Saturday, December 8, 2012

Fanfic If he was yours



Title : If he was yours
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter : OneShoot
Genre : Angst, Drama
Pair : ShouXHiroto, ToraXHiroto (onesided), ToraXSaga
A/N : Kepala saya pusing, mikirin Ujian Semester, menjelang Try Out, Ujian Sekolah, Ujian Negara dan UMPTN. Untuk sementara beberapa bulan sampe pertengahan tahun depan, saya tidak memposting fanfic apapun. Karena saya terlampau sibuk mau Ujian. Do’akan saya saja semoga saya lulus dengan nilai terbaik dan bisa melanjutkan fanfic-fanfic nista lainnya. (sekian bacotnya)


If he was yours

Di sinilah kami sekarang, berlibur di sebuah areal pegunungan sekedar menghilangkan rasa penat dan jenuh setelah beberapa pekan terakhir kami harus disibukkan dengan jadwal live dan photoshoot sebuah majalah. Penginapan bergaya tradisional sengaja dipilih Nao agar lebih terkesan benar-benar ‘berlibur’ di Osaka. Selama seminggu kedepan aku dan keempat bandmateku akan menginap di sini.

“ini kuncimu, Shou” Nao menyerahkan kunci dengan gantungan bertuliskan nomor 04 padaku. Yak, di sampingku sudah ada Saga, dan dialah yang akan tidur denganku dalam satu kamar.
“sankyuu” ucapku singkat sementara aku melihat Nao memberikan sebuah kunci kamar pada Tora tepat di depanku. Sebenarnya ini kemauan Hiroto untuk bisa sekamar dengan Tora. Kau tau kenapa? Karena mereka sudah resmi berpacaran tiga minggu lalu. Oh, aku tidak ingin Tora macam-macam pada Hiroto yang masih kekanakan seperti itu, tapi aku juga tak bisa melarang keinginan keras Hiroto agar bisa sekamar dengan Tora. Jujur, hatiku sakit.

“hei, kau melamun Shou” tepukan Saga sukses membuatku sadar
“ah iya”
“masukkan kopermu cepat” suruhnya
“baik”

***
Siang ini benar-benar panas, tak ada satupun dari kami yang keluar penginapan. Saga dan Nao berada di kamar kami sambil menikmati AC dan menonton tv, sedangkan aku di ruang tengah ini hanya duduk-duduk di sofa, membaca majalah edisi keluaran minggu kemarin sambil meminum sekaleng cola dingin. Di depanku sudah ada Tora sedang bermain-main dengan gitarnya tanpa Hiroto, sesekali ia bersenandung.

Aku bosan.

Sampai suara derap langkah kaki yang terburu-buru semakin dekat ke arah kami, dan dari dalam muncul sosok kecil yang membawa gitar dan selembar kertas di tangannya datang menghampiri Tora. Wajahnya sangat riang dan tak bisa berhenti tersenyum. Aku senang melihatnya seperti itu. Sekarang ia duduk berdekatan dengan Tora, menyodorkan kertas yang tadi ia bawa dan berbicara yang cukup menarik perhatianku

“Tora, Tora, aku baru dapat nada bagus. Kau mau dengar?” ucap Hiroto, pemuda kecil itu mengambil gitarnya dan ia letakkan di pangkuannya
“boleh. Coba kau mainkan”

Petikan gitarnya yang khas ditambah nada yang ia mainkan begitu menyentuh, astaga, hatiku benar-benar sakit apalagi melihat orang yang kucintai tengah bersama orang lain di depanku sendiri. Aku masih melihatnya dari jarak yang tak terlalu jauh, kini Hiroto menyudahi permainannya, dan apa yang tak kuinginkan terjadi juga. Tora merapatkan dirinya pada Hiroto dan mencium pipinya sekilas, lalu mengelus puncak kepala Hiroto degan lembutnya. Jika perasaanku ini bisa divisualisasikan, mungkin sudah membara api di tubuhku ini.

Cemburu, aku sangat cemburu.

“Tora, kau ini” raut bahagia bercampur malu terlihat dari wajah manis Hiroto. Salah satu ekspresi wajah yang selalu aku inginkan darinya, tapi tidak untukku. Masih melihat sepasang kekasih yang kasmaran itu dari sini, merelakan apa yang seharusnya menjadi milikku tengah berduaan dengan sahabatku sendiri.

Jangan lagi Shou, jangan lagi.


“Shou-kun, kau mau ke mana?” suara Hiroto membuatku menoleh padanya ketika ku hendak pergi dari situ
“keluar sebentar, beli cola” aku beralasan
“di kulkas kan masih banyak?”
terpaksa harus berbohong lagi “sekalian jalan-jalan”
“aku boleh titip sesuatu?”
“boleh saja” kulihat ia kembali menatap Tora dan berbicara yang kesemuanya terdengar olehku

“Tora, kau mau apa? Mumpung Shou keluar”
ya ampun Hiroto, kau pikir aku pesuruh?! Jika kau tau perasaanku saat ini, aku akan memukul Tora sekarang juga.

“terserah kau saja” kata Tora, lagi-lagi dengan belaian sayang di kepala Hiroto
“baiklah. Shou-kun, aku titip edamame yah? Gak keberatan kan?” ucapnya dengan nada yang paling tak bisa kutolak.
Aku mengangguk dan keluar dari tempat menyebalkan itu. Bodoh kau Shou! Ini artinya kau sama saja memberi peluang besar pada mereka utuk terus bersama. Sedangkan kau, aku jadi kasihan pada diriku sendiri. Secara tak langsung, kau sudah membuatku menderita Hiroto.

Ketika hendak pergi, aku melihat Saga duduk di kursi ayunan sebelah penginapan. Dari kejauhan wajahnya nampak lusuh dan tak mengandung keceriaan sama sekali. Kuhampiri dia dan duduk di ayunan sebelahnya yang masih kosong.

“Nao mana?”
“masih di kamar” jawabnya singkat, tak menoleh padaku
“kau ada masalah?”
dia balik bertanya “apa aku terlihat seperti itu?”
aku mendengus “ceritakan padaku, kau tak pandai menutupi emosimu, Saga”
Kini dia yang mendengus, lama dia menjawabnya. “aku khawatir, Shou”

“aku khawatir tentang hubungan Tora dan Hiroto akhir-akhir ini” ucapnya lirih. Sedangkan aku masih terus menunggunnya bicara lebih banyak lagi
“mereka terlihat bahagia sekali. Aku iri” sambungnya

“kau menyukai Tora?” tebakku, dan aku tak sekedar menebak. Aku yakin Saga pasti menyukai Tora
“ketahuan juga akhirnya”
‘sudah kuduga’
Ternyata aku baru tahu kalau Saga diam-diam menaruh hati pada seorang Tora. Lucu sekali, di satu sisi aku menyukai Hiroto, dan di satu sisi lain Saga menyukai Tora. Ada kenyataannya Tora dan Hiroto sudah terikat dalam sebuah status berpacaran. Semakin menyedihkan saja aku ini.

“dibalik wajah seriusnya, Tora itu tipe orang yang butuh kasih sayang. Dan apa kau bisa lihat, sejauh ini Tora lah yang memberi kasih sayang dan perhatian itu hanya untuk Hiroto. Tapi tidak sebaliknya. Hiroto cenderung bergantung pada Tora dan kurang memberi perhatian pada Tora” jelasku

Lekukan kecil di bibir Saga terlihat jelas, ia tersenyum “ternyata bukan cuma aku saja yang menduga dan memperhatikannya. Kau juga, Shou. Apa kau sering memperhatikan mereka juga?”
“ya, seperti itulah. Aku juga sangat iri pada mereka”

“jangan bilang kau juga suka pada anak kecil itu?”
Aku terkekeh, sejurus aku duduk di ayunan sebelah ia duduk. “apa kelihatan begitu?” godaku.
“mungkin saja, kan?... oh ya, kenapa kau tak bersama mereka di dalam?”
“Hiroto titip edamame padaku, dan sekarang aku harus membelikannya”
“dasar kau...”
“aku harus segera pergi. Kalau tidak anak itu bisa mengomeliku nanti.. jyaa~~”

***
Makan malam kali ini cukup tenang, tak ada suara-suara berisik dari Hiroto, entah kenapa kali ini dia terlihat tegang dan matanya tertuju ke satu fokus saja. Biasanya ia yang paling selalu ribut dan meminta Tora untuk menyuapinya, kali ini tidak. Jelas sekali terlihat olehku yang berada di depannya. Kulihat Tora yang ada di samping Hiroto juga tak menimbulkan suara. Apa mungkin mereka marahan? Ah, itu tidak mungkin.

Di samping kananku, Saga hampir menyelesaikan makannya. Begitu juga Nao. Tapi Saga juga tak bersuara sedikitpun, oh yeah, kalau Saga memang tak suka berbicara saat makan. Tapi coba lihat sekarang, makan malam macam apa ini?! Sunyi senyap seperti pemakaman.
“aku sudah selesai, terimakasih atas hidangannya” seru Hiroto yang sudah meletakkan sumpitnya di atas mangkuk. Tetap dengan ekspresi yang tadi, ia beranjak dari sana. Namun tangan Tora lebih dulu menariknya kembali.

