Wednesday, November 12, 2014

Fanfic Alice Nine: The Truth (Oneshot)

Title: The Truth
Author: Eri Matsumoto
Pairings: ShouXHiroto
Genre: angst, sho-ai, fluff
Chapter: Oneshot
A/N: fanfic baru yeeeyy \^^/ Ini adalah ff yang muncul di saat kemaren gw ikut talkshow nya bang Raditya Dika dan materinya seputar menulis. Gw pun semangat nulis lagi, dan ini cukup meredakan hasrat (?) nulis ff gw. Walaupun masih jauh dari kata bener baik dari segi penulisan, karakter dll. betewe, ini fic pendek cuma jadi 5 halaman doang (buat pemanasan ceritanya, halah XD) Happy reading
J


The Truth
Sigur ros - Samskeyti



Tidak ada hal yang berarti bagi Shou saat ia bertemu dengan bocah pirang itu. Tidak ada yang spesial pikirnya. Namun mungkin saja ia keliru, bisa jadi perkenalannya dengan Hiroto adalah momen yang akan menentukan kehidupannya selanjutnya.

Nobody knows.
***
Hiroto mengetahui segala sesuatu tentang Shou. Apapun itu. Segala hal yang Shou sukai, yang Shou benci, sampai rasa cinta Shou kepada orang bernama Saga Hiroto juga mengetahuinya. Bukan sesuatu yang mengenakkan bagi Hiroto untuk tau siapa peran Saga di hidup Shou. Sementara ia sendiri tengah dilanda konflik batin yang hebat antara perasaannya terhadap Shou. Mungkin bagi Shou, ia sama sekali tak mengingat saat-saat ia bertemu dengan Hiroto. Namun Hiroto menganggapnya berbeda. Bocah pirang itu mengingatnya-sangat mengingatnya-, saat tangan Shou terulur memberikan bantuan kepada Hiroto yang terjatuh, saat suara malaikat itu ingin tahu apa Hiroto baik-baik saja, dan sebuah senyuman tersungging di bibir Shou saat tahu kalau Hiroto tidak terluka sedikitpun.

Mungkin Shou memang baik pada siapapun, bukan hanya Hiroto seorang. Tapi kebaikan itulah yang membuat Hiroto tak bisa menghindar. Shou terlalu baik, bahkan Hiroto pernah melihat sendiri ketika Shou berhenti di taman kota hanya untuk menenangkan gadis kecil yang tertinggal orang tuanya. Padahal saat itu Shou nyaris terlambat masuk sekolah, dan Hiroto tahu akan hal itu. Itulah sebabnya mereka terlambat masuk sekolah bersamaan, dan dihukum berdiri di koridor bersamaan pula. Satu momen indah bagi Hiroto, tapi mungkin tidak bagi Shou.

Mereka tidak terlalu dekat saat di kelas karena Hiroto yang cenderung ‘mengisolasi’ diri dari yang lain. Namun di beberapa kesempatan, Hiroto mencoba untuk berbaur-terutama pada Shou-. Ia seringkali berbohong dengan sengaja, berpura-pura menghilangkan pulpennya atau sekadar meminjam catatan Shou. Menurutnya itu sudah lebih baik daripada ia hanya menjadi ‘stalker’ kampungan yang tiap harinya hanya melihat Shou dari jarak jauh.

Hiroto sama sekali tidak mempermasalahkan keputusan Shou saat mengencani Saga seminggu yang lalu. Ia bahkan rela jika ia diminta untuk menjadi sekadar ‘obat nyamuk’ di antara mereka berdua. Tapi satu hal yang Hiroto tak bisa hanya berdiam diri saja. Saga mengkhianati Shou. Efek sakit hati yang mendalam tak hanya dirasakan Shou semata, tapi Hiroto merasakannya. Sakit. Lebih sakit saat Hiroto melihat Shou memeluk dan mencium Saga selama ini.

Satu tindakan nekad yang Hiroto lakukan saat itu adalah memukul perut Saga tepat di hadapan Shou. Hiroto tiba-tiba saja datang saat mereka tengah berdua yang Hiroto yakini sebagai pengakuan Saga telah mengkhianati Shou selama ini. Shou dan Saga dengan segala kebingungannya melihat Hiroto dengan penuh tanda tanya. Shou hanya mengenal Hiroto sebagai classmate yang akhir-akhir ini sering berbincang padanya, dan Saga hanya mengenal Hiroto sebagai bocah introvert yang tidak penting di kelas. Namun semua ekspektasi Saga mengenai Hiroto berubah seketika saat bocah pirang di depannya  ini berteriak padanya dan menangis. Di situlah Shou dan Saga tahu bahwa selama ini Hiroto menyukai Shou teramat dalam.

“aku menyukaimu Shou..”

