Tuesday, December 25, 2012

Fanfic Ketakutan yang Membahana



Title : Ketakutan yang Membahana
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Genre : Fluff, lil Horror (?)
-->ngagetin iya, koplak
Pair : ShouXHiroto ...lagii?!!!
A/N : niat pengen bikin penpic serius, napa malah jadi gak keruan gini toh? Haish, biarin aja dah. Bahasa dibikin author lebih gampang buat dibaca, dan keterlaluan sekali jika ada yang ga bisa bahasa saya
ß gak niat bikin narasi, nilai bhs Indonesia dapat empat, sih.


Ini sudah yang kesekian kalinya aku menginjakkan kaki di apartemen Hiroto. Hampir di setiap ajakannya padaku untuk menginap selalu sama, hanya untuk menemaninya menonton. Dan lagi-lagi aku menuruti permintaannya yang entah sudah keberapa kalinya. Tapi itulah yang kusuka, dengan begini aku bisa jauh lebih dekat dengan Hiroto dan mungkin saja hatinya akan sedikit terbuka untukku.

Suara ribut-ribut terdengar jelas, padahal aku baru berjarak lima belas meter dari luar apartemennya. Dengan sebuah kunci duplikat yang dia berikan padaku, aku mudah saja membuka pintu ini. Dan apa yang kulihat tak sesuai dugaanku di luar tadi. Ruang tengahnya masih dalam keadaan normal namun Tvnya menyala. Kutelusuri lagi ke arah dapur, dan bingo, biji-biji jagung berhamburan di lantai, sementara sang pembuat keributan tengah memasukkan beberapa biji jagung yang tersisa ke dalam microwave.

“Hiroto”
ekspresinya berubah kaget dan langsung menoleh padaku, “bikin popcorn?” tanyaku
“hehe,, iya.. kenapa?” tanyanya sambil menyengir lebar
“tuh” tunjukku ke arah biji-biji yang berserakan dengan dagu
“iya iya, nanti aku beresin. Ini kan apartemenku juga”
ya ampun, baru punya apartemen satu aja udah bangga. “hmm, kamu mau nonton apa?” tanyaku

“oiya,, Shou-kun ambil DVD di rak paling bawah ya. Kita nonton film horror aja” suruhnya masih menyelesaikan membuat popcorn di dapur, dan aku segera ke ruang tengah dan melakukan apa yang ia bilang
“Ring atau Junko?” ucapku dengan suara nyaring, kupegang dua DVD dengan cover yang cukup menyeramkan itu, sekedar membalik-balikkan dan melihat-lihat.
Ringgu aja” serunya tak kalah nyaring dariku

Kubuka tempat penyimpanan DVD itu dan memasukkan kasetnya ke DVD player. Sound opening cukup membuat bulu kuduk merinding dan Hiroto pun datang sambil menenteng satu kotak popcorn besar yang bisa kami makan berdua. Aih, menonton film horror berdua dengan orang yang kita sukai itu memang momen paling pas.

Kami merapatkan diri tapi tidak secara langsung, sekotak popcorn-lah yang membatasiku dengan Hiroto. Backsound opening pun terdengar, efek suara yang cukup menyeramkan batinku. Semakin lama memang sangat menegangkan, tapi aku tak begitu takut dengan film macam itu. Kulihat ke samping kanan, dan coba tebak apa yang kutemukan. Hiroto sedang meremas-remas kaosnya sambil menggigit bibir bawahnya. Jelas sekali kalau dia ketakutan. Satu ide jahil pun muncul di otakku.

“DDOOR!!” Refleks ia berteriak karena aku kagetkan, lalu ia merengut dan memukul bahuku beberapa kali. Ekspresinya lucu sekali.
“gak lucu, Shou!! )3(” pandangannya kembali ke layar tv. “maaf Pon, aku hanya bercanda” ucapanku tak di dengarnya, ia malah sengaja menutup kedua telinganya dengan tangan.
“hei, hei.. masa’ gitu aja ngambek. Pon gak seru ih” kucolek dagunya biar dia bisa melihatku, tapi sepertinya ia sangat kesal, dan tak menggubrisku.
“huh.. Pon, aku keluar sebentar ya, ambil jaket di mobil”
masih merengut akhirnya ia buka suara juga “pergi sana!”

