Title: This Summer
Author: Eri M.
Chapter: Oneshot
Cast: 王青 (Wang Qing/Qingge)
x 冯建宇 (Feng Jianyu/Dayu)
Genre: Boys Love, Romance, Drama, Song fic.
Language: Bahasa Indonesia
Disclaimer: Mereka berdua bukan punya saya, dan fanfic ini terinspirasi dari MV
“This Summer” nya Wang Qing & Feng
Jianyu. Ah~ I love that song so much <3
A/N: Thanks a lot to admin ‘Boys _Love3’ at Youtube channel who had translating
the MV into Bahasa. Happy Reading ^^
This Summer
王青 & 冯建宇 - 今夏
Musim
panas kali ini begitu membosankan baginya. Seorang pemuda yang baru saja
memasuki usia 22 tahun itu nampak terpuruk dengan segala hal yang ia alami
akhir-akhir ini. Mulai dari keluarga yang semakin tidak mempedulikannya, anak
buah yang ia pekerjakan tidak memberi banyak keuntungan, hingga hal-hal kecil
yang membuatnya kesal. Terlebih ia masih sendiri, tak ada seseorang di hatinya
yang mampu menenangkan hati si pemuda berpostur
tinggi ini.
Salah
satu cara yang biasa ia lakukan untuk meredam kekesalannya adalah dengan
minum-minuman beralkohol. Tak heran pesediaan bir bermerk selalu ada di
lemarinya. Menghisap rokok juga menjadi
kebiasaannya yang bahkan tak bisa ia hilangkan. Dan sebagai penutup, ia selalu
menyegarkan pikirannya dengan berdiri di bawah shower kamar mandi dengan air dingin yang mengguyurnya.
Jika
ia sudah melakukan ketiga hal itu, ia akan merasa lebih baik walau hanya
sedikit. Seperti yang sekarang ia lakukan, menyalakan televisi dan menonton
acara secara random. Ia tidak peduli jenis acara apa yang ia tonton, karena
yang ia butuhkan hanya suara-suara berisik kehadiran orang lain. Tak ada yang
menyangka bahwa pemuda yang terlihat keras dari ekspresi wajahnya itu ternyata
jauh di dalam hati ia sangat kesepian.
Ia
bukanlah pemuda yang mudah tertarik dengan orang lain, apalagi merasakan jatuh
cinta. Ia hanya tidak punya waktu untuk memikirkan itu. Banyak gadis yang
menyukainya karena wajahnya yang tampan dan terkesan misterius, namun ia
menolak semuanya dengan alasan yang beragam. Dan saat ini ia merasa inilah
titik terjenuhnya sebagai seorang yang belum memiliki pasangan. Ia kembali
merutuki dirinya sendiri.
Di
saat ia ingin mencoba menenangkan hati lebih lama, telinganya mendengar
samar-samar suara kucing yang semakin lama suaranya semakin keras. Merasa
terganggu, ia kemudian bangkit dan mematikan televisi. Mencari di mana suara
itu berasal, ia pun menuju pintu keluar dan menemukan seekor kucing yang tidak
terlalu kecil juga tidak terlalu besar berwarna abu-abu berada di teras rumahnya.
Pemuda itu tidak akan membiarkan seekor kucing malang ini terus mengeluarkan
suara menyedihkan seperti itu. Ia kemudian membawa kucing itu ke dalam rumah.
Ia
berpikir dengan memberinya makan sekali, maka kucing itu akan pergi setelahnya.
Lagipula ia tidak punya cukup waktu jika ia harus merawatnya. Pemuda itu pergi
ke dapur dan menemukan ikan panggang sisa yang baru ia beli tadi pagi, dan
jadilah ikan panggang ini sebagai makan siang si kucing.
Lama
ia perhatikan, kucing ini cukup menarik perhatiannya. Warna bulunya yang tidak
mencolok, matanya yang bulat bersinar, dan tingkahnya yang tidak agresif
membuat si kucing mudah untuk didekati.
“hey,
kelihatannya kau sangat lapar” ucap pemuda itu sambil berjongkok melihat si
kucing yang sedang sibuk menghabiskan makanan mewahnya. Sesekali si kucing
berhenti makan dan memandangi pemuda itu beberapa detik. Tidak biasanya kucing
liar dengan mudah ‘akrab’ dengan manusia, itulah yang dipikirkan pemuda itu.
“sepertinya
aku mengijinkanmu tinggal di sini” ucapnya sambil mengelus puncak kepala si
kucing yang menjawab dengan meongannya.
Setelah
selesai dengan makan siangnya, si kucing menghampiri pemuda itu di kamarnya
yang sedang berbaring di kasur sambil membaca buku. Ia melompat naik agar bisa
ikut merasakan empuknya kasur majikan barunya itu.
“miao..”
“kau ingin tidur di
sini?”
“miao..”
“kurasa
kau memang ingin tidur setelah kenyang makan ikan” ia lalu memberikan ruang
kosong di sebelahnya untuk si kucing tidur.
Namun
ia sepertinya ingin bermain-main dulu dengan si kucing manis ini. Kegiatan
membaca bukunya ia hentikan. Kemudian meraih si kucing dan mengangkatnya
tinggi-tinggi. Dan ia baru sadar kalau kucing ini berjenis kelamin jantan. Ia
hanya sedikit kaget saat tau kucing semanis ini ternyata bukan kucing betina.
Mata
bulat si kucing begitu mempesona bagi pemuda itu. Ia pun terus mencoba mencium kucing
itu karena rupanya yang begitu menggemaskan. “mulai saat ini kau akan
menemaniku di rumah. Dan mulai sekarang namamu adalah…” ia berpikir cukup lama
untuk menentukan nama yang paling pas untuk kucing ini.
“ah,
sudah kuputuskan. Namamu adalah Dayu. Tidak begitu jelek, kan?” ia menyentil
ujung hidung si kucing dan kembali mendapat jawaban meongan dari si kucing.
“nah,
Dayu. Nama majikanmu ini Wang Qing, tapi Ibuku sering memanggilku Qingge.”
Qingge,
si pemuda kesepian itu kini memiliki teman yang akan menemaninya di rumah. Bukan
sesuatu yang buruk melihat kenyataan bahwa temannya ini adalah seekor kucing
jantan. Lagi-lagi ia tak peduli soal itu, yang ia harapkan adalah kucing itu
bisa membuatnya lebih tenang jika suatu saat ia menghadapi masalah.
Dayu,
si kucing liar yang baru mendapat tempat tinggal itu akhirnya tertidur pulas di
kasur empuk milik sang majikan. Sesekali ia memeluk tubuhnya dan melingkarkan
ekornya yang panjang, membuat Qingge semakin menyukai‘teman baru’nya ini.
Hari
demi hari berlalu, di rumah Qingge tidak terlihat sesuram dulu sebelum Dayu
datang. Sekarang, setiap Qingge pulang dari tempat kerjanya, ia selalu disambut
Dayu yang menunggu di tempat duduk sebelah rak sepatu. Dengan posisi yang
selalu menduduki sandal rumah Qingge, namun terkadang ia tertidur di sana
seperti menjaga sandal itu untuk Qingge.
Begitu
Qingge pulang, Dayu selalu mengeong keras dan mengusap-usapkan tubuhnya di kaki
Qingge. Sebagai balasannya, Qingge akan mengelus puncak kepala Dayu agar
membuatnya nyaman.
Seringkali
saat Qingge tak ada di kamarnya, Dayu lah yang terlihat berbaring di kasur.
Bermain-main dengan handsfree Qingge
yang sering ditinggalkannya di sana. Qingge yang melihatnya kemudian berpikir akan
membelikan tempat tidur khusus kucing agar Dayu tidak melulu meninggalkan
beberapa helai bulu di seprai miliknya. Qingge pun akhirnya membeli dan
meletakkannya di sudut ruang tamu. Semua hal yang disukai kucing pun ia beli
demi memanjakan Dayu. Kadang di saat ia sarapan sambil menonton tv, ia memberi
potongan kecil roti dan susu untuk Dayu. Dan kini ia lebih sering tersenyum
dibanding dulu. Semua berkat kucing manis bernama Dayu itu.
Namun
ada satu waktu di mana Dayu tidak mau berdekatan dengan Qingge, dan itu baru
disadari Qingge setelah ia merokok di dekat Dayu. Asap rokok yang ditimbulkan
membuat Dayu tidak nyaman dan memilih pergi menjauh.
Awalnya
Qingge tidak begitu memikirkannya, tapi di hari itu saat Qingge ingin
menyalakan rokok, ia tak menemukan pemantik apinya di tempat biasa. Ia mencari
ke seluruh tempat dan menemukannya tergeletak di dalam tempat tidur Dayu.
‘kenapa bisa ada di dalam sini?’ Tanya Qingge keheranan. Kemudian ia merasakan
tangannya menyentuh bulu kucing yang lembut, Dayu menghampirinya dan langsung
melompat ke sofa.
“kau
yang menyembunyikannya, ya?” Qingge menatap tajam ke arah Dayu lalu menyalakan
rokok. Ia sengaja menghembuskan asapnya tepat di wajah Dayu sebagai bentuk
hukuman, dan seketika itulah Dayu berlari pergi menjauh dari pandangannya.
Malam
harinya, Qingge tersadar bahwa sejak siang tadi Dayu belum kembali. Ia mencari
ke seluruh sudut rumahnya tapi hasilnya nihil. Ia baru ingat kalau Dayu pergi
saat ia merokok di dekat si kucing itu. Dalam hati ia berpikir mungkinkah Dayu
memang tidak menyukai kebiasaan merokoknya itu? Hingga malam makin larut pun
Dayu tak kunjung kembali, tapi Qingge masih optimis bahwa Dayu akan kembali
esok pagi.
Pagi
hari yang dinanti Qingge ternyata tidak seperti keinginannya. Dayu belum juga
kembali. Ia merasa seperti ada yang hilang dari dirinya dan itu membuatnya jadi
tidak tenang. Hari ini kebetulan hari libur dan ia menyerahkan pekerjaannya
pada pegawainya. Ia pun memilih tinggal di rumah sambil menunggu Dayu pulang.
Qingge melihat foto-foto Dayu yang berhasil ditangkap kamera ponselnya.
Foto-foto Dayu saat bermain gulungan wol dan saat tertidur pun, mengingatkan
Qingge kembali betapa menyenangkannya saat ia bersama Dayu. Ia menyesal telah
membuat Dayu pergi dari rumah.
Apa kau mengingatku?
Aku merindukanmu
Apa kau ingat aku yang terus-menerus khawatir padamu?
Kau tidak lupa rasanya berdampingan, ya kan?
Hari
ini ia bertekad mencari Dayu lagi dengan berbagai cara, termasuk menempel
selebaran ‘kucing hilang’ di semua tempat di sekitar rumahnya. Berharap cara
ini akan berhasil. Di saat Qingge hampir kehilangan kesabarannya mencari Dayu,
ia seperti mendengar suara kucing dari arah luar rumahnya. Dengan segera, ia
mencari-cari sosok itu dari halaman belakang dan terus menunduk melihat ke
bawah berharap mata sipitnya menangkap sosok Dayu yang ia cari.
Semakin
mencari ke halaman depan, ia justru mendengar suara seseorang. Secepatnya ia
menuju ke sana dan apa yang ia temukan bukanlah Dayu si kucing yang ia cari.
Qingge justru menemukan seorang pemuda yang tengah duduk di tangga teras
rumahnya dengan menenggelamkan kepalanya di antara kedua lutunya.
Tak
sampai semenit kemudian, pemuda itu mengangkat kepalanya dan menatap Qingge
lama. Kedua pasang mata mereka pun bertemu, Qingge sempat terpesona oleh mata
bulat bersinar yang dimiliki pemuda itu. Nampak familiar baginya.
Qingge
berjalan pelan mendekati sosok pemuda itu, dan semakin mendekat pemuda itu justru
bergerak mundur ketakutan.
“kau
siapa?” Qingge masih menatapnya lurus, memastikan pemuda itu bahwa tak ada yang
perlu ditakuti darinya.
Setelah
agak lama ditatap Qingge, akhirnya pemuda itu mengeluarkan suara “Qing..”
“Dayu?”
“Qing..”
Ini
bukan mimpi. Kucing menggemaskan yang selalu menemani Qingge hingga tertidur
kini menjelma menjadi sesosok pemuda manis bertubuh mungil dengan mata bulat
yang bersinar. Qingge masih belum percaya apa yang dilihatnya sekarang.
Jantungnya berdegup lebih cepat saat melihat wujud Dayu kini yang menjadi
manusia seperti dirinya.
