Monday, March 26, 2012

7 Band Visual Kei Terpopuler versi On The S(e)wot

Nyahahaha... akhir-akhir ini eke lagi doyan banget bikin plesetan”. Nah, di postingan ini en seterusnya (InsyaAlloh kalo gag da hambatan imajinasi), eke mo bikin project dengan judul On The S(e)wot. Tau kan, plesetannya acara tipi tetangga sebelah yang nayangin 7 macam apaaa gitu. Trus eke mo bikin yang 7 ntu semua ttg dunia pervisual-keian. Ini cuman buat informasi dan hiburan aja, so, komen dan kritiknya diharapkan.. (^,^)v
On The S(e)wot episode 7 band visual kei terpopuler (dunia-akhirat)
1.    1.   X JAPAN


Yak, siapa sih yang gag tau band legendaris pencetus Visual Kei ini? Hmm, band yang dipentolin sama Hide danYoshiki ini mulai berkarir di tahun 80-an. Wajar dong kalo band ini disebut legenda Visual Kei dunia. Seiring berjalannya waktu, salah satu personilnya udah makin menua dan akhirnya (tau sendiri kan?), termasuk vokalisnya sendiri yakni Hide yang wafat pada tanggal 2 Mei 1998. Dan yang masih ngeksis sampe sekarang di bidang musik adalah sang gitaris, Yoshiki. Beliau bikin project dengan tiga rekan baru lainnya yang salah satunya masih berumur 12 tahun. Walaupun band ini udah gag ada lagi, tapi nama besar X JAPAN akan selalu dikenang di dunia pervisualkeian.
2.     2.  L~Arc~en~Ciel
Band yang digawangi Hide (Vocal), Ken (Gitar), Tetsuya (Bass), dan Yukkie (Drum) ini adalah penerus X JAPAN. Walaupun band ini bukan mengusung visual kei, tapi gaya bermain musik dan hampir diseulurh lagunya adalah beraliran rock. Band ini sempat vakum beberapa kali dan pernah juga berganti personel. Pernah dikabarkan juga kalau Laruku sudah disband, tapi isu itu ditepis karena mereka sampai sekarang masih tetap mengeluarkan album dan kabar bahagianya adalah Laruku akan konser di Indonesia pada tanggal 2 Mei 2012 mendatang di Senayan, Jakarta.
3.      3. The GazettE
The GazettE atau Gazetto adalah band beraliran visual kei yang ketenarannya sudah setingkat Laruku. Bagaimana tidak, setiap konser, album, dan sesuatu yang update selalu ditunggu tunggu para penggemarnya (termasuk eke). Dibentuk pada tanggal 10 Maret 2002, band ini beranggotakan Ruki (Vc), Uruha (Gt), Aoi (Gt), Reita (Bs), dan Yune (Dr). Namun sang drummer keluar setahun sesudahnya dan digantikan oleh Kai. Dan the GazettE baru merayakan ulang tahunnya yang ke sepuluh, waktu yang cukup lama untuk berdirinya sebuah band, karena banyaknya band-band beraliran serupa yang hanya bertahan paling lama enam tahun. Semoga the GazettE jangan sampai bubar, Amin...
4.      4. Alice Nine
Dulunya band ini hanya bersimbolkan Arisu Nain pada huruf Kana, tapi sekarang ditulis menggunakan huruf latin agar lebih internasional. Band ini adalah junior dari the GazettE karena Alice Nine berada di bawah bendera label PS Company seperi the GazettE. Alice Nine berdiri tahun 2004 dengan personel yang sama hingga sekarang. Kesuksesan mereka sama dengan seniornya (the GazettE, Kaggra, dan Kra), dan itu yang membuat mereka semakin terkenal di kancah internasional termasuk Indonesia.
5.    5.  Kaggra
Mungkin hanya band ini saja yang mengusung aliran tradisional, di mana setiap permainan musiknya mereka memakai alat musik tradisional Jepang bernama Koto. Dan mayoritas kostum yang dikenakan mereka yaitu Hakama, Kimono, dan Yukata. Prinsip mereke sangat kuat mendalami aliran ini, karena seluruh lagu yang mereka ciptakan judul-judulnya berbahasa Jepang. Namun sayang, band ini hanya bertahan sepuluh tahun ditahun terakhirnya 2011. Tak lama setelah bubarnya band ini, sang Vokalis Isshi, meninggal dunia karena sakit. Semua fans Kaggra di dunia tengah berduka saat itu, karena mendapat dua berita menyakitkan sekaligus.
6.      6. Deluhi
2008 menjadi awal tahun pertama Deluhi berdiri, dengan Juri (Vc), Leda (Gt), Aggy (Bs), Sujk (Dr) sebagai personelnya. Lagu-lagu yang mereka ciptakan sangat menghentak dan penuh semangat, jadi tak heran tak sedikit fans yang mereka miliki. Di pertengahan rahun 2011, band ini akhirnya memutuskan untuk bubar, entah karena apa., yang jelas berita ini mendapat respon kecewa dari fans-fans mereka di seluruh dunia. Setelah Deluhi bubar, Sujk sang drummer menggarap project yang sudah dibentuk album. Dan nama-nama personel di twiiter pun dirubah setelah bubarnya band fenomenal ini.
7.     7.  Versailles
Siapa yang mengira kalau lead gitaris cantik band ini adalah seorang pria? Memang benar, band ini bertemakan aristokrat dan mempunyai konsep Kecantikan bentuk suara dan estetika ekstrim yang absolut, benar-benar konsep yang tegas dan matang. Suara tenor sang vokalis menambah suasana lagu dan pv-pv mereka berkesan ke Eropa Timur-an. Permainan instrument mereka pun sangat apik dan rapi. Namun pada bulan September 2009, sang bassis Jasmine You meninggal dunia juga karena sakit. Sehingga seorang bernama Masashi menggantikan posisi kosong tersebut.

Sekian episode 7 band Visual Kei terpopuler versi On The S(e)wot kali ini. Jyaa nee~~~ di postingan eke berikutnya.

Cerita Seorang Gazerock Episode Jualan Pulsa

Cerita Seorang Gazerock
#episode : jualan pulsa

Eri : “wah, pulsaku habis lagi!! Padahal mau pesbukan bentar! Huh, mau gak mau harus beli pulsa ini”
Dan ia pun keluar untuk membeli pulsa. Selama pengisian pulsa, dia terus aja ngeliatin tuh spanduk nama counter pulsa bener-bener
‘NDESO CELL’ batin Eri sambil manggut-manggut gag jelas
‘keaknya bakalan untung deh kalo gw bisa bisnis jualan pulsa. Hahaha,, minta modal ah~~”
Ia langsung pulang dan minta modal sama babehnya, dan akhirnya dikasih jugag tuh modal
Keesokan harinya..
Eri : “eh, pin.. sekarang aku jualan pulsa loh. Ntar kamu kalo mo beli pulsa gag usah jauh-jauh”
Upin : “oh, iya dah”
Siang harinya…
“Assalamualaikum….” Tereak Upin dari depan rumah Eri
“Walaikumsalam. Eh, Upin, ada apa Pin?”
“mo beli pulsa nih”
“oke, mo nyang berapaan?”
“biasa ke nomor gw, nyang 5000an aje ye” sambil cengar-cengir gag jelas
“iya deh”

tiba-tiba si Upin nyeletuk “eh, nama counter pulsa lu keren, deh.. keak pernah denger”
“oh, iya dong” dengan bangganya ia pamer
“bagus ya, namanya. VENOMOUS CELL. Bener deh, keaknya gag asing banget ditelinga gw”
“yaeyalah, secara itu kan nama tournya GazettE!!!!
Upin nepok jidat sampe mental, “oh, iyaya..”


Fanfic Destiny chapter 2-end-

Title : Destiny
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : 2/2 –end—
Pair : ToraXSaga, ToraXSaki
Genre : Angst, Family
Rating : PG
Contact Person Author : Eri Matsumoto Gazerock (fb), @eriq_ogata (twitter)
A:N : the last chapter for this fic. Pergolakan batin antara Saga, Tora, Saki, dan saya sendiri....nyahahaha...*ketawa gila*

Destiny
Hembusan angin awal musim dingin ini sangat menusuk tulang-tulangku. Tak ada jaket ataupun sweater, hanya seragam sekolah yang tipis melindungi kulit putihku. Ingin kurapatkan tubuh ini dengan memeluk orang yang berada di depanku. Aku tau ia sedikit kaget begitu kupeluk tiba-tiba, namun ia membiarkannya.
‘hangat sekali rasanya, hmm... ayah..’
Tubuh ini bersandar tenang di bahu Tora dan perlahan, mataku tertutup sempurna..

***
“Saga, bangun... sudah sampai”
Rasanya masih enggan untuk membuka mata, mengingat betapa nyamannya tidur di pundak Tora. Tapi, aku harus bersikap wajar padanya. Aku tak boleh manja.
“ayo masuk” ajaknya meraih tanganku untuk ikut dengannya

Aku pun menurut saja, hingga langkahku sudah tiba di bibir pintu yang terbuka lebar.
‘benar-benar rumah mewah’ kagumku dalam hati
“silakan duduk dulu. Aku segera kembali” Tora menyilakanku duduk di sofa empuk berwarna coklat muda itu. Lalu ia pergi entah ke mana.

‘ibu, aku jadi ingin suatu saat nanti bisa membelikan ibu rumah mewah seperti ini’
Kuperhatikan seluruh isi ruangan ini, semua barang-barang di sini berkelas dan pastinya mahal. Namun sebuah laci meja yang sedikit terbuka seperti menyuruhku untuk membuka sepenuhnya, dan mengetahui apa yang ada di dalamnya.
Tanpa ragu-ragu langsung saja kubuka laci itu perlahan. Dan beruntungnya aku melihat selembar foto lama yang ujungnya hampir terbakar.
Foto dengan Tora di dalamnya, dengan seorang wanita cantik berrambut panjang. Wanita yang wajahnya begitu familiar, tapi siapa. Aku sama sekali tak mengenalnya.
Mata hazel coklat dan hidung mancung sepertiku. Bibir tipis kemerahan yang juga sama denganku, mungkinkah ia saudaraku? Tapi sejak kapan aku punya saudara?
Aku berpikir keras, mencari identitas siapa sebenarnya wanita ini. Namun sia-sia saja, aku tak ingat pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya.

“Saga, kau sedang apa?”
Buru-buru kumasukkan foto tadi ke laci, dan bertingkah sewajarnya.
“tt..tidak. aku tak melakukan apapun” kilahku
“hmm,, Saga, aku boleh bilang sesuatu tidak?”
“iya boleh. Memangnya apa?”

“kau cantik, Saga”
Spontan ku terbatuk mendengarnya. Baru kali ini ada orang yang menyebut diriku cantik, padahal aku kan laki-laki.

“hei, minum dulu..kau pasti kaget” Tora langsung menyodorkanku air mineral dan menepuk bahuku
“aku? Cantik?”
“hm. Cantikmu mirip sekali dengan pacarku dulu”
“wanita, kan? Bukan laki-laki?”
Ia tersenyum dan mengangguk
“karena itulah, sepertinya hanya kau yang memiliki cantik wanita itu”
“lalu?”

“aku mau kau tinggal di sini, denganku”

“HAA?!” setan apa yang menyambar pria ini? Kenapa ia mengatakan hal gila seperti ini? Apa aku tak salah dengar?
“kumohon Saga. Aku menyukaimu”
Aku tak bisa berkata apapun lagi, ucapannya benar-benar meyakinkan. Ingin menolak tapi aku takut akan reaksinya nanti. Tapi jika aku menerimanya, nasib ibu bagaimana? Ya Tuhan,, aku juga sebenarnya menyukai pria ini. Dia sangat baik padaku, bahkan terlalu baik. Ampunilah dosa kami Tuhan..

“aku mau pulang”
“jadi bagaimana?”

“aku tak bisa. Aku masih ingin bersama ibu”

“ibumu bisa tinggal di sini. Dan aku jamin, kehidupan kalian akan lebih baik” ucapnya penuh keyakinan

“tau apa tuan soal kehidupan kami” sambungku cepat. Dadaku terasa sesak dan siap untuk meledak kapan saja. Aku paling benci ada orang yang mencampuri urusan kehidupanku dan ibu.

Dia terdiam, cukup lama. Hingga ia membuka mulutnya lagi
“baiklah, aku mengalah. Lebih baik kau kuantar pulang sekarang” terlihat Tora sudah tak mau meladeni kemauan kerasku ini. Ekspresinya berubah menjadi dingin, dan matanya makin menyipit. Oh tidak, dia seperti pemeran film antagonis profesional kebanyakan. Jujur, aku takut.

“kenapa masih diam saja di situ? Kau mau pulang, kan?” ujarnya lagi yang sudah berada di depan pintu.

Keluar dari rumah orang ini bersamanya, sudah cukup melegakan bagiku. Akhirnya dia mau mengerti, walaupun sepertinya ia masih kecewa dengan keputusanku.

(/^o^)/

“rumahmu di mana?” tanyanya singkat. Membuyarkan lamunanku dalam perjalanan ini.

“terus saja. Ada rumah tradisional di sana, itu rumahku” jawabku agak tertunduk. Aku benar-benar takut padanya sekarang.
Tak ada respon jawaban lagi darinya. Hmm, sepertinya dia benar-benar marah.

“ini rumahmu?” tanyanya ketika sudah sampai di depan rumahku
Aku mengangguk
“kau mau masuk?  Umm, aku ingin mengenalkanmu pada ibuku” tawarku seramah mungkin, semoga tawaranku dapat mencairkan suasana hatinya

“maaf, lain kali saja”

“Saga~~ kau kah itu?” itu suara ibu. Ia keluar dari rumah dan menghampiriku, masih mengenakan celemek hijaunya.
“ibu. Maaf aku pulang terlambat” kucium punggung tangan ibu yang juga masih terasa lembab.

“iya, nak. Tak apa” ibu malah berbalik menciumi puncak kepalaku dan mengecek seluruh badanku. Perhatian sekali ibu, ia sangat mengkhawatirkanku.

“S a k i”

“he?” ibu menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Kulihat wajah ibu memucat seketika, bibirnya bergetar, dan matanya yang terbelalak. Aneh pikirku, kenapa ibu ketakutan ketika melihat seorang Tora?? Ada apa sebenarnya ini?

“kau...” hanya itu yang terucap dari mulut ibu yang masih bergetar

“Saki?? Kau masih hidup?” kini Tora memasang ekspresi yang sama dengan ibu. Keduanya seperti sudah mengenal sebelumnya.

Ibu tersenyum kecut mendengar ucapan Tora. Kini ibu bisa mengontrol dirinya. “untuk apa kau ke sini?! Membuatku lebih menderita lagi?!” serunya, hampir terdengar seperti bentakan

“ibu. Ada apa ini?” aku juga mulai takut dengn ekspresi ibu yang biasanya tak seperti ini.

“Saga? Apa kau kenal orang ini?” tanya ibuku dengan raut muka cemas
“iya,bu. Dia Tora, pemilik dompet yang kukembalikan tempo hari”

“kalau ibu tau, seharusnya kau tak perlu mengembalikannya. Lebih baik ia cari sendiri”

“tapi kenapa bu?”

“Saki, maafkan aku sudah membuatmu begini. Sebenarnya aku sudah ingin menikahimu, tapi ayahmu yang bilang padaku kalau kau sudah meninggal karena menggugurkan anak kita!”

‘mati.. anak... kita...’

tubuhku bergetar hebat, mungkin wajahku sudah pucat, dan keringat dingin mulai meluncur deras. “ibu? Apa maksudnya ini? Anak kalian? Jangan bilang kalau....”

“maafkan ibu nak, ibu tak pernah cerita sebelumnya. Seperti yang kau lihat, orang brengsek di sana itu.. ayahmu”

“tt...tidak mungkin..”

“Saki, jadi Saga anak kita? Tapi kenapa? Kenapa ayahmu memberitahumu kalau kau meninggal? Saki, jawab aku”

“ayahku tak ingin melihat anak kita mempunyai ayah brengsek macam kau!” nada ibu kembali datar namun terdengar sinis.
“ibu...jadi selama ini..”

“Saga, kau anakku.. kemari pada ayah, nak” Tora memanggilku dengan sebutan anak. Aku tak mau dia jadi ayahku, karena aku terlanjur menyukainya. Dan ibu, juga gara-gara dia ibu menderita. Aku benci terlahir seperti ini. Aku muak...
“kau bukan ayahku!!!” Bentakku pada Tora

“Saga?”

“sekarang kau pergi, tinggalkan kami!! Sudah cukup ibuku dibuat menderita karena KAU!!!” emosiku memuncak, tak segan-segan aku berteriak padanya.

“Saga, ayo masuk, dan tinggalkan orang ini” ibu memegang tanganku, menyuruh masuk bersamanya. Ibu seperti sudah pasrah dengan kenyataan ini, bertemu kembali dengan sosok pria yang dulu telah menghamilinya tanpa pertanggungjawaban. Hati wanita mana yang menginginkan momen seperti ini?

“Saki, maafkan aku...”

Setelah ibu menutup pintu rumah ini rapat, aku tak mendengar suara memohon-mohon dari orang itu lagi. Nampaknya ia juga sudah menyerah. Syukurlah, ibu dan aku bisa tenang untuk saat ini.


ya Tuhan, aku hanya ingin hidup bahagia. Dan aku juga ingin membahagiakan ibu. Aku tak akan mengecewakanmu, bu. Akan kulakukan apapun asal kau bahagia dan tak malu lagi mempunyai anak sepertiku. Ayah yang sama sekali tak ingin kujumpai, sekarang sudah hadir di depan mataku. Orang berhati busuk itu telah mengira ibu sudah mati. Benar-benar tak habis pikir, orang yang kusukai ternyata ayahku sendiri. Mungkin waktu dulu ibu juga menyukai Tora yang baik dan perhatian. Namun semuanya hancur dalam sekejap.

Andai waktu bisa berputar kembali. Aku ingin mempunyai keluarga yang utuh, dan tak ada rasa malu memilikinya. Tapi itu tak mungkin, kini aku masih bersama ibu sekarang. Dan aku berdo’a sampai nanti aku akan terus bersama ibu, menjaganya hingga waktunya tiba.


OWARIMASU

Author’s said : Fanfic Toraga milik saya yang agak gimanaa gitu.. oiya, nama Saki itu khayalan eke yang ngambil dari nama otokonya Saga (Sakamoto kan nama ceweknya Saki)

Fanfic Destiny chapter 1

Title : Destiny
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : 1/2
Pair : ToraXSaga, ToraXSaki
Genre : Angst, Family
Rating : PG
Contact Person Author : Eri Matsumoto Gazerock (fb), @eriq_ogata (twitter)
A:N : niatnya mo bikin smut di tengah jalan, tapi gag jadi ah... takut dosa gw..

Destiny
Anak adalah ciptaan Tuhan yang berharga untuk menjadi kebahagiaan bagi para orang tuanya. Anak juga hadir  di dunia ini karena adanya cinta. Memang benar begitu, tapi statement yang sudah mendarah daging ini hanya untuk mereka yang kehadirannya diharapkan. Namun tidak untukku.
Kalau boleh aku meminta, aku ingin sekali tak terlahir dari gabungan sperma laki-laki yang sudah menjadikan ibuku makhluk hina di hadapan Tuhan. Aku benci mendengar kata ‘ayah’ karena dia, ibuku menderita sampai sekarang. Hingga aku sudah menginjak umur 17 tahun. Selama itulah ibu sudah berjuang keras memperjuangkan hidupku.
Aku mencintaimu ibu, ku menyayangimu.. sangat..

Tokyo, June 14th 20xx
Setiap pulang sekolah seperti sekarang ini, aku pasti melewati taman kota. Taman ini selalu penuh dengan beberapa keluarga kecil yang bahagia..dan lengkap tentunya. Pernah perasaan iri menyangkut di hatiku, melihat keharmonisan mereka yang seakan tak pernah sirna.
Aku jadi semakin sadar, bahwa aku harus berjuang keras juga untuk membahagiakan ibu. Menuruti semua perintahnya dan merawatnya jika ia sudah tak mampu lagi melakukan apapaun.