Aku berjalan keluar mengambil jaket yang kucari tadi. Lalu kembali lagi menaiki tangga menuju apartemen Hiroto. Kulihat sekilas sebuah benda yang cukup membuat rencana jahilku makin sangat bagus. Hehehe,, travo di sana jika ku tarik tuas ke arah off apa yang akan terjadi ya?!! Tanpa sadar aku menyeringai sendiri.



“padahal udah nonton beberapa kali tapi kok masih serem aja yah?” Hiroto sudah memeluk tempat popcorn itu karena saking takutnya. Lebih lebih hantu utama di film itu sudah memunculkan diri, perasaan Hiroto mulai tegang dan jantungnya berdetak tak karuan. ‘Shou lama banget sih’ gumam Hiroto was-was, ia sangat takut ditinggal sendirian kalau lagi nonton film horror.

‘astaga sadakonya kok tambah serem sih..”
Ngeliat sedikit sadako ia sudah merem melek. Setengah takut tapi setengah lagi pengen nonton.
JREENG
“WAAAAAAA~~~!!!!”
Hiroto pun jerit-jerit sendiri waktu sadakonya tau-tau udah close-up di layar tv. Napasnya jadi tersengal-sengal, perasaannya makin gak enak waktu ada suara asing dari arah belakang. Tambah kacau pikirannya.
‘ya ampun Shou, lama amat sih~~”
Dan ketika suara itu makin terdengar jelas tiba-tiba lampu di apartemennya mati total.

Panas dingin, jantung berdetak gak karuan, tangan gemetar, dan kalau lampu menyala pasti muka Hiroto sudah pucat sekarang.
Suara asing itu hilang, kesempatan emas bagi Hiroto untuk keluar dari apartemennya.
Pelan ia melangkah keluar, mengendap-endap layaknya maling ia meraba-raba setiap benda yang ia lewati. Karena terlalu gelap, ia gak tau kalau di depannya ada lemari. Dan, BRUAKKHH....
Kejedotlah kepala itu bocah.
Sambil meringis menahan sakit, ia pun akhirnya meraba-raba benda yang ia yakini sebagai kenop pintu. Dalam hati ia berjingkrak ria, dengan begitu ia bisa keluar dari tempat gelap itu.
Tapi siapa sangka, pintu yag seharusnya bisa dibuka itu malah terkunci rapat. Seingatnya ia tak mengunci pintu sesudah Shou datang ke apartemennya.

‘pasti ini ulahnya!’ simpulnya dalam hati.
Di saat dia sedang meminimalisir gerakan dan suara, tiba-tiba suara itu muncul lagi dari arah belakang. Hiroto udah tahan napas sambil senderan di pintu. Takut-takut kalau yang muncul itu vampir Cina, Sadako, pocong, atau sunge alias Suster Ngesodth. Telinganya makin dengar jelas suara asing itu seperti suara barang yang di seret-seret. Makin paniklah Hiroto, karena pastilah hantu yang di seret-seret itu Sunge, hantu lokal from Indonesia.

Hiroto pun menutup matanya, tanda kutip masih ngintip sedikit. Ia terus memerhatikan bayangan apa yang bisa menimbulkan suara seret menyeret barusan. Dan sekelabat bayangan putih lewat di depan matanya dengan cepat. Sudah nahan-nahan napas, eh sekarang malah kebelet pipis. Maka di ambillah bola kasti yang bertengger di sebelahnya. Dia genggam erat itu bola biar pipisnya bisa dia tahan.
Waktu udah genggamin itu bola, bayangan itu datang lagi. Dan saking takutnya matanya bener-bener ia tutup. Tak lama kemudian di rasa bayangannya pergi, dia buka matanya lagi dan betapa kagetnya bayangan putih tadi sudah ada di depan wajahnya.
Tanpa basa-basi lagi, bola kasti yang di genggamnya dia lempar ke muka tuh setan. Mendarat sempurna di bagian hidung tuh hantu.