“aku menemukanmu”
Dunia yang besar dan kita
yang kecil
Setelah musim panas ini, aku tetap harus melihat matahari terbenam bersama
denganmu
Sepanjang
hari itu, Qingge memperlakukan Dayu semakin baik. Ia tahu pasti Dayu belum
makan apapun sejak kemarin siang, ia pun mengajari Dayu makan dengan tangan. Walau
agak sulit, ia terus mengajarinya hingga terbiasa. Hidangan ikan kesukaan Dayu,
sudah Qingge siapkan di meja makan lengkap dengan sumpit di sebelahnya. Dengan gerakan
yang kaku, Dayu mencoba mengambil ikan dengan sumpit di kedua tangannya agar
bisa ia masukkan ke mulut. Qingge tersenyum lega melihatnya.
Kau bilang pertemuan
takdir kita
Adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan
Sejak saat itulah kau menjadi bagian dari duniaku
Sosok
Dayu yang telah berubah menjadi manusia tidak juga membuatnya bisa berbicara
seperti manusia pada umumnya. Yang dapat ia katakan hanya suara kucing dan
‘Qing’. Dengan begini ia tak akan pernah bisa memberitahu Qingge bagaimana ia
bisa berubah seperti ini.
Di
hari Dayu kabur dari rumah, ia pergi ke kuil dan berdo’a pada dewa agar
wujudnya bisa menjadi manusia dan ia bisa terus bersama dengan Qingge selamanya.
Dayu sudah mengetahui Qingge sejak ia masih bersama induknya yang tinggal di
sebuah kardus bekas buah persik. Di saat Dayu lapar dan butuh makanan dari
induknya, tiba-tiba Qingge datang sambil menggendong sang induk dan
mengembalikannya ke dalam kardus. Tak lupa Qingge memberikan beberapa potongan
roti untuk dimakan kedua kucing itu. Semenjak induknya mati, Dayu kemudian
mencari di mana Qingge tinggal dan di hari yang sudah ditetapkan itulah Qingge
menemukan Dayu dengan wujud kucing yang mengeong di depan rumahnya.
Di
kuil itu, Dayu memohon tanpa henti hingga pagi menjelang. Dan di saat itulah
dewa mengabulkan permohonannya. Wujud kucingnya berubah menjadi pemuda mungil
dengan sweater abu-abu yang sama
seperti warna bulunya dulu.
Dayu
menatap dirinya sendiri di cermin. Ia benar-benar sudah berubah. Bahagia sekali
ia saat ini, dapat kembali ke rumah dengan keadaan yang berbeda. Ia rindu
sekali pada kasur yang pernah menjadi tempat tidurnya dulu bersama Qingge.
Walau dengan tubuh manusia, tingkahnya masih terlihat seperti kucing. Ia terus
mengendus-endus bau seprai kasur Qingge dan memeluk tubuhnya erat. Tanpa ia
sadari, Qingge melihat tingkahnya dari belakang. Entah apa yang Qingge pikirkan
saat ini begitu melihat Dayu yang seperti itu. Tapi yang jelas Qingge tak akan
membuat Dayu pergi darinya untuk yang kedua kali.
Aku merindukanmu
Dan aku membutuhkanmu
Aku ingin terbang lebih jauh
Aku perlu kamu di sisiku
Sejak
Dayu pulang, hari-hari Qingge kembali seperti biasa. Sehabis pulang bekerja, ia
selalu disambut Dayu yang sudah membawakan sandal rumah untuknya. Dan yang akan
Qingge lakukan setelahnya adalah mengusap kepala Dayu dengan lembut. Qingge
sangat hapal apa yang dapat membuat Dayu merasa nyaman. Dan ia juga hapal apa
yang membuat Dayu tidak nyaman, yakni merokok di dekatnya. Tapi terkadang ia
tak bisa mengontrol kebiasaannya untuk melakukannya.
Seperti
malam itu, Dayu yang sekarang selalu tidur di kasur yang sama dengan Qingge. Sebelum
tidur, Qingge selalu membaca buku sambil mendengar lagu dengan handsfree. Tapi kali ini ia juga sambil
menyalakan rokok, dan saat itulah Dayu menatapnya tidak suka. Merasa
diperhatikan dari samping, Qingge menoleh ke arah Dayu dan menghembuskan asap
rokoknya. Dayu yang tidak tahan dengan asap rokok menjadi terbatuk karenanya.
Dengan segera Qingge mematikan batang rokok yang masih menyala itu dengan
terpaksa. Di sisi lain, terlihat sebuah senyum senang dari bibir Dayu.