Shou hanya diam. Saga melihat anak ini bercampur kesal dan kasihan. Ia merasa bersalah kepada Shou dan juga Hiroto. Kebaikan Shou tak pantas dibalas pengkhianatan Saga, itulah hal yang mendorong Hiroto berbuat nekad seperti itu. Namun sejak pengakuan Hiroto, ada keheningan yang cukup lama. Hiroto tau ia tak akan bisa meraih Shou, dan ia sudah salah dengan perbuatannya tadi.  Ia pun memilih pergi dari sana, meninggalkan bekas rasa sakit di perut Saga dan meninggalkan Shou dengan keterkejutannya. Hiroto sudah membuat image nya jelek di depan Shou, satu hal yang Hiroto sesali..

***

Bukan perkara yang mudah mengembalikan suasana dingin di antara Shou dan Hiroto. Shou masih belum percaya jika Hiroto benar-benar menyukainya. Ia lebih baik memilih diam, dan mungkin akan terus diam jika Hiroto tak berkata padanya lebih lanjut.

Hiroto tak tahan dengan kondisi seperti ini, dua minggu sudah sejak insiden hari itu, insiden di mana Shou resmi berpisah dengan Saga dan insiden pengakuan Hiroto yang tiba-tiba di depan mereka. Hiroto sudah menerima resiko yang akan ia hadapi nanti, yang jelas ia ingin membuat masalah ini cepat selesai.

“maafkan aku. Aku terlalu egois” momen yang tepat dipilih Hiroto, saat semuanya sudah meninggalkan kelas dan hanya menyisakan mereka berdua di sana.

“aku hanya bermaksud untuk membelamu. Aku...aku..”

Shou tetap diam, ia menunggu Hiroto berbicara lagi. Sampai Hiroto sudah tak sanggup dengan kalimat yang ia rangkai sejak semalam, Shou akhirnya berbicara.

“sudah sejak kapan kau menyukaiku?” nada yang tidak pernah Hiroto dengar sebelumnya dari mulut Shou. Dingin sekali. Ia bahkan merasa nyeri di dada kirinya.

“saat kau menolongku waktu itu”

Hiroto bisa melihat dahi Shou yang berkerut. Ia sudah mengiranya, Shou pasti sudah lupa. 
“saat kita pertama kali bertemu”

Dan sepertinya Shou nampak menyadari akan hal itu. Sungguh, itu sudah lama sekali batinnya. Ia kembali mengingat kapan mereka bertemu untuk pertama kali.

Dua tahun yang lalu di persimpangan jalan menuju sekolah. Hiroto terjatuh dari sepedanya karena menghindar portal yang baru saja di pasang semalam. Banyak yang melihat kejadian itu, tapi tak ada satupun yang membantu Hiroto sekadar berdiri. Kecuali lelaki itu. Lelaki berseragam sama dengan Hiroto yang dengan kebaikan hatinya mau menolong Hiroto. Ia tidak tau bahwa Hiroto satu sekolah dengannya, karena di hari itulah Hiroto mulai bersekolah di tempat yang sama dengan si lelaki tadi.
“kau tidak apa-apa?” suara kekhawatiran yang tiba-tiba muncul membuat Hiroto berpaling dan melihat siapa pemilik suara indah ini.

Jari-jari tangan yang panjang dengan pergelangan tangan yang terbalut handband kain bergaris hitam-putih itu terulur di depan Hiroto yang masih sedikit shock. Ditambah sosok seorang lelaki berrambut coklat gelap yang poninya sedikit menutupi sepasang mata bulatnya, dan tulang dagunya yang cukup runcing. Hiroto tersentak melihatnya.

“tidak.. aku tidak apa-apa..”

Lelaki tadi pun tersenyum lega dan segera membantu Hiroto berdiri. Dalam hati Hiroto sangat senang jika orang ini satu sekolah dengannya. Masih ada orang baik di sini batinnya.

“kamu kelas berapa? Rasanya aku tak pernah melihatmu di sekolah?”

Masih membenarkan posisi sepedanya, Hiroto sedikit canggung atas obrolan perdananya pada orang di Hokkaido “maaf, aku baru pindah dari Tokyo”
“oh! Bagaimana kalau ke sekolah bareng ? Kau mungkin belum tau areanya”
“terima kasih banyak..”
“aku Shou, kamu ?”
“Hiroto. Ogata Hiroto.”

Salah satu dari mereka tidak ada yang menyangka kalau Hiroto akan satu kelas dengan Shou. Kenyataan Hiroto untuk bisa satu sekolah dengan Shou ternyata lebih baik dari itu. Teman baru Hiroto menyambutnya dengan berbagai macam reaksi. Anak-anak perempuan saling berbisik membicarakan Hiroto, mereka senang melihat wajahnya yang seperti masih SMP, sementara Shou menyambut Hiroto dengan hangat. Sengaja atau tidak, