah korban ‘kejahatan’ Ikuma yang sebenarnya. Ken
hanya diam saja, dan itu artinya aku harus mengalah. Mendengar aku berucap
‘ya’, Ken langsung menarik tanganku dan menggiringku ke suatu tempat yang
berakhir di belakang sekolah.
Tempat di mana Ikuma biasa menghabiskan
jam istirahat.
“Ikuma chan..” panggil Ken
pelan.
Kiri melihat Ikuma sedang
bermain-main lagi dengan semanggi hijau itu. Ikuma menoleh sekilas dan membuang
muka. Kiri kembali kesal dan ingin memarahi Ikuma, namun Ken memberi isyarat
untuk jangan melakukan apapun pada Ikuma.
Ken menghampiri Ikuma dan
ikut berjongkok-seperti Ikuma-. “..Ikuma chan, kami ke sini karena Kiri chan
mau minta maaf..”
Spontan Ikuma berhenti
bermain-main dengan tumbuhan kecil itu. Ia menatap Ken seperti
-benarkah-begitu-?-. “Ikuma chan mau maafin, kan?”. Tak menjawab, Ikuma masih bingung
dengan perubahan Ken dan Kiri padanya.
“Ikuma, maafkan aku..”
terlihat Kiri sangat malu mengucapkannya. Matanya tak menatap Ikuma secara
langsung. Namun ada sedikit gerakan anggukan dari Ikuma. Ken melihatnya dan ia
sangat senang.
“Ikuma chan, semanggi ini
untuk apa?” tanya Ken saat melihat beberapa tangkai semanggi di genggaman
Ikuma. “kamu mau membantuku, kan?” Ikuma balik bertanya. Ken mengangguk
semangat, ia juga mengajak Kiri ikut membantu Ikuma “..bantu apa?”
“bantu aku temukan semanggi berdaun empat..”
“bantu aku temukan semanggi berdaun empat..”
“yosh! Aku dan Kiri chan
akan mencarinya!!” seru Ken. Mereka mulai mencarinya bertiga. Melihat dengan
teliti semanggi yang dicari. Sangat sulit menemukannya, tapi dengan bertiga
mencari yang seperti itu tidak lah sulit lagi.
“hei hei!!! Aku
menemukannya!!” teriak Kiri yang sudah berada cukup jauh dari dua bocah di
sana. Ken dan Ikuma segera berlari menuju Kiri yang menemukan semanggi berdaun
empat itu.
“Ikuma chan, kau ingin
memohon apa pada dewa semanggi?” tanya Ken yang takjub melihat daun semanggi
berdaun empat yang warnanya cantik sekali.
Ikuma menarik napas dalam dan mengaitkan kedua jemari tangannya. Memejamkan mata dan mulai berdo’a.
Ikuma menarik napas dalam dan mengaitkan kedua jemari tangannya. Memejamkan mata dan mulai berdo’a.
“aku ingin semua yang
kucintai menyayangiku. Aku mohon dewa semanggi! Kabulkanlah permintaanku!!”
Ikuma terus berteriak
memohon dan sampai menumpahkan air
matanya. Ia tak kuasa menahan tangis histeris di depan Ken dan Kiri. Dan tanpa
ia sadari beban pikirannya perlahan sudah mulai berkurang.
Sejak saat itulah kami selalu bertiga.
Tak ada Ikuma seperti kurang rasanya,
dan kami juga menemukan tempat persembunyian khusus untuk kami jadikan
‘markas’. Seperti kebiasaan anak kecil lainnya, kami selalu bermain di sana
setiap jam istirahat. Gudang penyimpanan yang sudah tak terpakai adalah tempat
baru bagi kami bertiga.
Tapi ada kalanya saat kami tidak selalu
bertiga. Waktu itu kami sudah kelas empat, akhir semester menjelang liburan. Dan
sebelum liburan, ketua kelas menyuruhku dan Ikuma untuk membersihkan jendela,
sementara Ken menyapu lantai. Kami bertiga melakukannya dengan senang hati.
Sebelum akhirnya Ken melemparkan sapunya ke lantai dan mengambil tasnya lalu
pulang.
Tak ada yang aneh sebelum Ken mulai
marah dan tidak bicara padaku. Aku tak bodoh dengan percaya begitu saja kalau
Ken sedang tidak marah padaku. Pasti aku telah melakukan sesuatu yang buruk
padanya. Tapi apa? Aku tak pernah melakukan apapun.
