Thursday, February 23, 2012

Fanfic Jika Aku Jadi Mogu


Title : Jika aku jadi Mogu
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Fandom/Pair : Alice Nine/HirotoXAuthor
Chapter : Oneshoot aja, gau usah panjang-panjang
A/N : gyahahahaa~~~~ penpic dengan chara saiia dengan sang suami tercinta yang the first. Saiia tu soalnya iri plus cemburuan sama si Mogu itu. yah, wajarlah jadi anjing piaraan suami terkadang envy jugag. Kisahnya saiia jadi Mogu *gak usah ketawa!!* o>,<o. enjoy reading…



“hoaahhhmmmm” aku terbangun dari tidurku, karena mendengar sebuah melodi yang cukup keras dan memekakkan telingaku. Aku pun bangkit dari peraduan, tapi ada sesuatu yang aneh. Ini bukan kamarku, dan juga kenapa aku bisa tidur di lantai? Hatiku bertanya-tanya, ini kamar siapa? Dan kenapa aku bisa di sini. Maka kucari cermin untuk melihat rupaku bangun tidur saat ini. Dan OH MY GOD!!!!!
“kkk…kenn…kenaapa.. bisa begini??” di pantulan cermin itu jelas sekali itu bukan aku, tapi kenapa yang satu-satunya menghadap cermin hanyalah aku? Aku bukan manusia,, aku…. Seekor anak anjing…
Masih antara percaya dan tidak percaya, ak..akku sudah menjadi anjing? Jangan-jangan ini kutukan… OH TIDAAAAAAKKKK!!!!!!!!!!!
Kuteriak sekencangnya, dan tak lama dari pintu kamar ini terbuka. Ada orang yang masuk.
“Oh, Mogu kenapa kau menggonggong seperti itu? Berisik sekali”. Oh Tuhan, dia kan Hiroto… gitaris favoritku, kenapa dia ada di sini? Dan tadi dia bilang apa? Mogu? Itu berarti, aku anjing piaraannya.. dan ini kamarnya….haa???? Ini bukan mimpi kan?
Dia menggapaiku dan menggendongku, astaga dekapannya erat sekali. Rasanya badanku mulai panas dan darahku serasa mengalir ke atas… kalau ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku….
“Mogu-chan, papa hari ini mau syuting PV, kali ini kau ku ajak. Tapi jangan bandel ya~~”
“Kaing…kaingg…kaingg”
“kau bicara apa sih? Aku mana mengerti ucapan anjing”
‘APPPAAA????!!! Jadi dari tadi aku tak bicara seperti manusia lagi??!’
“OK. Ayo berangkat”


Di tempat syuting
Aku dibawa Hiroto masuk ke tempat syuting, masih dalam gendongannya. Haha, jarang-jarang ada kesempatan begini, lumayan juga. Perlahan ia berjalan makin masuk dan sesekali ia menyapa para kru dan staf yang sedang mempersiapkan alat-alat syutingnya.
“kaing..kaing..”            à‘tempatnya keren!!!’
“eh? Apa? Kau suka tempatnya?”
“kaing..kaing..” à‘iya dong, apalagi kau ada di dekatku.. hahaha’
“nah, itu Shou. Hei Shou?” Hiroto memanggil Shou yang berada tak jauh dari tempatnya ia berdiri saat ini
“eh?? Oh, Pon. Apa kabar?”
“baik”
“um, kau bawa Mogu? Tumben-tumbenan, ada apa nih?” tanya Shou ingin tahu
“gak papa aja. Sekali-sekali kan gak ada salahnya ngajak dia. Ya kan Mogu?”
“kaing..kaing…”à “mau digendong Shou…”
“kau mau apa?” Hiroto terlihat bingung melihatku yang terus berontak untuk bisa lepas dari gendongannya
“keaknya dia pengen turun deh. Coba turunkan dia” saran Shou
Dan akupun turun, menggonggong di depan Shou. Berharap ia mau menggendongku
“hei. Sepertinya dia pengen kamu yang gendong”
“oh benarkah. Mogu, ayo sini”
‘KYAAA~~~~ senangnya.. bahagia hidupku rasanya~~~~” *author nosebleed sambil bayangin jadi kenyataan*
“OII, Shou, Pon. Ayo latihan, malah pacaran lagi di situ!” dari jauh Tora sudah teriak-teriak keak orang gila. Mumpung dia ada, cari kesempatan ahhh~~~
“kaing..kaing..”
“ada apa lagi, Mogu-chan~~” tanya Hiroto lagi
“jangan-jangan mau minta gendong Tora” Shou mengira-ngira
“coba kau turunkan dia” saran Hiroto
“tuh kan bener, ni anjing kenapa sih? Gak biasanya dia manja-manja keak gini? Huft*sigh*”
“ato jangan-jangan dia kena sindrom lagi…” tebak Shou
“sindrom paaan?”
“sindrom minta gendong orang-orang cakeb” jawabnya innocent
“huuu.. ngarang!!!”
“oke deh, ayo cepet syuting”
“baik”