“ittai!!!” teriak sang hantu. Dan suaranya itu sangat dikenal Hiroto. Suara yang sangat menyebalkan buat Hiroto.

“Hiroto, ittai!!”

Hiroto terdiam mendengar suara yang tak asing baginya itu.
“Shou!?” serunya tak percaya begitu lampu mulai menyala dan menghadirkan sosok Shou di depannya.
“kenapa memukulku?!” omel Shou sambil memegang hidungnya yang sakit.

“aku tak tau kalau yang barusan itu, kau Shou. Aku pikir...”
“kau pikir aku setan?” balas Shou

Dengan ekspresi takut bercampur malu, Hiroto mengiyakan ucapan Shou.
“hahaha... kau ini penakut sekali..”
“jangan tertawa. Pasti kau yang bikin ini semua? Iya kan?! Ayo ngaku kamu!!”

“haeh... iya iya aku ngaku.. aku yang bikin lampu mati, mengunci pintu, dan menakut-nakutimu barusan. Gomen...” ucapnya santai sementara Hiroto masih merengut setengah takut.
“juga soal kamu ngesot-ngesot di lantai! Jangan lupakan itu!” protes Hiroto
“ha? Ngesot? Sejak tadi aku berdiri, berjalan dan sedikit berlari kecil. Aku tak pernah ngesot, mpon..” sanggah Shou
“jangan bohong.. Aku mendengarnya dengan jelas!”
Shou hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi yang meyakinkan. Jelas jika Shou begini pasti ia berkata jujur. Hiroto menelan ludahnya dengan susah. Jantungnya kembali berdetak cepat.
“kalau bukan kamu, terus yang tadi itu siapa?”

DAG DIG DUG

*sesosok sunge muncul dan melambaikan tangan dengan tampang innocencenya*
“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA~~~~~~~~~~~~~~~~~~~”

Pingsanlah mereka berdua di tempat.


Owari.. gaje? Ya, itulah saya

Monday, December 17, 2012

UNiTE. - IO lyric [Romaji]

UNiTE. - IO lyric [Romaji]

Io=You subete no kimi he itsudatte bokura wa koko ni iru kara
Jupiter=Me kimi no hikari de zutto zutto kazatteite ne

Sabishii toki wa sora wo mite 21ji miageru sora wa onaji
Bokura no tatsu chikyuu no 3tsu tonari no hoshi wo sagashite

Taiyou ni nari sokone ta mokusei sore wo kurukuru mawaru hitotsu no eisei IO
Tokuni ishikumo naku tada ookii dake no mokusei ni IO wa OURORA wo kakeru
Hora nanika ni nitenai kai?

Io=You subete no kimi he itsudatte bokura wa koko ni iru kara
Jupiter=Me kimi no hikari de zutto zutto terashiteite ne

Kokoro utsu tanon wa waon tonari kokoro sukutanon wa haoto tonari
Kokoro tsuku tanon wa yaon tonari kokoro sakurenon kimi no tonari

Doko ni ittatte tsukimatou ashi sukuu kage
doushite itsumo bokutachi dake na no?
Me wo kurama serarete awate futamei ta toki
"daijoubu" tte kotoba kureru no wa itsumo kimi nanda

Subete wo kimi he shite agerareru koto zenbu
Kimi no hikari wo zutto shinji tsudzukeruyo

Io=You subete no kimi he itsudatte bokura wa koko ni iru kara
Jupiter=Me kimi no hikari de zutto zutto terashiteite ne
Tsunaidate gyutte hanasanaide ne











