Title : Except
Him
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Pair : KazukiXManabu
Notes : Hiatus fanfic
A/N : One of my hiatus fanfic dari sekian puluhan fanfic2 gw yang tak terselesaikan. Ending menggantung dan lagi2 janjinya mo dibikin sekuel (heleh, tekepret). Jangan komplen dengan endingnya (awas kalo ngomplen, gw kepret juga nih)
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Pair : KazukiXManabu
Notes : Hiatus fanfic
A/N : One of my hiatus fanfic dari sekian puluhan fanfic2 gw yang tak terselesaikan. Ending menggantung dan lagi2 janjinya mo dibikin sekuel (heleh, tekepret). Jangan komplen dengan endingnya (awas kalo ngomplen, gw kepret juga nih)
Except Him
Kazuki
tak mau berkomentar apapun ketika menyadari bahwa ia tak lagi duduk sendiri.
Siswa pindahan itu duduk di sampingnya dan mengajaknya berkenalan. Dengan sikap
seperti biasa, senyum ramah dan tutur kata yang santun. Tapi itu tak dapat
membuat hati sekeras Kazuki mau membalasnya.
Tidak akan.
Hanya
Kazuki yang tak menyambut baik kedatangan siswa tersebut. Lihatlah
teman-temannya yang lain, mereka sangat senang dan ingin sekali bisa
berekenalan dengan siswa tampan itu. Ya, dia sangat tampan sama seperti Kazuki
sehingga wajar banyak yang ingin untuk sekedar menyapanya.
Hampir
tiga mata pelajaran yang diberikan, Kazuki tak membuka suaranya sama sekali. Ia
agak menjauhkan diri dari siswa baru yang diketahui bernama Manabu itu. Hanya
suara ketukan pulpen yang sengaja ia timbulkan, dan beberapa halaman kertas
yang ia bolak-balikkan. Ia sengaja agar konsentrasi Manabu pecah, lalu tidak
suka, kemudian marah, dan akhirnya memutuskan untuk pindah dari tempat duduknya
kini. Kazuki sudah berpikir sejauh itu, tapi nyatanya Manabu tetap fokus dan
mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Kazuki
sendiri juga tak punya alasan yang jelas kenapa ia tak menyukai anak itu,..—merasa
tersaingi-- mungkin. Mengingat predikatnya di sekolah ini adalah yang terbaik
dari segi atletik, ditambah wajahnya yang ‘menjual’. Ia agak risih dengan
Manabu karena baru hari pertama anak itu masuk, ia dan Manabu sudah
dibanding-bandingkan. Manabu jelas lebih cerdas di bidang matematis namun lemah
di olahraga, sedangkan Kazuki kebalikannya. Teman-teman sekelas Kazuki akan
sangat terbantu dengan Manabu yang mau mengajarkan semua mata pelajaran, dan
mereka tau kalau Manabu pasti tak akan menolak. Tapi Kazuki tidak terlalu
mengerti pelajaran berhitung, dan membuat perhatian teman-temannya semua
tertuju pada Manabu.
Kazuki
akan sangat senang jika jam pelajaran olahraga di mulai. Di sini ia bisa
menyombongkan diri dan memperlihatkan bahwa Manabu si cerdas tak akan bisa
apa-apa melawannya. Semua cabang olahraga Kazuki kuasai, berbanding terbalik
dengan Manabu. Manabu mengakui kehebatan Kazuki dan selalu memujinya. Ia juga
pernah meminta Kazuki untuk mengajarkan semua cabang olahraga. Tapi apa, ejekan
dan kata-kata sinislah yang keluar dari mulut Kazuki. Ia puas sekali sudah bisa
mengalahkan Manabu.
Tanpa
sepengetahuan Kazuki, Manabu sering melihat PR-PR Kazuki yang belum dikerjakan.
Ia selalu mengisinya dengan jawaban yang sama ia kerjakan. Ketika Kazuki duduk
kembali, ia terkejut dengan buku-buku pekerjaan rumahnya yang sudah terisi
jawaban, dan ia yakin kalau itu semua benar. Dalam hati Manabu, ia senang bisa
membantu Kazuki, dan tanpa sadar ia menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah.
Kazuki tak peduli siapa yang mau menyempatkan dirinya untuk menuliskan jawaban
di bukunya. Ia hanya diam, mungkin sudah mengetahui siapa pelakunya.
“ini sudah kesekian kalinya kau menuliskan jawabanmu di bukuku. Kenapa kau melakukannya?” Kazuki memergoki Manabu yang tengah menyalin PRnya ke buku Kazuki seperti biasa. Ia sangat terkejut dan tak bisa berkata apapun, ia seperti pencuri yang tertangkap basah. Ia semakin gugup mendengar langkah kaki Kazuki yang mulai mendekat.
“untuk
apa kau melakukannya? Apa kau kasihan padaku yang tak pandai sepertimu, ha?!”
kembali Manabu tak mampu menjawab.
kembali Manabu tak mampu menjawab.
Kazuki
sengaja menutup pintu kelas agar ia bisa menginterogasi Manabu. Masih
menggenggam pulpen, Manabu sedikit gemetar dan tak sanggup mendongak, menatap
wajah Kazuki yang selama ini ia inginkan. Di saat seperti ini, ia hanya bisa
pasrah.
“jangan
pura-pura tuli. Aku tau semua yang kau lakukan pada buku-bukuku. Aku tak akan
berterimakasih padamu karena aku tak pernah meminta kau menuliskannya” ucap
Kazuki dingin “dan aku akan meminta guru-guru itu merubah semua nilai
milikku..”