Dan dari situlah awal aku mendaratkan
ciuman pertamaku padanya.
Malam setelah kejadian Ken
melempar sapu di sekolah siang itu, Kiri sengaja bertamu ke rumah Ken. Sang ibu
menyambut Kiri dengan baik.
“Ken chan, cepat turun.
Kiri chan ingin menemuimu”
Perlu beberapa menit untuk
Ken menjawabnya “suruh pulang saja Okaasan. Aku gak mau ketemu!”. Kiri terkejut
mendengar ucapan Ken. Ini pertama kalinya Ken membentaknya, walaupun tidak
secara langsung. Tapi Kiri merasa sangat bersalah.
“Kiri chan, maafkan Ken
chan. Biar Bibi marahi dia. Tunggu di sini, ya” segera Ibu Ken menaiki tangga
ke lantai kamar Ken. Terdengar samar-samar suara keengganan dari Ken untuk
keluar. Tapi tidak ada yang bisa membantah sang Ibu, Ken pun turun dan bertemu
Kiri.
“mau apa ke sini?” tanya
Ken acuh. Tangannya dilipat di depan dada dan punggungnya bersandar di ujung
tangga.
“ano Ken chan, apa yang
sebenarnya terjadi padamu tadi siang..? apa aku melakukan kesalahan?”
Ken mengerucutkan bibirnya
kesal “..Kiri chan suka sama Ikuma chan, kan?!”
Kiri dibuatnya bengong.
Wajah Ken sudah memerah, malu dan marah bercampur jadi satu. Matanya tak berani
menatap langsung ke mata Kiri. Ya, Ken sangat sebal saat Kiri bersama Ikuma
yang begitu dekat. Karena Ken lah yang selama ini selalu bersama Kiri. Ia
merasa posisinya tergantikan oleh bocah bernama Ikuma itu.
“maksud Ken chan apa? Aku menyukainya,
Ken chan juga menyukainya, kan?”
Ken kembali merengut dan menghentakkan kakinya kesal, “Kiri chan gak pernah paham!”.
Ken kembali merengut dan menghentakkan kakinya kesal, “Kiri chan gak pernah paham!”.
Kiri berpikir keras dan
tak lama ia buka suara lagi, “..Ken chan, bisa keluar sebentar?” sepertinya ia sudah
mengerti apa maksud ucapan Ken padanya. Masih kesal, Ken pun menurut dan mereka
berdiri di depan taman depan rumah Ken. Hanya ada penerangan bulan dan lampu
taman berbentuk bundar yang temaram.
“sekarang mau ngomong apa?
Kalau gak penting aku mau masuk lagi!”
Kiri masih diam dan
menunduk. Sementara Ken menunggu kalimat yang akan diucapkan Kiri. Merasa Kiri
mempermainkannya, Ken berteriak di wajah bocah berrambut coklat itu.
“Kiri chan menyebalkan!” Ken sudah berbalik badan dan segera kembali masuk ke rumah. Namun pergelangan tangannya serasa ditarik dan begitu ia menoleh, secara cepat Kiri sudah berhasil mencium bibirnya.
“Kiri chan menyebalkan!” Ken sudah berbalik badan dan segera kembali masuk ke rumah. Namun pergelangan tangannya serasa ditarik dan begitu ia menoleh, secara cepat Kiri sudah berhasil mencium bibirnya.
Mata Ken membelalak
sempurna, ia bisa merasakan hembusan nafas Kiri tepat di wajahnya. Ia tak bisa
melawan karena Kiri sudah lebih dulu menggenggam kedua tangannya. Ekspresi
wajah Kiri yang juga terkesan memberanikan diri, terlihat sangat manis saat Ken
melihatnya. Ciuman pertama mereka berdua yang hanya sebuah kecupan lembut,
menjadi bukti bahwa Kiri memang sangat menyukai Ken. Bukan karena Ken yang tiba-tiba
merajuk padanya agar ia mau memaafkan Kiri. Tapi ini benar-benar murni. Sesuatu
yang ‘salah’ dan tak sengaja dilakukan Kiri.
“Ken chan maafkan aku..
aku tak bermaksud—” ucap Kiri menyudahi ciumannya seraya mengambil napas.
Terlihat Ken masih shock dan tak merespon ucapan Kiri.
“Ken chan..” Kiri
menggoyangkan tubuh Ken dan menepuk kedua pipinya pelan. Ken pun tersadar dan
akhirnya bertemu pandang dengan mata Kiri.