Fanfic Choice



Title : Choice
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : OneShoot
Pair : ToraXSaga
Genre : Angst, Drama
A/N : Minna-san sekalian,, ternyata ini adalah fic utuh dari Drabble “My Choice” dengan pairing ToSa yang pernah ku post sebelumnya. Sebetulnya aku bikin fic ini jauh sebelum ngepost yang drabble itu, tapi entah kenapa dokumen inih fic mendadak hilang dari lepi saya. Dan setelah beberapa kali ditilik, ternyata ada di folder tersembunyi yang aku bikin sendiri *slap*. Wokeh,, cukup intronya, sekarang waktunya dibaca.. oiya, en no edit. enjoy read ^^


Choice

Namaku Saga Takashi, umurku masih 14 tahun dan aku sekarang duduk di kelas 3 SMP yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Negara. Sejak setahun lalu aku tak tinggal dengan orang tuaku lagi karena aku diusir. Bukan tanpa alasan mereka mengusirku. Mereka memergokiku tengah bersama dengan seorang laki-laki di kamarku. Mereka mengira aku melakukan yang tidak-tidak, padahal orang itu hanya ingin membantuku yang terjatuh dari tempat tidur. Dan nasi telah menjadi bubur, mereka tersulut emosi-apalagi ayah- dan segera mengusirku keluar bersama temanku itu.

Kau tau siapa lelaki itu? Hmmm,, dia adalah lelaki baik yang sudah mau menampungku tinggal di rumahnya setelah aku resmi dibuang oleh keluargaku sendiri.

Aku selalu memberikan yang terbaik untuknya sebagai tanda terima kasih sudah diperbolehkan tinggal bersamanya. Aku melakukan tugas-tugas rumah tanpa ia suruh. Seperti mencuci pakaian, membuat makanan, dan membersihkan rumah. Namun ia selalu melarangku melakukannya, dan tak jarang dia memarahiku.

Dia  pria yang baik. Aku seperti tinggal bersama dengan kakakku sendiri, karena umur kami yang terpaut tujuh tahun. Dan bagaimana aku bisa mengenalnya? ... itu karena dia adalah teman satu universitas kakakku. Waktu aku masih di rumah, dia selalu berkunjung dan membawakanku buah tangan. Entah itu makanan ringan dan beberapa kebutuhan belajarku.

Tora Amano, itulah namanya.


Seperti biasa dia selalu mengantar dan menjemputku ke sekolah dengan mobilnya. Tapi kalau ia sedang sibuk, aku pergi ke sekolah dengan sepedaku. Seperti sekarang ini, dia ada urusan dengan kuliahnya. Jadi aku mengendarai sepeda ke sekolah, berhubung jaraknya tak terlalu jauh.


“Saga, pulang sekolah langsung ke rumahku ya. Aku, Hiroto, dan Manabu mau belajar bersama untuk Ujian Semester besok” ucap Ruki, teman Saga “kau tak perlu pulang. Masalah makan malam tenang saja”

Saga tak langsung menjawabnya, ia memikirkan Tora di rumah. ia berpikir tak masalah juga pulang malam kalau ada alasan yang jelas dan Tora pasti mau memakluminya. Lagipula ia hari ini memakai sepeda, jadi ia tak menunggu Tora menjemputnya. Dan untungnya, setiap hari ia selalu membawa kunci rumah cadangan. Dengan begitu kalau ia pulang terlalu larut ia akan mudah membuka pintu tanpa harus memanggil Tora.

“baiklah, aku ikut” ucapnya yakin.

Tapi Saga lupa, ia tak membawa ponselnya hari ini.

Tiba di kamar Ruki, ketiga orang temannya termasuk Saga sudah duduk bersila melingkar di meja bundar. Buku-buku pelajaran sudah terbuka sempurna untuk dipelajari. Mereka terbantu dengan adanya Manabu, siswa cerdas di kelasnya. Sesekali mereka bercanda dan yang paling sering dikerjai adalah Saga. Terlebih Ruki yang paling sering menjahili anak itu.

Saat itulah Saga teringat Tora. Ia mencari letak jam dinding dan mengetahui sekarang sudah pukul tujuh malam. Raut kekhawatiran Saga bisa dibaca oleh Ruki. “kau mau pulang, Saga?” tanya Ruki. “ah, belum. Aku masih mau belajar di sini” jawabnya kikuk.

“apa kau belum memberitahu orang rumah?”, Saga menggeleng “aku lupa membawa ponsel”.

Ruki memakluminya “nih, pakai ponselku saja”. Ponsel merah Ruki pun sudah berpindah tangan ke Saga. Dipencetnya nomor Tora dan mulai menunggu jawaban saja.
Tak ada sahutan dari Tora, hanya bunyi operator berisik yang mengatakan nomor yang dituju sedang tidak aktif. ‘akh..’ batin Saga. Dia pun mengemballikan ponsel itu pada pemiliknya.

“kenapa? Tidak aktif?”, langsung Saga mengangguk. “tak apa, aku yakin dia pasti mengerti kalau kau menjelaskannya”.
“ya. Kuharap begitu..”


Tora terus saja menunggu di kursi ruang tamu, menunggu kedatangan Saga yang sejak empat jam lalu tak pulang dari sekolah. Ia marah, kenapa bisa-bisanya Saga tak menghubunginya. “lihat saja kalau pulang larut malam!!” serunya dengan amarah yang tertahan.

Berkali-kali ia menengok ke arah arlojinya, dan ia sudah benar-benar marah. Ini sudah jam sepuluh malam tapi Saga belum juga pulang. Tora menelepon Ruki. Ia yakin Saga di sana karena Ruki adalah teman yang paling sering dibicarakan Saga padanya. Sambungan tersambung..

“hallo, ini siapa ya?” tanya Ruki, “ini Tora, kakak Saga. Apa dia ada di rumahmu?” ucap Tora to the point.
“iya benar. Dia masih belajar dengan kami”
“terimakasih” hanya ucapan singkat itulah Tora memutuskan sambungan teleponnya.

Ia bergegas ke rumah Ruki dan menjemput Saga. Mobil sportnya ia kemudikan dengan laju agar sampai di sana dengan segera.


“Hiroto, apa itu di sana?!” pekik Ruki menunjuk ke luar jendela. Saat Hiroto menoleh dan tidak menemukan apa-apa, ia terkejut dan menjerit ketika melihat Ruki sudah memasang topeng setan Hallowen di wajahnya. Teman-temannya jadi tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi Hiroto yang seperti itu.

“hahaha.. Manabu juga kaget gara-gara Ruki tuh..” kata Saga menyindir
“hei,, aku tidak takut Saga..” elaknya

“benarkah?” goda Saga makin mendekati Manabu. “ayo mengaku saja kalau takut.. hahaha..” Saga sudah membombardir Manabu dengan menggelitikinya sampai Manabu terjatuh berbaring. Sementara Saga keasyikan berada di atas Manabu sambil terus menggelitiki seluruh badan si anak cerdas itu.

Mereka saling tertawa, apalagi Ruki yang melihatnya. Di saat itu pintu Ruki tiba-tiba terketuk dari luar. Ia kemudian membukanya dan menemukan seorang pria tinggi di hadapannya.
“Saga mana?!” tanya Tora dengan ketusnya.
“dd..di sana”

“Saga, ada yang mencarimu”
Sukses kegiatan Saga dan Manabu terhenti. Ia melihat ke arah pintu dan melihat Tora dengan ekspresi wajah yang sangat marah.

“pulang!!!” bentak Tora
Saga tak berucap apapun, ia langsung membereskan buku-bukunya ke dalam tas dan mengendongnya hanya di bahu kanan. Ia berjalan lemas ke arah pintu. “aku pulang, jyaa minna. Arigatou”

Segera Tora berjalan cepat sambil menarik lengan Saga secara paksa. Sampai di depan rumah Ruki, Saga menunjuk sepedanya yang terparkir di sana.

“aku naik sepeda saja”
“tidak boleh! Masuk ke mobil sekarang!” Saga menurut dan langsung duduk di kursi depan seperti biasanya. Sementara Tora mengambil sepeda Saga dan memasukkannya di dalam bagasi.