Aku merindukanmu
Dan aku membutuhkanmu
Berbicara dengan lantang
Ingin mengejar semuanya sendiri
Tapi
Dayu akan sangat kesulitan jika harus mengubah kebiasaan merokok Qingge dengan
cepat. Setiap kali ia bersama Qingge, Qingge selalu membawa satu kotak rokok
beserta pemantiknya. Dayu sudah mencoba beberapa kali menyembunyikan pemantik
api itu, tapi selalu saja dapat ditemukan Qingge. Saat mereka makan siang kali
ini, Qingge baru saja menyantap makanannya sementara Dayu masih memakan roti
dan susu seperti biasa. Qingge mengeluarkan satu batang rokok dan meletakkannya
di bibirnya kemudian mencari di mana ia letakkan pemantik apinya. Dayu yang
melihatnya yang kebingungan mencari pemantik akhirnya mengeluarkan barang itu
dari sakunya dan meletakkannya di meja diam-diam. Ia tahu apa yang harus ia
lakukan saat itu juga, pergi menjauh saat Qingge sedang merokok.
Entah
karena lupa atau sesuatu hal yang lain, Qingge semakin sering terlihat merokok
di rumah padahal ada Dayu di sampingnya. Dayu lebih baik mengalah dan menjauh
daripada harus menyakiti paru-parunya. Tapi untuk yang kali ini ia benar-benar
sudah tahan dengan kebiasaan buruk Qingge. Walaupun ia tak bisa bicara manusia,
ia bisa melakukannya dengan tindakan. Saat Qingge merokok tepat di sampingnya, Dayu segera merebut pemantik itu dari tangan
Qingge dan menatap si perokok dengan tatapan kesal.
Merasa
Dayu tidak berhak melakukan itu, Qingge kemudian menindih tubuh Dayu dan
menatapnya.
“apa
yang kau lakukan tadi, kucing kecil?”
Dayu
hanya bisa diam menahan berat Qingge yang terus menindihnya.
“jangan
lakukan lagi, atau aku akan memakanmu” tepat setelahnya, Qingge menghembuskan
asap rokok di wajah Dayu dan berhenti menindihnya. Qingge lebih memilih pergi
dan menikmati rokoknya di luar.
Qingge
tidak tahu saat itu juga Dayu menahan batuknya dan kembali menutup wajahnya di
antara kedua lututnya “Qing..” ucapnya lirih.
Tidak
peduli jika Dayu harus menghirup asap rokok sebagai hukuman, yang ia inginkan
hanyalah Qingge harus berhenti merokok. Cara apapun akan Dayu lakukan jika itu
yang terbaik.
Masih
dengan rasa sesak di dadanya, Dayu pergi mengambil kotak rokok yang isinya
masih tersisa banyak. Ia kemudian menghancurkannya menjadi kecil-kecil sehingga
tak akan bisa dipakai Qingge lagi. Setelah itu ia pergi ke kamar untuk
menenangkan diri. Ia tahu Qingge pasti akan marah, tapi ia yakin cara itulah
yang bisa ia lakukan saat ini.
Saat
Qingge kembali menghabiskan rokoknya di luar, ia melihat semua rokoknya sudah
menjadi serpihan kecil bercecer di atas meja ruang tamu. Qingge tak bisa menahan
emosinya lagi, ia segera pergi ke kamar dan membuka pintu dengan kasar. Dan di
sana ia melihat Dayu yang duduk menyendiri di pojok ruangan.
“BERANINYA
KAU MENGHANCURKAN SEMUANYA!! APA HAKMU, HA?!” teriak Qingge di depan Dayu sambil
menunjuk tepat ke arah wajahnya.
“kau
tidak menuruti perintahku sama sekali! Tsk..Aargh!!” Qingge tidak tahu lagi apa
yang harus ia lakukan agar Dayu bisa mengerti, ia merebahkan tubuhnya di kasur
dengan tangan terlentang. Dayu ingin mengucapkan sesuatu, tapi ia tak bisa. Qingge
sudah terlanjur marah besar padanya.
Dayu
mencoba menggenggam tangan Qingge yang bebas, namun reaksi Qingge membuatnya semakin
sedih. Qingge menepis genggaman tangan Dayu dengan kasar dan berbalik
memunggunginya.
‘Qingge.. duibuqi*..”
Tanpa kusadari diam-diam
aku selalu memikirkan tentangmu
Dan masih bodoh untuk berpikir tapi tidak berani mengungkapkannya
Setelah
kejadian tidak menyenangkan itu, di malam harinya mereka tetap tidur bersama
namun tak ada yang saling berbicara.