Sementara mereka sedang syuting, leherku diikat pake tali anjing dan dikaitkan di tiang kecil. Lama-lama bosan juga nunggu di sini, rasanya pengen jalan-jalan tapi gimana mo jalan, gerak aja susah.
“yak, ambil gambar selesai!” teriak salah satu kru yang bertugas, sepertinya itu sutradaranya.
“halooo Moguuu?? Apa kabar?” sesosok wajah sudah berada tepat di depan wajahku dengan ekspresi yang berseri-seri. Ia melepaskan kaitan leherku dan lalu menggendongku. Siapa dia? Yap, benar.. dialah Saga. Setauku, Saga senang sekali dengan Mogu… berarti ini kesempatan,, hahaha… dapat gendong deh dari Saga tanpa harus bersusah payah mohon-mohon….
“Hiroto,, aku bawa Mogu ya” Pinta Saga agak memohon
“haa?? Ke mana?”
“ke mana aja bole, yang penting asik, kan udah gede~~~”
‘WTF!!!, Saga ngomongnya kok keak orang Indonesia sih?’ batinku heran
“yaudadeh, terserah aja”
“Mogu, kita samperin Nao, yuk”
“kaing…..”à ‘iyaaaaaa~~~~’
“Nao-shi~~~”
“apa?”
“lihat aku bawa siapa?”
“Mogu-chan kan? Tumben si Pon bawa dia ke sini”
“aku juga gak tau, tapi aku senang. Karena aku kangen sama Mogu, aku senang mainin bulu-bulunya…hihihi”
“huh, kau ini. Coba deh sini aku mau pegang juga”
“jangan lama-lama”
“iya-iya”
“Mogu-chan~~~Nao di sini, kau masih ingat aku kan?”
“guk..guk…guk..”à ‘yaiyalah aku ingat, hehe.. dapat gendongan Nao gratis’
“oh, kau pintar sekali Mogu-chan. Langsung menyahut”
“guk…guk..guk…”à ‘yaiyalah, gw kan manusia..’
“Saga! Nao! Ayo ke sini cepat, syutingnya mau di mulai” teriak Hiroto dari kejauhan
“oke, bentar ya.. aku ikat Mogu dulu” ucap Saga sambil mengambil tali ikatan leher’ku’

‘ih, kenapa Saga musti ngiket aku jugag???? Kan sakit!!’
Kulihat di sekelilingku banyak orang berlalu lalang, ada yang ngangkatin kamera, bawa seperangkat alat make-up, trus sampe ada yang bawa-bawa air minum buat yang lagi syuting. ‘Lama-lama capek jugag nangkring di sini, lepasin aja kali ya?’
‘lepasin aja ah ikatannya, mumpung sekarang gak ada orang lewat’
Kubuka ikatan leherku perlahan supaya tak ada yang mencurigai. Alhasil akhirnya aku terbebas juga.
‘jalan-jalan ah,,’
Lama sudah aku keliling lokasi, yang kulihat hanya itu-itu saja. Tapi pandanganku langsung tertuju ke sebuah gelang hitam yang ku kenal. Benar saja, itu gelang milik Hiroto yang dari tadi ia pakai dan sekarang berada di sebuah meja. Lebih tepatnya ujung meja.
Meja kayu itu biasa saja, namun apa yang kulihat di bawahnya membuatku takut, karena gelang itu pasti sebentar lagi akan jatuh ke ember yang berisi air di bawah meja. Memang sih tak apa-apa kalau gelang itu nanti jatuh, tapi aku tau gelang itu berharga buat dia.
Segera aku lompat hingga tiba di atas meja. Sialnya, aku tak tau kalau permukaan meja itu basah karena air. Licinnya meja membuatku kehilangan keseimbangan dan terpeleset. Mengingat di depanku sudah ada gelang Hiroto, cepat-cepat ku ambil dan…..
 BYURRR…..
--
--
--
“Eri!!!!!” Seseorang berteriak di depanku sambil mengguyurkan air tepat di wajahku..
“ha? Ibu!!!!” dan ternyata itu ibuku
“kenapa aku disiram?!”
“ini sudah jam berapa?! Cepat mandi dan berangkat sekolah! Dasar tukang tidur” omelnya panjang lebar
“huh, ibu.. lagi asik-asik mimpi indah malah disiram air!”
“cepat sana! ibu tunggu di meja makan”
“iya…”
Aku pun beranjak dari tempat tidur dengan malasnya. Tapi, sepertinya ada yang aneh dengan pergelangan tanganku. Kucoba melihatnya, dan oh my god ….
….
“kenapa gelang Hiroto ada di sini?”