Baru sadar aku kalau melamun di tengah jalan seperti ini. Kebiasaan lama..
Hingga seseorang menubruk  tubuhku  dan terkesan orang  ini terburu-buru. Benar saja dugaanku.
“oh, maaf”  ujarnya singkat sambil menempelkan kedua telapak tangannya, lalu pergi begitu saja sebelum aku memaklumi insiden tak disengaja itu.
Kurapikan kembali seragam yang kurang rapi ini dan mulai berjalan pulang.
Tapi tunggu dulu, benda apa yang kuinjak ini?? Padat dan cukup tebal. Kucoba tengok ke arah bawah, dan menemukan seonggok dompet kulit berada di bawah kakiku.
Pasti punya orang yang tadi. Hendak kukembalikan namun percuma saja, batang hidungya sudah tak terlihat lagi. Tapi mungkin dengan melihat kartu identitas yang ada di dompet ini, aku bisa mengembalikannya.

Perlahan kubuka, mencari sesuatu yang menjadi identitas orang tadi. Sebelum menemukannya, mataku sudah disuguhkan pemandangan yang memikat mata. Beberapa lembar uang ribuan yen masih terlipat rapi di sana. Mengingat pesan ibu yang berkata ‘jangan sekali-kali kau dibutakan oleh uang’, aku jadi tak tergiur. Kantung kedua kucari, bukan kartu identitas yang kutemukan, melainkan foto seorang pria berambut hitam yang sepertiny mirip dengan orang yang menabrakku tadi. Ya, tak salah lagi, dia orangnya.
‘tampan juga’ pikirku.
Jelas saja aku berpikir demikian, karena bentuk wajah orang ini sangatlah tegas. Hidungnya yang mancung seperti orang-orang barat kebanyakan, bibir tipis, dan mata sipit seperti mata elang. Benar-benar pria berfisik sempurna.

Puas mengagumi wjah orang tadi, kembali kucari identitas atau pengenalnya. Dan akhirnya, kutemukan juga. Sebuah kartu nama bernamakan Amano Tora beserta alamat rumah dan nomor ponselnya.

“yosh! Akan kukembalikan nanti malam saja. Lagipula tak terlalu jauh juga rumah orang ini” ucapku bersemangat. Entah dasar apa juga aku bisa semangat, tapi, ah sudahlah..

***
“Kaa-san, aku berangkat dulu” pamitku pada ibu. Saat sudah memegang gagang pintu, ibuku langsung menyahut
“Saga, kalau kau sudah mengembalikannya, langsung pulang ya” ucap ibu,nadanya mengandung kekhawatiran.
“iya, Kaa-san.. aku akan pulang secepatnya. Daag” sebelum pergi kusempatkan untuk mencium kedua pipinya. Aku hanya ingin jadi anka berbakti, itu saja.
..
“jalan Pelangi (Niji) nomor 26. Belok kanan, rumah kedua dari ujung” pelan-pelan kubaca kartu kecl ini dan sesekali memperhatikan rumah-rumah mewah yang berderet rapi itu.
Sampai aku tiba di rumah berwarna biru yang pagar rumahnya bernomorkan 26. Tak salah lagi. Kupencet belnya dan terdengar suara gemerisik yang keluar dari speaker bel itu.

“adik cari siapa, ya?”
Hei, orang ini tau kalau aku masih anak-anak, tapi darimana ia tau?? Hmm,, astaga, ternyata ada kamera kecil di atas belnya.
“saya ke sini ingin mengembalikan dompet tuan” segera kuperlihatkan dompetnya ini dekat-dekat ke arah kamera.
“oh, terimakasih adik. Silakan masuk”
Langsung saja pintu gerbangnya terbuka, dan kumasuki. Benar-benar rumah mewah, halaman depannya terdapat air mancur kecil dengan patung dewa Yunani kecil membawa gentong air. Seperti rumah-rumah orang Eropa saja, padahal ini kan di Jepang.

“hei, kemarilah...” suara itu lagi memanggilku. Oh, sial aku jadi terbawa suasana mewah rumah orang ini.

“silakan masuk. Kau pasti capek, duduk dulu” tawarnya ramah, sambil menyunggingkan senyum tipisnya
“ah, tidak terimakasih. Aku hanya mengembalikan ini dan langsung pulang. Tak perlu repot-repot, tuan” tolakku hati-hati lalu menyerahkan dompet miliknya. Karena dari tampangnya saja, sudah kelihatan kalau ia gampang sekali marah.
“terimakasih, ya. Kau anak yang baik. Hmm,, ini untukmu, sekedar beli permen” kulihat ia mengambil isi dompetnya dan menyerahkannya padaku dua lembar seribu yen.
‘Ya Tuhan, banyak sekali uangnya’
“tapi tidak tuan. Terimakasih banyak. Ibuku berpesan, kalau menolong orang itu jangan mengharap imbalan” ucapku bangga