Ken melihat setiap sudut
wajah Kiri yang semakin terlihat tampan saat cahaya bulan menyinari wajahnya.
Di mata Ken, Kiri lah anak paling tampan yang pernah ia lihat, bahkan saat ia
membandingkan dengan dirinya sendiri. Kiri adalah pahlawan baginya, yang selalu
melindunginya dan berhasil membuatnya jatuh cinta pada Kiri. Sejak saat ulang
tahunnya yang ketiga itulah, Ken sudah mulai menyukai Kiri. Dan akhirnya
perasaannya pun terjawab sudah dengan tindakan Kiri yang tiba-tiba tadi.
Sungguh, Ken tidak marah
atas ciuman pertamanya yang direbut Kiri. Justru ia bahagia karena orang itu
adalah Kiri.
Ia mulai membuka sedikit
katup bibirnya dan berbisik pelan, “..Kiri chan ga suki da..”
Masih sangat jelas aku mengingatnya. Di
mana Ken menyatakan perasaannya padaku di malam itu. Kami berdua ternyata sudah
saling menyukai dan kami sama-sama malu untuk menyatakannya lebih dulu. Sisi
baik dari insiden Ikuma dekat denganku adalah, aku dan Ken sama-sama mengakui
bahwa kami saling menyukai. Di saat usia kami yang baru memasuki sebelas tahun,
kami berjanji akan terus bersama sampai kapan pun. Dan apa kau tahu sekarang
bagaimana keadaan Ikuma?
Sejak kelulusan sekolah dasar, ayahnya
mendapat pekerjaan baru di Swedia dan mengharuskan Ikuma juga ikut bersama sang
ayah. Sebenarnya ada satu kejadian yang sengaja kurahasiakan dari Ken. Sebelum
Ikuma pergi, ia mengajakku ke markas tempat bermain kami. Tanpa ada Ken di
sana.
Aku cukup bingung saat ia tiba-tiba memberiku
sebuah kertas yang bergambar dua orang anak yang saling bergandengan tangan.
Gambaran khas anak-anak yang sederhana dan pewarnaan dari krayon di sana-sini.
Aku lantas bertanya padanya “gambar siapa ini?”. Dia pun menjawab, “itu aku dan
Kiri..”
Aku baru tahu kalau Ikuma menyukaiku
diam-diam, dia mengatakannya cukup lantang. Berbeda dengan Ken yang masih
malu-malu. Tapi aku tak bisa menerimanya. Mungkin rasanya sakit saat menerima
penolakan dari orang yang kau sukai, tapi jika aku menerimanya mungkin aku tak
akan bisa bertahan. Lagipula aku sudah berjanji pada Ken, aku harus menolak
Ikuma dengan cara yang halus.
Dengan sedikit keyakinan, Ikuma akhirnya
mengerti dan menerima keputusanku. Namun sebelum ia benar-benar pergi, ia
mencium pipiku sekilas dan aku tak menolaknya. Aku pikir dengan begini ia sudah
merasa puas.
Ikuma yang dulu kukenal sebagai anak
nakal telah berubah menjadi anak manis yang penurut. Dan sikapnya yang juga
baik membuatku dan Ken tak akan bisa melupakannya sebagai salah satu anggota teman
bermain kami. Mungkin suatu saat kami akan bertemu kembali.
Suara kereta yang berjalan ini
sepertinya sudah berhenti. Kami sudah sampai Shinjuku. Dan Ken, oh dia masih
tertidur lelap.
“Ken chan,, bangun” kugoyangkan badannya
pelan dan ia pun terbangun. Matanya masih terlihat merah saat menatapku. “sudah
sampai, ya?” tanyanya.
“ayo pulang, Okaasan pasti mencari kita”
Ken mengikutiku dari belakang menuju
keluar kereta dan jemari tangannya pun tiba-tiba masuk ke jemariku yang kosong.
Ia menggenggamnya hangat, dan aku tak perlu takut karena ia sudah lebih dulu
menutupi tangan kami dengan almameter yang sengaja ia lepas. Merahasiakannya
dari orang lain dan hanya kami berdua saja yang tau.
Entah sampai kapan rahasia ini akan terus
tersimpan. Janjiku dan Ken akan tetap terus bertahan, selalu bersama dan saling
menjaga satu sama lain.
‘Ken
chan, ore wa daisuki desu’
OWARI
last edited: 09/07/2013 0:15 am
last edited: 09/07/2013 0:15 am
No comments:
Post a Comment