__OWARI__

Author said : pengen ketawa aja pas baca nui penpic ancur.. (_ _”)a

Fanfic Ruki the GazettE, dedicate for his b’day (Chapter 2, last chapter)

Title : “DON’T CALL ME –CHAN AGAIN!!”
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : 2/2 ~end~
A/N : this fic is my gift for Ruki’s b’day, on February 1st this year. and I think he still cute like as child 5 years old, although this year he almost 30th years old. so old isn’t it?
Disclaimer : this story real my own!!! *maksa*



__01-02-2012__
00.01 a.m Japan time

“OTTANJOUBI OMEDETTOU, Ruki-chan!!!!”
Suara keempat pria ini telah membangunkan Ruki dari tidur malamnya yang nyenyak. Ditambah suara letupan aksesoris ulang tahun dan terompet yang membuat berisik di telinga Ruki. Mau tak mau Ruki harus membuka matanya lebar-lebar.

“Ruki-chan, selamat ulang tahun” Uruha yang mengenakan topi segitiga khas ulang tahun itu menyerbu Ruki dengan pelukan hangat.
“Ruki-chan, omedettou ya^^” sekarang Aoi yang memberikan pelukan dan mengusap-usap punggung Ruki.

“omedettou Ru-chan,, ini kue ulang tahunmu” buru-buru Reita menghampiri Ruki dengan membawa kue ulang tahun ditambah lilin angka tiga puluh di atasnya

Yang sedari tadi dipeluk itu tak merespon apapun, mau membalas pelukan tapi nyawanya belum seutuhnya terkumpul.  Ruki jadi seperti boneka panda yang terus dihujani pelukan erat nan hangat.

“Ruki, tiuplah.. tapi ucapkan make a wish mu dulu” kini Kai yang bicara. Seolah tak mau ketinggalan adegan dialog.

Ruki menutup mata, mengaitkan jari jemarinya di depan dada. Khusyuk sekali ia memohon.
‘Tuhan, aku hanya ingin dewasa dan semua teman-temanku memanggilku dengan –san atau –kun. Karena aku benci panggilan –chan. Kumohon kabulkanlah do’aku. Amin’
Dan tiupan panjang memadamkan api lilin yang menyala di atas kuenya. Perasaan Ruki jadi lega dan ia berharap semoga apa yang ia mohonkan tadi dapat terkabul

“Ruki tadi minta apa?” tanya Uruha penasaran

“mm,, Ruki ingin dewasa dan kalian jangan panggil Ruki dengan –chan lagi. Sebenarnya Ruki gag suka dipanggil seperti itu”

“oh, Ru-chan.. tapi aku suka dengan panggilan itu..” Reita memeluk Ruki dan menangkup pipi Ruki yang tembam itu

“masalahnya aku gag suka Rei!!” Ruki membentak Reita, kata—katanya terlalu keras untuk si empunya yang berulang tahun

“Ruki-chan mau dipanggil –san, ya?” celetuk Uruha, spontan Ruki menanggapinya dengan anggukan semangat

“baiklah~~~ kalau itu keinginan, Ruki-chan.. upss Ruki-san maksudnya.. kami akan memanggilmu seperti itu^^”
“iya, Ru.. karena sudah sepantasnya kau dipanggil begitu. Ya, kan Rei?” Aoi melirik ke arah Reita yang masih cemberut, ia segan untuk memanggil Ruki dengan –san. Karena ia sudah terbiasa dan menyukai panggilan –chan untuk Ruki

“akhh!! Iya, iya. Ruki.. err.. Ruki-san.. AARRGHHH!! Tetap saja tidak bisa! Ayolah, Ru… buat pengecualian. Aku kan pacarmu” Reita jadi frustasi sendiri mengatakannya. Seperti ada yang mengganjal di hatinya ketika ia mengucapkan ‘Ruki-san’

“kenapa sekarang malah kau yang seperti anak-anak, Rei” potong Kai. Ucapannya membuat ke tiga temannya tertawa. Dan Reita hanya bisa berekspresi
o(>< )o, ditambah rona merah di pipinya karena malu

“dasar kau ini! Untukmu aku beri pengecualian! Tapi ingat, jangan berelebihan ketika kau memanggilku!”