“kau mau langsung tidur?”
Hiroto menggeleng sedikit “aku mau nonton tv”, setelah Hiroto berkata seperti itu, genggaman Tora mengendur dan Hiroto bisa pergi dari situ.

Suasana kembali hening, Saga dan Nao tak terlalu mempedulikannya. Sampai aku bertemu pandang secara tak sengaja dengan si mata elang Tora. Aku menatapnya tajam, menuntut penjelasan apa yang terjadi pada Hiroto tadi. Tapi mengerti atau tidak, dia sengaja menunduk dan kembali makan.

‘kalau sampai kau buat Hiroto kenapa-napa, akan kuhabisi kau Tora!’ ancamku dalam hati.

Walaupun aku, Saga dan Nao sudah selesai makan, aku sengaja tetap berada di situ, menunggu Tora berbicara. Sementara tak lama mereka berdua sudah ke kamar masing-masing.

“kau apakan Hiroto?” ucapku dingin dan sukses membuat ia menatapku cukup lama.
dia mengunyah kecil dan menelan makanannya sebelum mulai bicara “aku tak melakukan apapun”
“lalu Hiroto kenapa jadi begitu?!”
“sudah kubilang aku tak melakukan apapun padanya. Ia sudah begitu dari tadi siang, Shou” jelasnya dengan penekanan di akhir kalimat. Aku bisa lihat kejujuran di matanya, ia tak berbohong padaku. Tapi kalau bukan dia, siapa atau apa yang bisa buat Hiroto seperti itu?

“aku mau menemui Hiroto, dan minta penjelasan. Sebaiknya kau juga harus kembali ke kamarmu, atau Saga akan kesepian di sana” ujarnya lalu pergi menyisakan aku sendiri di ruang makan.

Aku ragu untuk masuk ke kamarku sendiri, aku masih penasaran dengan apa yang Tora dan Hiroto lakukan di kamar itu. Sesekali aku melihat ke depan, tapi seperti tak ada aktifitas di sana, hanya suara dari tv yang terdengar. Semoga Hiroto tak kenapa-napa.
“lama sekali kau? Ngobrol apa saja dengan Tora?” baru masuk saja aku sudah diburu dengan pertanyaan ‘mau tahu’ Saga. Aku memijit pelipisku sendiri, dan duduk di ranjang sebelah Saga yang berbaring sambil bermain ponsel

“hanya masalah kecil” ucapku kemudian menyandarkan diri dan menarik selimut sampai batas pinggangku.
“masalah Hiroto?” aku melihatnya yang masih mengutak-atik ponselnya itu sekilas
“..apa tebakanku benar?” sambungnya lagi

Aku mengangguk “ya”. Dia tersenyum, pantulan sinar ponselnya membuat wajah bersihnya makin bersinar
“kalau kau menyukainya, katakan saja”
Wajahku sedikit panas, kau bercanda Saga?! Itu mustahil “dia kan sudah punya Tora! Kau ini bagaimana, sih?!”
Sekarang dia terkekeh, sepertinya dia berhasil membuatku terlihat bodoh “katakan dengan perbuatan, Shou. Beri perhatian yang lebih padanya”
“kau beruntung, Tora percaya padamu dan tidak terlalu menaruh curiga. Sedangkan aku, jika mau mendekati Tora saja aku sudah dipelototi dulu oleh Hiroto” lanjutnya

“kau benar. Mungkin aku harus lebih perhatian padanya”

Kuluruskan kakiku dan kuletakkan kepalaku di bantal empuk ini. Nyaman, berbicara sedikit pada Saga sudah membuat bebanku sedikit berkurang. Aku ngantuk sekali...

TOK TOK TOK

Spontan mataku terbuka kembali. Rasa pusing mulai menjalar di otakku . Aku pun menyuruh Saga membukanya, tapi ia tak mau dan malah bergegas untuk tidur.

Anggap saja ini bagian ungkapan terimakasih pada Saga karena sudah memberi solusi padaku tadi. Hufft, walau sebenarnya sangat malas melakukannya.

Orang di luar juga tak berhenti mengetuk pintu, semakin sebal saja aku ini. “iya tunggu sebentar”. Kuputar kunci dan membuka pintunya, dan siapa sangka kalau ia yang datang berkunjung. Aku sedikit kaget, tambah kaget lagi ketika beberapa koper miliknya sudah ada bersamanya.
“Hiroto? Ada apa?”
dia tersenyum manis sekali, “aku boleh kan tidur bersamamu di sini?”
Hee?? Tidak salah dengar? “bukannya tidak mau, tapi Saga nanti tidur di mana?”