Hingga keduanya pun tertidur dengan saling membelakangi satu sama lain. Dayu
merasa sangat sedih.
Esok
harinya, sinar matahari pagi menyeruak ingin masuk ke kamar dan membangunkan
Qingge yang masih tertidur. Qingge merasa ada yang aneh di sampingnya, tidak
ada keberadaan Dayu yang biasa memeluknya saat tidur. Ia membuka mata dan terkejut
karena tidak menemukan Dayu di sana, bahkan pakaiannya pun terlipat rapi di
atas bantal. Dengan panik Qingge mencari Dayu di seluruh kamar. Memanggil
namanya tanpa henti tapi tak kunjung menemukannya. Ia menyimpulkan kalau Dayu
pergi dari rumahnya karena kesalahannya lagi.
Pergilah
Qingge ke sekitar rumahnya hingga menuju jalan raya. Ia terus berlari, dan
sosok mungil yang ia cari tengah berada di seberang jalan dengan wajah yang
murung.
“DAYU
!!” Qingge pun langsung berteriak dan tanpa pikir panjang langsung menyeberang jalan raya yang sedang ramai oleh kendaraan.
Mendengar
seseorang meneriakkan namanya, Dayu menoleh cepat dan melihat Qingge yang
berlari ke arahnya. Saat itu juga dari arah kanan jalan terlihat mobil yang
melaju cepat ke arah Qingge.
“Qing!!!”
Tanpa memikirkan apapun lagi, Dayu segera berlari menyelamatkan Qingge dan
mendorongnya hingga ke tepi.
Mobil yang tengah melaju nyaris menabrak mereka
berhenti tepat pada waktunya.
Sementara Dayu yang mencoba menyelamatkan Qingge, terluka ringan di tangan
kirinya. Qingge membawa Dayu pulang dan mengobati lukanya. Selama Qingge
mengobatinya, Dayu terus memperhatikan setiap sudut wajah Qingge dan tanpa
sadar ia tersenyum sendiri. Perasaannya kembali menghangat.
“kau sedang lihat apa?” Tanya Qingge jahil sambil
menyentil hidung Dayu. Senyum Dayu semakin lebar, tanda ia merasa senang atas
perlakuan Qingge padanya.
“tolong jangan pergi lagi. Maaf kemarin sudah
meneriakimu”
Dayu menggelengkan kepalanya ‘tidak apa-apa’
“ternyata selama ini aku tak bisa melepaskanmu”
Wajah manis Dayu membuat Qingge tak bisa menahan
dirinya lebih lama, ditariknya pemuda mungil itu ke dalam pelukannya.
“kau bisa mendengar detak jantungku, kan?”. Dayu
mengangguk pelan.
Qingge kemudian melepas pelukannya karena mendegar
Dayu jadi kesulitan bernapas, ia kini yang tersenyum untuk Dayu. Tidak hanya
itu, Qingge membawa Dayu ke kamar mandi dan menahannya di dinding. Dayu yang
tidak mengerti apa yang sedang Qingge lakukan padanya, hanya diam saja. Sampai
Qingge mengangkat dagu Dayu agar mereka bisa saling bertatapan dan membiarkan
air shower membasahi tubuh mereka.
Dengan suaranya yang semakin berat, Qingge berucap
lembut “..aku membutuhkanmu.. aku merindukanmu”. Dan sukses membuat wajah Dayu
merona. Ia kembali teringat dulu dalam wujud kucingnya, Qingge memandikannya di
sini sambil berkata ‘aku tidak ingin
kehilanganmu’. Seperti mimpi, ah tidak.. ini benar-benar nyata!
Musim panas kali ini tidak selamanya membosankan
seperti musim panas Qingge sebelumnya. Kehadiran Dayu di hidupnya membuat ia
tidak merasa kesepian lagi.
Dayu, pemuda yang selalu membutuhkan dirinya,
Dayu, pemuda yang tak pernah mengeluh sedikitpun
padanya,
Dan Dayu lah cintanya..
Masa lalu yang tidak
terlupakan
Memulai kembali perjalanan
Seperti yang kau bilang bahwa ini adalah bagian dari musim panas yang kekal
-End-
*duibuiqi (對不起): I’m sorry
(bacotan
akhir: udah lama kaga bikin ff, pas mulai lagi hasilnya ga greget sama sekali
x’D)