“iya, iya!! Ru-chan,,,, aku makin menyayangimu” Reita pun semangat lagi dan menyerbu Ruki dengan pelukan. Diciuminya pipi Ruki karena gemas. Ruki hanya bisa merona mendapat perlakuan ini.


“oke oke! Sekarang saatnya potong kuenya, Ruki~~” ucap Kai yang langsung menghentikan ‘aksi’ Reita memeluk Ruki tadi
Kai menyerahkan pisau kue transparan ke arah Ruki, dan Ruki mulai memotong kue ulang tahunnya itu perlahan. Menempatkan potongan kue coklat itu di sebuah piring kecil.

“mau kau beri siapa potongan pertama itu, Ru?” tanya Uruha sambil mengerjap-ngerjapkan matanya centil. Uruha, Aoi, dan Kai pasti sudah tahu kalau Ruki pasti akan memberikan itu pada Reita. ‘Ya, tidak salah lagi’ batin mereka dalam hati.

“umm.. ini untukmu Kai-kun”
Empat pria tampan itu melongo, bahkan Kai sendiri yang sudah disodorkan kue oleh Ruki pun masih bengong. Apalagi Reita, padahal ia sudah berbangga hati bersiap menerima potongan kue pertama itu dari Ruki tercintanya.

“kenapa diam saja? ini… apa mau Ruki suapin?” ucap Ruki yang semakin memaksa Kai untuk makan, --paling tidak ya sesuap saja lah--. “ayo, Kai-kun.. buka mulutnya.. aaaa…”
Kai menurut saja, tak sanggup melihat wajah Reita yang sudah envy melihat Ruki menyuapinya.

“dan ini untukmu, Rei..” Ruki membalikkan badan yang sekarang menghadap Reita. Begitu kaget Ruki melihat Reita sudah merengut kesal ketika ia harus mendapat potongan kue ‘sisa’ dari Kai. Reita begitu tak terima.
Ruki bertanya dengan polosnya “Rei, kenapa cemberut?”

“kenapa kau berikan kue pertama tadi ke Kai? Bukan padaku, Ru-chan?” nada Reita sedikit dinyaringkan

“oh, karena itu? hehehe,,, itu karena Kai-kun udah baik sama Ruki. Waktu kemarin, Kai-kun nemenin Ruki ngobrol dan menasehati Ruki. Kai-kun, arigatouu~~~”

“tapi….” Reita masih tak terima

“nih, Ruki beri spesial.. Ruki beri kue ini semuanya untukmu, biar gag cemberut lagi” senyuman tulus Ruki akhirnya dapat mematahkan kekesalan Reita.

Pipi Reita jadi bersemu merah, “uhh, Ru-chan…”
“tuh kan.. kenapa sekarang malah kau yang seperti anak kecil, Reita?” sindir Ruki sambil melirik sipit ke arah kekasihnya itu.

“sudah ah! Sekarang mendingan kita nonton aja daripada bahas seperti ini!!” tawar Reita, ia sudah mulai bete dari tadi dibuat malu terus

“YOSH!!! Nonton apa yak kira-kira?” Uruha memegangi dagunya, seolah berpikir

“gimana kalau…. Film terbarunya Miyabi?” ucap Ruki dengan wajah innocentnya yang imut-imut itu >///<

“O__o’ “

Ke empat member lain pun berbisik tanpa Ruki.
‘jangan biarkan Ruki nonton yang begituan. Biar dia udah dewasa, tapi dia masih chibi! Dan ke-chibiannya itu merupakan aset berharga the GazettE. Cegah dia jangan sampai nonton!!!’

“kalian bisik-bisik apa, sih? Kok Ruki gag diajak?”

“gag papa kok!! Mendingan kita nonton Doraemon the movie terbaru aja deh..” tawar Kai
“kenapa?” Ruki memelas

“karena Aoi Cuma bawa DVD itu aja, Ruki~~~. Mau ya?” Uruha terus meyakinkan Ruki dengan segala jurus jitu yang ia punya

Mau tak mau Ruki menonton film Doraemon, tak sesuai apa yang diinginkannya “yaudah deh.. nonton itu aja”

Dalam hati mereka berempat bersorak kegirangan
‘yes!!! Akhirnya dia mau jugag!! Dengan begini Ru-chan kita masih virgin!’

Alhasil, di apartemen Ruki mereka berlima menonton Doraemon the movie –yang entah judulnya apa— hingga pagi menjelang.

__OWARIMASU__

Author said : fic ini adalah kado eke buat Ru-chan, suami kedua eke… ohohohoho…. Semoga dia sukii, walopun 100% pasti Ruki gag suka dikasih yang beginian.. yang jelas, happy b’day yak Ru-chanku tercinta.. istrimu ini akan selalu setia padamu.. ^^ *tebar menyan*


Obrolan singkat author dengan salah satu reader ngotot
R : “hei author, kenapa dibikin dua chapie sih? Padahal kan bisa dibikin oneshoot aja”
A : “pertamanya sih emang oneshoot, tapi karena ide gw yang melebihi batas kewajaran. Maka jadilah fic nui dibikin dua”
R : “pokoknya dibikin oneshoot aja!”
A : “lu kok ngotot! eh, sekarang gw tanya sama lu. Nui penpic, penpic sape?”
R : “punya lu”
A : “trus ide, ide sape?”
R : “punya lu jugag”
A : “MASALAH BUAT LO!!!”
R : “#$@^%*($%??//!!^%”

Fanfic Ruki the GazettE, dedicate for his b’day (Chapter 1)

Title : “DON’T CALL ME –CHAN AGAIN!!”
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : 1/2
A/N : this fic is my gift for Ruki’s b’day, on February 1st this year. and I think he still cute like as child 5 years old, although this year he almost 30th years old. so old, isn’t it?
Disclaimer : this story real my own!!! *maksa*

__31-01-2012__

‘akhh,, besok ulang tahunku. Bener-bener gag ada harapan..’ dengus Ruki dalam hati. Ia juga tak tau harus berbuat apa di hari ulang tahunnya besok

Ya, besok satu Februari di mana ia akan berulang tahun ke tiga puluh

“bersikap santai aja lah. Toh, aku juga gag bakalan nikah” ucapnya terselip sikap optimis. Ruki dengan segera langsung pergi bergegas menuju ruang make up di sebelah



“hi, Ruki-chan… dari mana saja?” Uruha yang sedari tadi berada di depan meja rias itu bertanya ketika Ruki baru duduk di sofa sebelahnya

Dengan posisi berbaring di sofa, ia menjawab sekenanya “tidak dari mana-mana, Uruha-san”

Sedikit Uruha melirik ke arah Ruki melalui pantulan meja rias di depannya, memperhatikan mood Ruki saat ini. Dan benar saja apa yang dipikirkan Uruha, Ruki sedang bad mood.

“lagi bete, ya Ruki-chan?”


“gag kok. Oh, ya Reita mana?” seakan tak mau ditanya-tanya lagi oleh Uruha, Ruki pun mengganti topik pembicaraan

“dia tadi pergi ke kantin sama Aoi-kun, mungkin sekarang masih di sana. Kau mau menyusul?” ucapnya sambil terus memperbaiki rambut coklatnya dan dilanjutkan dengan memoles blush on tak terlalu terang di pipinya


“sebaiknya begitu. Ruki pergi dulu ya, Uruha-san”

“hati-hati Ruki-chan.. dan bilang supaya Aoi-kun cepat kembali ke sini”

Sambil berlalu pergi, Ruki hanya menanggapi suruhan Uruha dengan anggukan sedikit malas. Sebenarnya ia tak terlalu suka dengan panggilan ‘Ruki-chan’ yang diberikan padanya. Memang sih ia yang paling muda di band, tapi ia merasa embel-embel chan itu terlalu kekanakan untuknya yang sudah hampir berumur 30 tahun. Tapi Ruki juga tau, itu artinya Uruha sangat sayang padanya.

‘kenapa aku jadi menemui Reita sekarang?’ Ruki bertanya pada dirinya sendiri. Padahal ia tak berkeinginan untuk bertemu Reita, atau bahkan yang lainnya pada hari ini maupun besok. Seperti ada dorongan saja yang menyebabkan ia agar segera menemui Reita, yang notabene adalah pacarnya.