“Saga-kun, sini sebentar. Aku mau ngomong” panggil Hiroto, kepalanya menyembul masuk memanggil Saga yang hampir tertidur. Mau tak mau Saga menyahut panggilan itu dan segera keluar

“ada apa, Pon?” matanya yang tertutup sebelah menandakan kalau ia akan segera tidur.
“hmm, Saga-kun boleh tidak aku tidur bersama Shou-kun di sini?”
Mata Saga membuka sempurna “hei, hei, lalu aku tidur di mana?!” protesnya

“Saga-kun tidurnya di kamarku, sama Tora”
Aku bisa merasakan Saga yang sudah salah tingkah. Ia mau menerimanya tapi masih terlihat bingung mau menjawab apa.
“mau ya?”
Akhirnya Saga bicara “bb..baiklah. aku ke sana sekarang” tanpa mengetuk pintu, Saga membuka pintu kamar Tora dan masuk ke sana. Entahlah apa yang terjadi selanjutnya.

Sementara aku di sini, masih berdiri di depan pintu bersama Hiroto dan koper-koper miliknya. “ayo masuk, biar kubawakan ini” tawarku
“terimakasih” ia tersenyum lagi, manis sekali. Entah angin apa yang menerpa Hiroto sehingga ia bisa memutuskan untuk tidur denganku di sini. Aku senang sekali.

Kuletakkan kopernya di dekat lemari dan ia sudah naik ke ranjang bersiap tidur. “Hiroto,apa kau akan sekamar denganku sampai minggu depan?”
“iya. Boleh, kan?”
“tentu saja”

Hiroto sudah menarik selimut sampai batas lengan. Matanya belum terpejam, dan ruangan di sini mendadak hening. Desahan napasnya sampai bisa kudengar.

“Hiroto—”
“iya Shou?”
“ada alasan apa kau pindah ke sini?”
“oh, itu karena ada sesuatu yang harus kulakukan segera. Kalau tidak, aku akan lebih menyakiti orang lain”
“maksudnya?”
“...”

***
Selesai dengan makan malamya, Tora masuk ke kamar yang sudah ada Hiroto di dalamnya. Mendapati Hiroto tak menonton tv seperti yang ia bilang tadi, ia heran kenapa Hiroto malah mengepaki semua pakaian dan bajunya ke dalam koper. Tora menghampirinya.

“kau sedang apa?”
Hiroto mendongak sekilas dan kembali melanjutkan mengepaki barang-barangnya “aku mau pindah”
“hei, coba jelaskan padaku. Kau ini kenapa?”

Hiroto pun berdiri mendudukkan Tora di tepi ranjang dan ia duduk di sebelah Tora.

“Tora, sepertinya aku tak bisa menjadi pacar yang baik untukmu”
Kontan dahi Tora mengerut “kau bicara apa sih?”
“ada orang lain yang lebih mencintaimu ketimbang aku” ucapnya datar “aku ingin kau bersamanya, karena aku tau dia bisa membahagiakanmu”

Hiroto mengambil napas dalam dan mengeluarkannya pelan “aku mau kau bersama Saga”
Tora tak terkejut sama sekali, matanya makin menatap pemuda kecil di sampingnya itu “kau serius?” Hiroto tersenyum “aku sangat serius. Dan aku ingin kau pacaran dengannya”

“tenang saja, aku tak akan marah kok. Tapi kita masih jadi partner yang baik, kan?”

Shou terkesima mendengar penuturan Hiroto dengan wajahnya yang seperti tanpa beban “kau rela melepas Tora untuk Saga?”
“iya.. aku pikir mereka cocok”
“Shou... maaf aku sudah menguping pembicaraanmu dan Saga tadi siang”

Mata Shou terbelalak, pikirannya sudah kemana-mana. “kau menguping semuanya?”. Hiroto tersenyum “tidak. Aku mendengarnya sampai kau duduk di ayunan itu. Setelah itu aku pergi”

“tapi, aku ingin tau sesuatu. Shou kenapa iri padaku dan Tora? Apakah sama alasannya dengan Saga yang menyukai Tora. Atau jangan-jangan...”

“jangan-jangan apa?!”

“Shou menyukai.... Tora juga?”
Shou tertawa terbahak-bahak mendengarnya, dan  langsung mendapat pukulan kecil dari Hiroto. “kenapa malah tertawa?!”

“aku tidak pernah menyukai Tora. Dia itu sahabatku”

Hiroto jadi ingin tahu siapa orang yang bisa membuat Shou jauth cinta. Ia pun menanyakannya “jadi kau suka sama siapa, Shou?” ucapnya hati-hati

Shou seperti berpikir dan membuat waktu terasa lama, dan ini membuat Hiroto penasaran. Namun Shou mendekatkan telunjuknya di depan bibirnya seraya berucap pelan...

“Ra-Ha-Si-A”

Owari


No comments:

Post a Comment