“wah,, pasti ibumu orang yang baik, ya”
“tentu saja, tuan” sambungku cepat
“tapi kalau menolak pemberian itu tidak boleh, lho” ujarnya masih menyodorkanku uang dua ribu yen tadi
“tapi”
“terimalah, aku memaksa”
Ragu-ragu untuk mengambilnya. Apakah ini keputusan yang tepat. Tapi tak ada salahnya juga, siapa tau uang ini berguna buatku ataupun ibu.
“umm, terimakasih banyak, tuan. Semoga tuan diberkati”
Terdengar suara kekehan kecil darinya, dan aku tau itu pasti gara-gara aku. “adik, kau mau pulang sekarang?”
“i.iya tuan”
“malam-malam begini apa kau jalan kaki dari rumahmu?”
“iya tuan, tapi tak apa kok. Saya sudah biasa”
“memangnya rumahmu di mana?”
“tiga blok dari sini”
“hha?? Itu kan jauh. Kau mau kuantar?” tawarnya kemudian
“tt..tidak perlu, tuan. Saya bisa sendiri” ucapku seyakin mungkin, padahal aku juga ragu apakah aku bisa pulang atau tidak malam ini
“ya sudah. Hati-hati, ya. Kapan-kapan mampir ke sini lagi, ya”
“iya tuan. Terimakasih banyak”
Dan pesannya untukku  berhati-hati mulai terdengr samar-samar, seiring kumelangkahkan kakiku pergi dari situ.
***
14.30 Japan time
TENG TENG TENG
Gema suara bel terdengar begitu nyaring di telinga Saga. Memerintahkan kerja otak Saga untuk langsung menyimpuni semua buku-buku dan alat tulisnya yang berserakan ke dalam tas. Begitu sang sensei memberi salam dan keluar dari kelas, Saga dan beberapa murid lainnya juga hendak pulang.
Namun ia melihat temannnya yang tidak ikut pulang dengannya seperti biasa.
“Shou, kenapa tidak pulang?” tanya Saga, menghampiri Shou yang masih duduk di kursinya.
“mmm,, aku, piket Saga.. iya, piket..hhehehe” nampak jelas kalau Shou mengatakannya sangatlah canggung. Dan Saga juga bisa merasakannya.
“apa kau yakin piket hari ini? Bukannya kau bertugas kemarin?” pernyataan Saga membuat Shou kikuk seketika. Alasan apalagi yang ia buat agar Saga percaya.
“aku juga sedang mencari buku tugasku yang hilang” bohongnya lagi
“aku bantu cari, ya”
“tidak usah! Lebih baik kau pulang duluan saja. Aku bisa mencarinya sendiri kok”
Tak ingin berlama-lama lagi menghadapi kebohongan Shou, Saga menurut saja. Ia pulang meninggalkan Shou sendiri di kelas. Sebenarnya apa yang ia sembunyikan dari Saga sampai ia terus berbohong seperti itu? Entahlah..
(/^o^)/
Saga berjalan keluar menuju gerbang sekolah, dan karena ia tak punya kendaraan apapun untuk pulang, jalan kakilah yang harus ia lakukan. Tak ada yang aneh selama ia menuju keluar gerbang sekolah, sampai suara deru sepeda motor dari jarak jauh perlahan terdengar nyaring dan seperti sedang berada di sampingnya. Benar saja, Saga menoleh ke samping dan menemukan sepeda motor mahal dengan seseorang pengendara yang tak asing lagi baginya.
“Mau kuantar pulang?” tawar orang itu, membuka pembicaraan
“tt..tidak perlu tuan. Saya bisa pulang sendiri”
“ayolah, pasti kau lapar kan? Makan yuk, aku traktir deh”
“tapi..”
“ayo naik, kenakan helmnya” tanpa ucapan ‘ya’ dari Saga, langsung saja tuan kaya itu menyodorkan helm untuk Saga. Benar-benar orang pemaksa, tapi baik...
Mereka berdua tiba di sebuah restoran yang menurut Saga tempat itu sangat mewah dan mahal. Gerak-gerik Saga yang canggung terbaca jelas di mata sang tuan kaya itu.
“hei, santai saja. Jangan sungkan. Oh, ya namamu siapa? Aku Tora. Salam kenal”
Masih dengan gerak tubuh canggung, Saga menjawab “namaku Saga, tuan. Salam kenal juga”
“jangan panggil tuan, ya. Memangnya aku terlihat tua? Cukup Tora saja”
Saga mengangguk, dalam pikirannnya sosok yang sedang berada di depannya ini tidak terlihat tua. Wajahnya seperti seumuran dengannya, sangat tampan.
“Saga, kau melamun?”
“ah, eh.. maafkan aku”
“kau mau pesan apa? Semua terserah Saga”
“terserah Tora saja. Aku ikut”
Tora terkekeh, anak ini benar-benar polos pikirnya “baiklah, tapi jangan canggung begitu ya. Aku tak akan macam-macam denganmu kok”

“iya”

Tora Amano, manager sebuah perusahaan elektronik terkenal di Jepang telah bertemu dengan Saga, seorang pelajar SMA yang sederhana dan tak berambisi menjadi orang kaya. Perhatian Tora pada anak itu sangat besar, ia ingin melindungi anak polos ini. Melindungi yang berlebihan hingga rasa dihatinya ingin sekali untuk memiliki Saga. Tora ingin memiliki anak ini seutuhnya, karena wajah Saga sudah mengingatka ia pada seseorang di masa lalunya. Wanita yang ia sia-siakan karena ulahnya sendiri.

‘Saki, seandainya kau di sini. Kecantikanmu mirip sekali dengan anak ini. Saga, kau seperti Saki-ku yang hidup kembali’ 

Wanita yang menjadi cinta pertamanya itu, Tora ketahui sudah meninggal bunuh diri karena tak ingin melahirkan anak hasil hubungan gelap mereka. Pernyataan dari ayah Saki itulah yang sampai sekarang menjadi penyesalan terberat di hidup Tora. Ia belum sempat meminta maaf pada Saki hingga kematiannya datang.

“Saga, setelah ini ke rumahku dulu, ya. Baru kuantar pulang”
Sejenak Saga memikirkan ucapan itu. Namun ia percaya Tora orang yang baik dan sebuah anggukan ia berikan untuk menyetujuinya.

Selangkah lagi, Tora akan mendapatkan Saki kecilnya.

Tsuzuku

Fanfic Kamu Saga, apa Yuki?

Title : Kamu Saga, apa Yuki?
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Fandom/Pair : Alice Nine, lolita23q/ToraXSaga, RyutoXYuki
Chapter : Oneshoot Again!!!
A/N : Ceritanya Saga sama Yuki adalah kakak beradik kembar, dan akhirnya sang Seme masing-masing sampai salah mengenali Ukenya. Wkwkwkwk… dan ini salah satu fic abal eke… let’s cekidot.



“kak, Saga..” ucap Yuki manja sambil menggelayuti tangan Saga, sang kakak tercinta
“apaan?” yang dipanggilpun hanya menoleh malas

“emm, hari ini kita pake baju kembaran yuk. Mulai dari ujung kepala sampe ujung kaki kita kembar kak”

“ha? kamu mau?”

“iya, kak”
“terserah, deh”

“asikk.. terus habis itu kita ke mall ya, kak”
“terserah, Yuki aja. Kakak mah, manut aja”

“kita sudah keak anak kembar ya, kak” Yuki girang melihat persamaan yang sangat identik di antara mereka.
“memang kita kembar kan?”

“hehe,, oh iya” si Yuki cuman cengar cengir doang

@Mall

“kak, aku ke toliet dulu ya. Kakak kalo mau jalan duluan gag papa. Nanti ketemuannya di sini aja” ucap Yuki yang memang ingin ke toilet

Saga hanya mengangguk

‘kalo Ryuto liat aku sama kak Saga, dia bisa bedain gag ya?’ Yuki tertawa sendiri membayangkannya kalau saja Ryuto tak bisa membedakan antara dia dan Saga karena sama-sama mirip

Di tempat yang sama tapi dengan  orang yang berbeda
“Saga,, kamu kemana sih? Telefon gag diangkat, email gag dibalas. Capek gw nungguin kamu”
Tora yang kebetulan melewati toilet mall pun mampir (?) sebentar untuk sekedar mencuci muka. Waktu dia masuk, secara kebetulan dia ngeliat ‘Saga’ di sana. dengan cepat Tora langsung menyambar ‘Saga’ dan memeluknya, tak peduli walaupun harus dilihat banyak orang.

“Saga, kenapa kau ada di sini?” ucap Tora tepat di leher Yuki yang ia kira Saga
“akh??!!” jerit Yuki kaget melihat perlakuan Tora selaku pacar kakaknya saat ini sedang memeluknya dan hampir menciumnya
“Saga-chan, kenapa berontak? Kau gak kangen padaku, ya?”
Yuki makin dipersulitnya untuk bicara karena pelukan Tora yang amat erat

CUP

Tora akhirnya mencium ‘Saga’ untuk melepas rasa kangennya. Namun di lain pihak, Yuki shock berat dan hampir mau menangis.

“hei..hei..kenapa kau menangis? Gak suka, ya?”
“hiks..hikss.. aku bukan kakak!!!”
“ha? Kakak?”

***
“hah, tak ada yang menarik di sini” Saga menghela napas panjang setelah keliling melihat seluruh (?) mall. Ia berniat untuk duduk di dekat kedai es krim sekedar membuka ponsel dan melihat email yang masuk
‘Tora?’ batin Saga setelah melihat beberapa panggilan tak terjawab dan email yang masuk berturut-turut
Saga pun membalas email pacarnya itu sambil memainkan rambut panjangnya yang terurai.

Selang beberapa lama ia merasa kaget karena tubuhnya seperti ada yang memeluknya dari belakang.

“Yuki~~~ akhirnya aku menemukanmu” ucap orang asing itu, masih memeluk Saga dari belakang
Spontan Saga menoleh ke belakang dan menemukan sosok Ryuto—pacar Yuki— yang makin mempererat pelukannya
Saga yang melihat Ryuto hampir menciumnya, tanpa basa-basi langsung dijitaknya kepala Ryuto

“akh! Ittai, kenapa kau memukulku!”
“kau gak sopan, Ryuto sama calon kakak iparmu!”
“ha?? kakak ipar?” ucap Ryuto bingung

“lihat wajahku baik-baik!”
Ryuto melihat dan memperhatikannya lekat-lekat. Satu detik, dua detik, tiga detik, barulah ia menyadari bahwa yang sedari tadi ia peluk adalah Saga, bukan Yuki.
“mm…maaf, kak. Aku gak tau”
“makanya jadi orang jangan main nyosor aja”

“ii..iya. ngomong-ngomong Yuki mana kak?”
“oiya, dia masih di toilet. Aku mau ke sana dulu”
“aku ikut, kak”

“terserah” Ryuto langsung mengikuti Saga dari belakang

@Toilet

Masih dalam pelukan Tora, Yuki berontak dengan kuat.
“Saga, kenapa sih kok menghindar terus?”
“hikss…hiks…”
Tiba-tiba Saga (yang asli) datang menemui Yuki di toilet, dan menemukan adik kesayangannya sedang berpelukan dengan Tora. Terlebih kondisi Yuki yang sudah menangis.
“Yuki! Tora!” teriak Saga, membuat mereka menoleh ke arah sumber suara
“kakak~~~” Yuki dengan cepat melepas pelukan Tora yang sudah tak terlalu erat dan langsung memeluk Saga

“Yuki, kamu gag papa kan?” tanya Ryuto khawatir dan langsung mengambil alih cepat pelukan dari Saga

“kakak? Berarti yang tadi aku cium itu bukan Saga, tapi Yuki”

“Tora~~ grrrr” Saga memancarkan efek api dari sisi tubuhnya. Membuat apa yang dilewatinya jadi meleleh semua (?)
“Saga.. ini salah paham”
“apa yang kau lakukan pada Yuki, haa?!!”

“ak..aku gak ngapa-ngapain dia kok!”
“bohong, kak! Dia tadi cium aku! Hiks..hikss”

“TORA!!! Kita PUTUS!!!”

“tapi, Saga-chan~~ aku kan gak tau!”

“ayo Yuki, kita pulang!”
“iya, kak”

“aku ikut, ya” tanpa diberi ijin, Ryuto ngloyor aja ngikut Yuki+Saga pulang
“Saga~~~ jangan pergi~~~”

Tora hanya bisa meratapi nasibnya yang sudah dihajar Saga, diputusin, trus ditinggal di toilet lagi… nasib, nasib…

FIN

Fanfic I Hate Sunset (Alice Nine)

Title : I Hate Sunset
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Genre : Romance
Pair : ShouXHiroto (alwaysss this author’s OTP ^^ fufufufu)
Fandom : Alice Nine minus Nao, with the GazettE minus Kai as special guest star
Chapter : Oneshoot
A/N : base story from my real life. My true story when I was at the beach, same like this fic, but ‘he’ in my story was the ‘Imajiner’ man.


I Hate Sunset
~Hiroto’s POV begin till end~

“kebanyakan orang pasti sangat suka dengan matahari terbenam atau sunset sebutannya. Namun pribadiku tidak, sunset adalah hal yang paling kubenci. Kalau kau tanya mengapa? Lalu jawabanku adalah, jika sunrise tempat di mana kami pertama bertemu, maka tempat kami berpisah adalah sunset. Sungguh aku tak bohong, terserah kalian mau menyebut ini apa, traumatis atau apapun. Yang jelas, aku benar-benar membenci sunset”

***
Desiran ombak yang berbuih terus berkejaran hingga tepi pantai. Burung-burung lokal juga tak mau ketinggalan untuk berkicau heboh. Kapan lagi aku merasakan nikmatnya pemandangan dan suasana pantai seperti ini, jarang sekali bahkan. Aku Hiroto Ogata, yang baru saja turun dari bus milik salah seorang rekan, bersama teman-teman dengan rasa semangat yang meluap-luap, akan menyusuri sekitar pantai untuk berlibur serta keperluan hobi dan pekerjaanku, fotografi.

Tiba di pantai sebelum matahari terbit. Yup, sengaja kami bangun lebih pagi hanya karena ingin melihat sunrise di pantai. Momen yang tak pernah terlupakan pastinya,

Teman-temanku sering menjulukiku dengan sebutan Pondori, kata mereka aku ini ‘mirip’ atau bahkan memang kelihatan seperti ayam kecil. Ah, entahlah yang jelas menurutku mereka semua benar-benar peduli denganku. Aku juga yakin, mereka sangat menyayangiku..
Melihat banyak juga wisatawan domestik maupun luar negeri yang entah bertujuan sama dengan kami yakni ingin melihat sunrise, aku jadi agak kerepotan untuk mengambil objek sudut yang tepat untuk memotret. Sebuah pondok-pondokan membuat pandanganku teralihkan ke sana, tempat yang pas pikirku.

“sepertinya di sini cocok untuk mengambil gambar. Detik-detik munculnya sunrise akan kuabadikan” aku langsung mengambil posisi senyaman mungkin, meletakkan kedua tanganku di sebuah kamera hitam dan mendekatkannya di depan mataku. Sambil terus mencari objek bagus di sekitar sini.
CKRIK
Sunrise  berhasilku abadikan

…‘tapi, kok?’
“hei?? Kenapa ada orang di foto ini?” baru sadar aku setelah melihat hasil jepretanku. Padahal jelas sekali aku sudah mencari waktu yang tepat untuk mengambilnya tanpa ada seorang pun di objekku tadi. Tapi….
‘tadi kan gak ada orang?’ batinku lagi, aku benar-benar bingung
Pandanganku kini berpencar mencari sosok objek yang muncul tadi, memastikan saja bahwa apa aku yang lalai atau ‘dia’ yang tiba-tiba datang.

dan.. “ah itu dia!” seruku nyaris berteriak, mengagetkan beberapa orang yang tengah duduk-duduk di sebelahku
Aku mengejar orang itu, entah dasar apa. Tapi ada yang menuruhku untuk mengejarnya, siapapun itu aku ingin bertemu dengannya.