“oii, Ruki chibi! Kemarilah!!” seru Reita dari jarak yang cukup jauh dari Ruki. Ia jadi terheran heran, kenapa mata Reita bisa mengetahui keberadaan Ruki walau jarak yang cukup jauh seperti ini. Padahal kalau dipikir logika, mata Reita itu sipit sekali. Dan Ruki hanya bisa menghela napas cukup dalam dan berpikir ‘tak ada salahnya juga menghampirinya, toh sudah terlanjur’

Ruki pun menuju meja yang di depannya sudah berada Reita dan Aoi duduk di sana, “Ruki-chan, kok sendirian aja?” tanya Aoi.
‘akh, Aoi-san kenapa malah ikut-ikutan Uruha-san pakai –chan segala sih?’ protes Ruki dalam hati. Batinnya serasa marah, tapi ia tak bisa memarahi mereka yang sudah memanggilnya seperti itu.

“iya, Ruki sendirian saja Aoi-san. Oh, iya tadi Uruha-san berpesan kalau Aoi-san harus segera kembali menemuinya”

“suit,, suit,, Aoi dan Uruha. Tak pernah terpisahkan. Hahahaha” gelegar tawa Reita terdengar hampir ke seisi ruangan, tak terkecuali gendang telinga Ruki yang sedikit kaget dengan suara Reita yang ‘fals’ itu


“oke,oke.. nih uang makanku ini. Nanti kamu bayarkan ya, Rei” Aoi mengambil dompet di kantong celana depannya dan mengambil beberapa uang yen di dalamnya, lalu meletakkannya di meja


“iya. Sudah cepat sana pergi, temui putrimu. Dan biarkan aku berduaan saja dengan Ruki chibi-ku”

“hush!” spontan Ruki menyikut lengan Reita, tak mau ia bersuara lebih nyaring lagi

“daag, Ruki-chan” Aoi melambaikan tangannya pada Ruki

“awas kau Aoi, jangan panggil Ruki-ku dengan sebutan –chan!!!”

Aoi tak menanggapi serius hardikan Reita padanya. Ia terus berlalu meninggalkan Reita dan Ruki

“Ru-chan,, sini deh deket sama aku” tawar Reita atau lebih tepatnya menyuruh tanda kutip maksa

Mau tak mau Ruki meladeninya, walau kehendak hati merasa malas. Ruki duduk tepat di seberang meja tempat duduk Reita.

“kenapa makan gag ajak Ruki?” Ruki bertanya sedikit dengan penekanan, suasana hatinya tambah jelek gara-gara Reita tak mengajaknya makan padahal dia lagi lapar

Reita tersedak mendengarnya, sisa makanan yang masih ada di mulutnya sedikit muncrat keluar


“tadi aku cariin Ru-chan ke mana-mana tapi gag ada” kilah Reita

Dan Ruki tak menggubrisnya


“mm,, Ru-chan mau makan sekarang?” Reita mencoba mendinginkan ‘amarah’ Ruki padanya


“gag nafsu makan. Ruki mau ke studio lagi”

“hei!! Kenapa cepat sekali? Tak mau menemaniku sebentar saja di sini?” Reita mencegah Ruki yang sudah bangkit berdiri meninggalkannya dengan ekspresi memelas


“Ruki masih ada urusan dengan Kai-kun. Kau makan saja sendiri, masa tidak bisa?” ucapnya tegas

“tapi Ru-chan…”
“jangan panggil Ru-chan! Karena Ruki bukan anak-anak!” aura Ruki makin kentara dengan kata-katanya barusan. Reita dibuat bingung dengan sikap Ruki hari ini. Sangat berbeda pikirnya.

Di studio hanya ada Kai dengan berbagai set instrument anak band biasa mainkan. Ia terlihat sedang mengetes suara gebukan yang dihasilkan drumnya. Kai memang begitu, selalu berlatih dan berusaha karena jabatan leader merupakan tanggung jawab besar baginya.

Suara pintu studio terbuka, dengan sesosok Ruki yang menyembul dari luar. “hai, Kai-kun?” sapanya ramah


“hai juga, Ruki-san” seperti biasa, Kai selalu menyunggingkan senyum termanisnya dan memperlihatkan lesung pipi yang terpamapang indah di pipinya

“Kai-kun sibuk?”


“ah, tidak juga. Ruki sendirian?”
Ruki mengangguk pelan “ya.. “


“Ruki sakit? Kok lemas begitu?” tanya Kai khawatir
“iie, Kai-kun.. aku hanya malas dan sedikit.. err.. capek”

“Ruki, istirahatlah.. kau jangan terlalu capek” rasa simpati dan perhatian Kai tak ayal membuat Ruki menuruti kata sang leader tersayangnya. Ia juga tak mau membantahnya ataupun cari masalah dengan Kai. ‘sesuatu’ itulah yang membuat Ruki hanya menurut pada Kai seorang.


“tapi temani Ruki di sini. Ruki mau ngobrol sama Kai-kun, boleh kan?” pintanya agak memohon

“iya aku temani. Memangnya mau ngobrol apa?” Kai bangkit berdiri menuju Ruki yang sudah duduk manis di sofa. Menyejajarkan posisi duduk bersebelahan dengan Ruki, agar Ruki nyaman.


Ruki mengambil nafas agak dalam, lalu mengeluarkannya.. “ettou,,Kai ingat kan besok ulang tahun Ruki?”


“hu’um,, aku selalu ingat tanggal penting seperti itu”

Senyuman manis tersungging di bibir Ruki. Perasaan bad moodnya agak berkurang dari yang tadi


“dan Kai-kun ingat kan besok itu ulang tahun Ruki yang ke berapa?”

“mochiron!! Besok Ruki ulang tahun ke tiga puluh. Mau minta kado apa dariku?”


“bukan kado Kai-kun. Tapi…” ucapannya terhenti, ia masih ragu untuk memberi tahu masalah apa yang sedari tadi menghinggapinya. Ia takut kalau Kai nanti akan menertawakannya.


“tapi apa?”

“tapi.. aku hanya ingin minta pendapat Kai-kun soal ini” Ruki masih belum mengatakannya, dan nampak kalau ia hanya memutar-mutar pembicaraan


Kai makin penasaran dengan gelagat Ruki ini “soal ‘ini’ apa, Ru?”

“umm… menurut Kai-kun, Ruki sudah dewasa atau belum?”


Suasana studio yang sedari tenang, kini tambah tak bersuara. Kai diam, begitu juga Ruki yang menunggu jawaban Kai.


“bagaimana?” Ruki hampir mendesak Kai. Ia memang tak sabaran


“secara fisik dan usia, kau sudah dewasa Ruki.. tapi untuk sifat dan kebiasaan sepertinya belum” terlihat di mata Ruki kalau senyuman Kai kali ini sedikit dipaksakan.

“begitu, ya.. L” Ruki tertunduk lesu mendengar pengakuan itu


“apa yang membuatmu bertanya seperti itu, Ru?”

“teman-teman..”
“kenapa dengan teman-teman?”


“Uruha-san, Aoi-san, dan Reita selalu memanggil Ruki dengan –chan. Ruki gag suka dipanggil begitu, seperti mereka memanggil seorang anak kecil. Padahal Ruki kan udah dewasa..”

“jadi begitu rupanya. Selama kamu merasa dewasa, Ruki yakin aja kalau Ruki memang sudah dewasa. dan bersikaplah juga seperti orang dewasa. Pasti nanti mereka akan memperlakukan Ruki sebagai orang dewasa juga”

Desahan nafas Ruki bisa dirasakan Kai, ia tau pendapatnya kurang bisa diterima Ruki


“selama ini kan Ruki bersikap seperti anak-anak dan postur tubuhmu juga seperti anak-anak. Sebenarnya mereka semua sayang padamu, sehingga mereka memanggil Ruki dengan sebutan –chan itu” kali ini Kai bicara lebih bijak


Ruki mengangguk, membenarkan setiap kalimat yang dilontarkan Kai padanya.

“bersemangatlah Ruki!! Besok adalah ulang tahunmu, dan kita akan bersenang-senang”

“iya! Terimakasih Kai-kun. Ruki pulang dulu, ya. Berlatih menjadi orang dewasa dalam satu malam. Hihihi…^^”

“ahahaha,, berusahalah! Hati-hati di jalan”

“yosh!”

Saat yakin Ruki benar-benar pergi, Kai membatin ‘anak itu selalu saja membuat polah kekanakan, tapi itulah yang membuatku menyayanginya. Ruki, Ruki…’



__Tsuzuku__