Selama perjalanan mereka tak saling berbicara. Saga melihat dari pantulan kaca spion depan, wajah Tora benar-benar kusut. Ia tau Tora marah, sangat marah dan ia lebih baik diam daripada berbicara yang akan menambah buruk keadaan.

“duduk!!” suruh Tora mendudukkan Saga di tepi tempat tidur mereka. Saga duduk dengan kepala menunduk, tangannya terus meremas-remas celana seragamnya. Ia tak berani melihat mata Tora.

“kenapa tak meneleponku?!”
“aku sudah menghubungimu, tapi nomormu tak aktif..”
Tora berpikir sebentar, mana mungkin nomornya tidak aktif  “kau menghubungiku pakai nomor yang mana?”
“yang kau pakai saat menelepon Okasan..” ucapnya ragu
“idiot!, sudah berapa kali kubilang kalau nomor itu sudah kubuang!” bentaknya lagi. Saga makin meremas celananya lebih kuat. Ditambah lagi kata-kata Tora yang terlontar barusan.
“maafkan aku.. hik..”
“jangan menangis!! Apa yang kau lakukan dengan teman laki-lakimu itu, ha?! Pasti kau melakukan tindakan yang aneh-aneh kan?!”
Saga tertegun, “aku tak melakukan apapun..hik, aku hanya bermain dengannya..”
“bohong! Kau pikir aku tak tau, kau membohongiku dengan pura-pura belajar agar bisa bersama mereka”. Saga menggelengkan kepalanya keras-keras. Membantah setiap pernyataan Tora karena memang itu semua tidak benar.
“aku tak berbohong.. kami memang belajar bersama,, hiks”
Tora berjalan dan duduk di tepi tempat tidur membelakangi Saga. Ia menaikkan selimutnya hingga sebatas bahu, bersiap untuk tidur. Tak peduli Saga yang masih menahan tangisnya.

Saga masuk ke kamar mandi dan keluar dengan piyamanya. Ia tau Tora belum tidur, jadi ia memilih untuk tidur di luar. Sebelum itu, Saga sempat berkata sesuatu.
“itu hakmu untuk tidak mempercayaiku. Tapi aku sudah berkata jujur.. maafkan aku sudah membuatmu khawatir..”
Dan saat itu juga pintu kamarnya tertutup.

***
Tora menggeliat begitu sinar matahari menyilaukan matanya melalui celah-celah jendelanya. Ia kemudian meraba-raba jam weker di atas meja samping tempat tidurnya. Melihat jamnya sudah mengarahkan jarum jam ke pukul tujuh, ia terbangun dan segera turun ke ruang tamu untuk membangunkan Saga. Selimut Saga sudah terlipat rapi di sofa, itu tandanya Saga sudah bangun dari tidurnya.
Tora mengecek di kamar mandi dan ternyata Saga tidak ada. Beralih ke dapur, ia juga tak menemukan ‘adik’ angkatnya. Yang ia temukan hanya beberapa potong roti panggang dan sebotol selai coklat terhidang di meja makan. Ia juga mendapati secarik kertas di sebelahnya.

Notes dari Saga.

Ini sarapan untukmu, Tora. Maaf aku pergi ke sekolah lebih awal dan aku tak sempat membuatkan nasi.
Jangan marah lagi, ya..
Saga <3

Tora tersenyum melihat isi notes itu. Ia kemudian pergi mandi dan setelah itu barulah ia memakan roti panggang buatan Saga.
Manis sekali.

Setelah makan Tora mengambil posisi nyaman di sofa ruang tengah untuk menonton acara favoritnya. Hari ini dan sebulan ke depan ia tak ada jadwal kuliah karena libur. Jadi selama itulah ia akan terus berada di rumah, menjaga Saga tentunya.

Berkali-kali ia mengganti channel dan tak ada yang menarik. Lalu ia putuskan untuk bermain game Dinasty Warrior. Biasanya setiap hari Minggu atau jika ada waktu senggang, ia sering bermain bersama Saga. Sampai mereka kelelahan dan tertidur meninggalkan layar televisi tetap dalam keadaan on.

Sudah dua jam Tora berkutat dengan joystick game dengan mata yang terus tak melewatkan setiap gerak dari permainannya. Sesekali ia meminum jus kaleng yang sudah ia siapkan di sampingnya.

“tadaima..”
“eh?” Tora kaget tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dan menampilkan sesosok Saga di depannya.
“kau pulang cepat?” tanya Tora sambil membereskan beberapa kaleng jus yang sudah ia habiskan tadi. “aku sedang ujian semester. Jadi pulangnya tak sampai tengah hari” jawabnya masih ketakutan.

Tora mematikan televisinya dan bangkit berjalan menuju arah Saga. “kau ujian semester kenapa tak bilang padaku? Dan apa kemarin kau belajar?”
“aku sudah belajar, sebelum kau datang ke kamar Ruki. Dan mungkin percuma aku memberitahumu, kalau akhirnya kau juga tak mempercayaiku”

Tora tertohok mendengarnya. Selama ini dia salah. Ia terus menuduh Saga kalau dia bersalah, tapi kenyataannya berbeda.

“maafkan aku, Saga. Tadi malam moodku benar-benar buruk, dan maaf soal perkataanku padamu semalam.. yah?” ucap Tora sambil meletakkan tangannya di pundak Saga.
Saga hanya mengangguk saja. Dia lalu pergi ke kamarnya dan keluar lagi untuk membuat makan siang.

“Tora mau makan apa?”
Yang ditanya melirik sekilas “tidak usah memasak, seduhkan aku ramen cup saja”
Saga mengangguk. Segera ia melakukan apa yang diminta Tora. Menyeduh dua ramen cup ukuran large dengan air panas dari ceret.
Saga membawanya ke meja makan. Satu untuk Tora dan yang satu lagi untuknya, karena ia benar-benar lapar.

Tora memakan ramennya dengan tatapan menjurus ke wajah Saga. Ia tersenyum geli melihat tingkah makan Saga yang masih kekanakan seperti itu. Merasa diperhatikan, Saga mendongak dan bertanya, “kenapa tertawa? Apa ada sesuatu yang aneh di wajahku?”
“tidak. Makanlah sayurnya, jangan disisakan seperti itu” titah Tora sambil menunjuk potongan sayur-terutama seledri- yang di pinggirkan Saga dengan sumpitnya.
“aku tidak suka yang ini. Kau saja yang makan”
“dasar kau ini”
“oh ya, sebelum pulang aku sempat mampir ke minimarket. Aku belikan ini untukmu” Saga mengambil sesuatu dari tas sekolahnya-yang ia letakkan tadi di kursi meja makan-. Ia memberikan Tora sebuah cheesecake mini yang dibungkus dengan kotak kue transparan. “semoga kau menyukainya..”

“terimakasih ya”
Tora membuka tutup kotak kue itu dan mulai melahap kuenya. “enak sekali. Lain kali belikan lagi, ya..”. Saga mengangguk senang
Ponsel Saga yang tersembunyi di dalam tasnya tiba-tiba berdering dan bergetar.
“moshi moshi, Ruki-san. Doushite?”
Saga nampak serius mendengar ucapan Ruki, dan ia sempat melirik ke arah Tora seperti berpikir, dan kemudian ia menjawab Ruki lagi.
“maaf, aku tidak bisa. Malam ini aku akan di rumah saja” lalu Saga tersenyum kecil dan menutup teleponnya.

“Ruki mengajakmu belajar bersama lagi?”
“ya”
“kenapa ditolak? Kau harus belajar untuk besok”
Saga menggeleng pelan “selama Tora belum mengijinkanku, aku tidak akan ke mana-mana”
Tora mendengus keras “sekarang aku mengijinkanmu pergi belajar. Mau kuantar?”
“hontou?”
“cepatlah, nanti teman-temanmu menunggu”
“hai’” angguknya mantap.