Kazuki
berancang-ancang untuk pergi, namun sebuah genggaman tangan dapat ia rasakan
cukup erat. Ia menoleh, alisnya hampir menyatu melihat Manabu tengah
menggenggam tangannya tapi tak menatap dirinya.
Hening
mendadak, namun akhirnya pecah saat Kazuki mendengar Manabu terisak. Kaget
begitu ia akhirnya tau Manabu yang biasanya selalu mengumbar senyum kini
menangis di depannya.
“aku minta
maaf...”
Manabu
sudah lelah dimusuhi terus-terusan oleh Kazuki. Ia ingin sekali saja Kazuki
menyebut namanya, memperhatikannya dan mempedulikannya. Ia dongakkan perlahan
wajahnya, mencoba tak takut melihat wajah amarah Kazuki. Melihat Kazuki pun
Manabu tak sempat menghapus air yang sudah membasahi wajahnya. Ia merasa sudah
sangat buruk dihadapan Kazuki.
“kau
tidak perlu minta maaf dari seorang yang bodoh sepertiku”
“tidak. Itu tidak benar..” potong Manabu “aku hanya ingin membantu Kazuki”
“tidak. Itu tidak benar..” potong Manabu “aku hanya ingin membantu Kazuki”
Kazuki tersenyum
sinis “kau sama saja dengan penipu. Dengan begitu kau pikir aku akan menjadi
cerdas?! Tidak! Kau hanya akan menambah buruk keadaan” Manabu makin bersalah
dengan ucapan Kazuki yang begitu menusuk.
“aku tak pernah
punya kesempatan mendengar semua jawaban atas pertanyaanku padamu. Kau selalu
diam dan mengacuhkanku..”
“lalu
kau mau apa?!” bentak Kazuki
Manabu menghapus
air matanya dengan punggung tangannya “aku ingin Kazuki peduli padaku. Walau
sedikit saja..”
Dengan
kasar, Kazuki menyingkirkan tangan Manabu dari tangannya. Ia makin membenci
orang bernama Manabu itu. Manabu sudah masuk dalam black list seorang Kazuki.
Dalam rasa keputusasaannya, Manabu memilih diam ketika Kazuki sudah pergi. Otaknya terus bekerja memikirkan kesalahan apa yang pernah ia buat sehingga menyebabkan Kazuki sangat membencinya. Sesuatu hal darinya ataukah kehadirannya.
Manabu
menangis lagi.
Selama
pelajaran hari itu, Kazuki tetap tak berbicara pada Manabu. Bahkan ekspresinya
jauh lebih mengerikan dari kemarin. Manabu yang biasanya selalu mencoba
mengajak Kazuki bicara, kini juga diam. Ia bersalah sudah membuat Kazuki makin
menaruh dendam padanya. Ia mencoba tak menangis, tapi hatinya sudah terlampau
sakit. Saat lelah mencapai puncak, ia menunduk lama. Menggigit bibir bawahnya
agar tak menimbulkan suara kalau ia sudah benar-benar menangis. Manabu tersiksa
dengan sikap Kazuki yang seperti itu.
“apa
ini?” Kazuki bingung melihat selembar amplop putih sudah berada di dalam
lokernya. Tanpa tulisan pengirim dan asal-usul yang jelas darimana amplop itu
berasal.
Ia
tak langsung membukanya, melainkan hanya menaruhnya di kantong tasnya begitu
saja. Setelah menyimpan buku-buku pelajaran di lokernya, ia menutup pintu dan
menguncinya. Kembali ia menenteng tas gendongnya dan bersiap untuk pulang.
Selama
ia berjalan pun ia tak menyadari kalau sepasang mata sedari tadi terus
mengawasinya dari tempat penyimpanan loker sampai gerbang sekolah. Seperti tak
lelah mengawasi gerak-gerik Kazuki, ia terus melihatnya dari jarak jauh. Dalam
hati orang itu tersenyum senang, karena Kazuki mengambil amplop itu dan
membawanya pulang. Ya, dialah pengirim amplop itu pada Kazuki.
Merasa
tak penasaran dengan amplop tanpa nama itu, Kazuki sengaja membiarkannya masih
tersimpan di dalam tasnya. “paling-paling hanya fans” sombongnya.
Ia
pun belajar seperti biasanya, dua setengah jam setiap hari. Setelah selesai dan
tak ada pekejaan lain lagi, barulah ia mengambil amplop itu dari sana dan mulai
membukanya.
Ternyata isinya
surat.
Surat
yang ditulis dengan rapi dan tanpa coretan sana-sini. Tulisannya bagus seperti
tulisan perempuan. ‘Pastilah ini fans rahasia’ pikirnya.
Paragraf
pertama dan kedua ia baca, sebuah ungkapan isi hati si penulis tentang Kazuki.
Paragraf ketiga sekaligus terakhir menceritakan hal
yang selama ini Kazuki lakukan terhadap si penulis. Dari hal kecil sampai yang
terbesar. Kazuki tak percaya dengan semua yang ditulis orang ini. Ia sudah
menduga bahwa si penulis adalah orang yang selama ini ia benci.
Si
makhluk cerdas, Manabu.
F.T.H
(Finished Till Here)
(Finished Till Here)
Tambahan : lebih
baik seperti ini daripada disimpen terus di
folder Yuki (netbook acer putih gw) kelamaan ntar malah jamuran. Keknya
nih fanfic gak bakal kulanjutin deh.. karena ada sesuatu yang menghambat proses
penulisan ini (beneran loh iki). Doa’in saja saya supaya lulus UN 100% tahun
ini. Ganbarimasu!!!
No comments:
Post a Comment