Namun sial, dia terlampau jauh dari jarakku kini. Cepat sekali dia berjalan hanya memakan waktu beberapa detik saja. Usahaku sia-sia, dia sudah pergi, tak meninggalkan jejak. Apa karena orang-orang yang berada di pantai ini tak terhitung jumlahnya? Huftt,, yang penting aku dapat fotonya.

‘sayang sekali kalau kuhapus’ ucapku dalam hati, masih terus memandangi objek tak disengaja itu.

“Pon… ayo ke sini!” suara Saga yang begitu kukenal sedang memanggilku. Oh, dia dan yang lainnya berada di pondok-pondokkan yang kutinggalkan tadi, dengan sebuah alat pemanggang barbaque dan bebrapa peralatan makan berada di sana.
“iya, aku datang”
aku pun berjalan di antara turis-turis ini, mencari celah agar dapat sampai di sana.

WUSHHH~~~~

Angin tak lazim apa ini yang menerpaku? Auranya tajam sekali, bahkan mampu menghilangkan aura orang-orang biasa yang sedari tadi kulewati.
Kutengok sedikit ke belakang,.. tapi tak ada apapun.
‘mungkin hanya perasaanku saja’ yakinku sepositif mungkin sambil terus berjalan menghampiri teman-teman yang masih menungguku.
Aku sangat menyayangi kalian semua teman-teman….


***
Orang-orang di sini berpasangan semua, termasuk teman-temanku.. huh, kecuali aku.
Bukannya aku tak laku, hanya saja aku orangnya pemilih. Tak ada yang cocok denganku.
Kulihat ke arah kanan, ada Saga dan Tora. Tengok sebelah kiri, dua orang itu lagi (red:Uruha dan Aoi). Mereka mesra sekali, dan terkadang aku iri melihat mereka.

‘jadi teringat orang itu tadi’

“Hei!! Kenapa melamun?!”
tepukan keras di bahuku sontak membuatku kaget setengah mati. Dasar kau Ruki, mengagetkanku saja. Dan oh, ralat.. dia juga belum berpasangan sepertiku.
“apa?” tanyaku malas
“aku bosan di sana. Semuanya pada pacaran” ucapnya sedikit sebal
“oh..”
“kenapa Cuma oh? Jalan-jalan yuk” Ruki mulai menarik tanganku agar ikut dengannya. ‘dasar anak kecil’ batinku.
“ke mana?” lagi lagi kujawab sekenanya
“ke situ”
dia menunjuk ke sebatang pohon yang tepat di bawahnya terdapat pondok kecil kosong, “naik pohon?” tanyaku innocent.
“bukaaannnn… itu di bawahnya ada pondok, kita ke situ aja.” Ruki terlihat gemas dengan tanggapanku
“haehh,,, iya iyaa”
Aku bangkit dari tempat nyamanku tadi, berjalan mengikuti Ruki sampai di sana.

“Pon, kau suka pantai ini?” ujarnya ingin tahu, terlihat dari mata bulatnya yang makin membulat
“lumayan”
“huh, ku kira kau sama denganku. Ternyata kau biasa-biasa saja”
“nanti juga akan suka, kok”

Dia tertawa aku mengatakannya, dan aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman. ‘Ruki,Ruki..’

WUSHHHH~~

Angin ini lagi? Apa maksudnya ini?, dan sekali lagi aku teringat orang itu dan mencoba mencarinya lagi. Mengawaskan mataku ke seluruh penjuru pantai.
Bingo!! Itu dia!!
“mau ke mana?” Ruki mencoba mencegahku yang tiba-tiba saja bangkit hendak pergi meninggalkannya
“tunggu di sini saja. Aku ada urusan, nanti kembali”
“jangan lama-lama”


Terus saja mengejar sosok itu, berharap kali ini aku mampu ‘menangkapnya’. Sedikit lagi,, aku dapat., dan kuraih tangannya…

Dia menoleh ke arahku dengan tatapan bingung. Sosok itu, ya aku mendapatkannya. Pemuda yang lebih tinggi dariku, berrambut coklat susu yang selalu bergerak terkena angin. Dia punya mata yang indah, bulat dan bercahaya. Oh tidak, stylenya keren sekali. Kaos putih dengan kemeja yang kancingnya dibiarkan terbuka semua, ditambah celana jeans tiga per empatnya. Pemuda ini terlalu cantik untuk ukuran laki-laki..
“hei? Ada apa?”
Lamunanku akhirnya buyar karena tangannya terus menerus menerawang di depan mataku. Jadi salah tingkah kan?
“ah, maaf. Aku mencarimu”
Sekali lagi raut wajahnya terlihat bingung melihatku. “mencariku? Apa kita pernah kenal sebelumnya?” tanyanya
“bukan begitu. Oiya, namaku Ogata Hiroto seorang fotografer. Kemarin aku memotret di sekitar sini, dan tak sengaja ada kamu di fotoku”
Dia memerhatikan setiap perkataan yang keluar dari mulutku, mencoba mencerna dan memahaminya. “lalu? Kau mau apa?”
“karena hasil fotonya bagus, aku ingin meminta izin padamu agar foto ini boleh kusimpan” ucapku ragu-ragu

“ahaha,, simpan saja kalau kau mau. Memang seperti apa fotonya? Aku ingin lihat” dia tertawa kecil, dan menjulurkan tangan meminta dilihatkan fotonya tadi
Kubuka galeri kamera yang sedari tadi kukalungkan, mencari foto yang bertitle ‘default’.
“ini dia, bagaimana menurutmu?”
“hmm” nampak ia berpikir, seperti susah sekali untuk mengatakan ‘bagus sekali’.
“ini foto terindah yang pernah kulihat”

‘astaga! Dia menyukai foto ini. Terlihat dari wajahnya kalau ia tidak sedang berbohong. Ditambah lagi ia tersenyum, manis sekali’
“kalau kau suka, simpan saja” ujarnya kemudian
“hontou? Aaa,, sankyuu~”
“douita ^^”
Suasa kembali hening, aku dan dia berada pikiran masing-masing. Aku tak tau mau bicara apa lagi, karena tujuanku menemuinya hanya untuk meminta izin atas foto ‘tak disengaja’ itu. Selebihnya aku bingung.

“hai, namamu tadi Hiroto ya?” akhirnya ia memecah suasana kosong sesaat tadi
“iya”
“namaku Shou. Senang berkenalan denganmu, Hiroto-san”
“ah, iya sama. Shou…..-san”

Masih melihat beberapa foto yang tersimpan di kameraku, ia nampak serius melihatnya. Seperti tak ingin melewatkan satu file pun dari pandangannya.

“aku baru melihatmu di sini. Kau turis dari luar kota, ya?” tanyanya ingin tahu.
“iya, aku bersama teman-temanku sedang berlibur di sini. Kami dari Tokyo”
Hanya respon ‘oh’ yang ia ucapkan. Aku ingin lebih, hei..tunggu dulu, ada apa aku ini? Kenapa minta yang ‘lebih’ darinya? Dasar bodoh!
“Unn, Hiroto-san. Boleh aku minta foto ini? Untuk kenang-kenangan?”
“yang mana?”
Ditunjukkannyalah padaku satu fotoku yang biasa-biasa saja, hanya sebuah foto di mana aku tengah meminum starbucks di café. Tapi aku suka dengan fotoku waktu itu, terlihat natural dan tidak dibuat-buat. Ah, tak ada salahnya juga memberikan satu foto ini padanya.
“iya, boleh saja. kebetulan aku akan mencetak beberapa foto untuk majalah, jadi sekalian ini kucetakkan untukmu”
“wah, terimakasih banyak. Astaga! Aku lupa, aku harus pulang sekarang. Kau tidak keberatan kan?”
“no, gak masalah” ucapku lalu tersenyum ‘terpaksa’ memperlihatkan dua gigi seri depanku yang menonjol. Padahal aku agak kecewa kenapa harus sesingkat ini bertemu dengannya.
“sebelum sunset nanti kita ketemu di sini lagi, ya. Daagg”
Tangannya yang panjang itu ia lambaikan, jauh.. serempak dengan angin tak tentu arah menabraknya. Membuat rambutnya yang halus seakan juga melambaikan helai-helainya padaku. Pemuda yang manis, dengan bibir mengkilap dan mata karamel yang ia punya. Dia lebih mirip boneka hidup menurutku.

***

05.30 p.m
Suara detik arloji di tanganku seakan tak mau berhenti, walau di sini berisik tapi bunyi detik jarum arlojiku tak mau kalah. Hingga jarum menit mengarah ke angka dua belas, dengan jarum jam di angka enam.
Salahku juga kenapa tadi ku tak menanyakan tepat jam berapa supaya aku tak capek menunggunya seperti ini. Tapi, seharusnya dia juga tau kan kalau sebelum sunset itu sekitar jam segini….‘Payah!’ dengusku kesal.
Kuputuskan akan menunggunya lima atau sepuluh menit lagi.
‘menunggu, aku paling benci kegiatan itu!’

“Hiroto-san!!!” seseorang memanggilku, pasti dia. Benar saja, oh, Tuhan.. dia berbeda dari yang tadi. Tetap dengan tatanan rambut yang sama, namun apa yang ia kenakan sangat menarik. Blazer hitam dan celana jeans satu warna yang kini sebatas mata kakinya. Ditambah kacamata coklat yang membutanya tambah,, keren.

“Hiroto-san? Haloo?”
Sial, aku jadi melamun. Dihadapannya pula.
“ah, ya maaf. Akhirnya kau datang juga”
“sorry, aku lama. Itu karena ada sesuatu yang aku harus selesaikan dulu”
“oh, begitu. Tak apa lah. Oiya, ini foto yang kau minta” kurogoh tas kecil yang kubawa, mencari selembar fotoku yang ia ingin sekali mempunyainya. Dan, ini dia.. foto berukuran 3R yang memuat foto diriku. Ah, jadi malu sendiri melihatnya.

“wah, terimakasih. Kau nampak lebih lucu kalau di foto. Hihihi ^^”
Aku tersipu mendengrnya. Serasa darah dari ujung kaki mendaki menuju ujung kepalaku. Jantung kembali tak karuan iramanya.

“kita ke tepi pantai, yuk. Lihat sunset!”
“ya!”

Kuikutinya dari belakang, sampai ia berhenti tepat di bibir pantai. Bisa kurasakan air ombak yang menyentuh kakiku. Dingin memang, tapi berada di dekatnya semua jadi hangat.

Kami berdiri di sana, menunggu detik-detik matahari tenggelam. Warna oranye kemerahan mendominasi pantai ini, Kulihat langit, warna biru sudah hampir tergantikan dengan hitam kelabu. Satu dua bintang mulai bermunculan. Sebentar lagi kami menyaksikan sunset bersama, ya, sebentar lagi.

“Hiroto, hari ini kita pertama kali bertemu” suara beratnya memecahkan keheningan di antara kami. “dan hari ini juga mungkin adalah kita tak akan pernah bertemu lagi”
Apa yang ia ucapkan menarik perhatianku untuk melihat ke arahnya “Nande? Kenapa?”

“terimakasih sudah mau memberikan fotomu ini padaku. Ini akan menjadi kenang-kenangan spesial buatku” ujarnya lagi dengan sebuah senyuman. Aku tak bisa melihat sorot matanya karena tertutup oleh kacamatanya. Tapi aku yakin senyumannya itu tidak tulus.

“besok kita masih bisa ketemu lagi, kan?” ucapku meyakinkan diri
“tidak. Tidak akan bisa”
“kenapa?”

“karena aku akan pergi. Dan malam ini juga, aku sudah harus tiba di bandara”
Lagi-lagi ucapannya seperti menamparku dengan keras. Padahal kami baru saja bertemu, kenapa harus secepat ini?
“tt..ttapi.. kenapa?” ucapku pelan, nyaris berbisik

“hei, lihat! mataharinya sudah hampir tenggelam! Indah sekali”
Melihat raut wajahnya yang senang itu, aku tak mau bertanya lagi tentang alasannya pergi dari sini.
“iya. Indah sekali” ucapku lirih,. ‘kau tak tau perasaanku, Shou. Sunset ini perpisahan kita, dan aku pasti akan merindukanmu’
Kembali ia berucap, “aku janji kita pasti akan bertemu lagi. Di sini”
“kuharap begitu”

Matahari sudah tenggelam dengan sempurna, langit menjadi gelap. Namun kilauan bintang tetap menyinarkan cahayanya. Angin laut juga semakin kencang. Atmosphere perpisahan yang menyakitkan. Shou, kumohon jangan pergi..
“Hiroto, sekarang waktunya aku harus pergi. Terimakasih atas fotonya, ya”
Aku mengangguk pelan. Mengiyakan, namun di dalam hati menolak.
“hati-hati. Jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu merindukanmu””
“iya, aku juga. Selamat tinggal, ya”
Aku tak menjawabnya. Sementara ia sudah berbalik badan hendak pergi. Lagipula aku tak berhak melarangnya, memang siapa aku? Kenal saja baru. Tapi, aku tetap tak mau ia pergi.

Aku benci sunset. Aku benci perpisahan.
Dan aku benci kau pergi.

Tak terasa pipiku menjadi dingin dan basah. Air mata ini tak mau berhenti walau terus kucoba untuk menghentikannya.
Ketika ku membuka mata, kulihat ia sudah tak ada lagi di sini. Angin ini lagi yang membawa kepergiannya. Hingga aku bergumam lirih..

“Shou, aku menyukaimu”

__OWARIMASU__


Author said : lagi-lagi penpic maksa!! *diseret mpon ke kamar (?)*