Hari kedua ujian semester, Saga merasa tenang atas usahanya belajar bersama dengan teman-temannya. Hari ini seharusnya ia sudah bersiap pulang, namun langit tak bersahabat. Bunyi gemuruh sudah bersahut-sahutan, awan semakin gelap, dan tinggal menunggu saja hujan deras akan turun. Sial baginya hari ini lagi-lagi ia membawa sepeda-tak dijemput Tora seperti biasa-. Saga juga tidak tau Tora ke mana. Tora tak memberitahunya.
“bagaimana ini? Nekat pulang atau menunggu di sini saja?” gumamnya sambil memandangi langit.
Tak lama air hujan setetes mulai turun, lama-lama banyak dan deras. Saga menunggu hujan berhenti  di depan sekolah.
Lama sekali hujan tak kunjug reda. Sudah hampir malam ia masih saja menunggu di sana. “aku harus pulang sekarang. Nanti Tora khawatir lagi.”
Ia pun menaiki sepedanya dan bersiap pulang. Ia sendiri juga takut karena hujan kali ini benar-benar deras.
Saga menerobos hujan dengan kecepatan semaksimal mungkin. Sampai ia tiba di depan minimarket tempat ia beli cheesecake kemarin, ia langsung berhenti untuk masuk ke dalamnya.

***
Tora juga baru tiba dari rumah Nao-salah seorang koleganya-. Ia ke kamarnya namun tak menemukan Saga di sana. Tora berusaha untuk tidak berpikir negatif, melihat hujan lebat di luar sana. Begitu ia menelepon Saga, suara deringnya terdengar dari arah laci meja. ‘kebiasaan tak bawa ponsel!’ kesal Tora.

Ia menghubungi teman-teman Saga namun hasilnya nihil. Saga tak ada di rumah salah satu temannya. Tora sudah sangat khawatir akan hal-hal yang terjadi pada Saga.

Hujan makin lebat, namun tak mengurungkan niat Tora untuk mencari Saga di seluruh sudut kota. Dengan memakai jas hujan transparan, ia mengendarai sepeda motor dengan kecepatan pelan. Ia tak mau jika ia ngebut maka ia tak akan mendapatkan Saga dari pandangannya.

Di sekolah, Tora juga tak menemukan Saga. Ia sempat berhenti dan berpikir tempat-tempat mana saja yang biasa Saga singgahi.

‘mungkin di sana..’ batinnya

Sepeda motor Tora yang awalnya berkecepatan tinggi perlahan menurun, ketika matanya menangkap sosok yang ia cari. Sedang berdiri sendiri di depan toko kue yang pernah Saga ceritakan padanya tempo hari.
Ia berhenti dan memarkirkan sepeda motornya di seberang jalan. Pelan ia menghampiri Saga yang masih berdiri di sana. Menunduk sambil menyembunyikan kedua tangannya di ujung bawah baju seragamnya. Sekujur tubuhnya basah, dan pastilah ia sangat kedinginan.

“Saga...”

Saga mengangkat wajahnya dan sedikit kaget melihat Tora sudah membawa payung untuk memayungi dirinya.
“Tora...”

“apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau pulang!” ucap Tora tegas “..kau selalu membuatku khawatir”

“maafkan aku,, terus membuat Tora khawatir..” ujar Saga pelan “..aku hanya ingat Tora suka ini..” ucapnya sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam seragamnya.
Sebuah cheesecake yang sangat Tora sukai.

Tora terdiam melihat apa yang baru saja Saga berikan. Tora selalu memarahi Saga jika anak itu lupa membawa ponsel, tapi Saga tak pernah lupa apa yang selalu menjadi kesukaan Tora.

Genggaman Tora melemah dan payung yang ia bawa pun terjatuh tanpa ia sengaja. Tora langsung memeluk sosok yang ada di depannya. Memeluknya erat dan mengusap kepala anak itu. Ia sangat menyayangi Saga, lebih dari sekedar sayang terhadap ‘adik’nya.

“Saga,,, daisuki,..”


OWARI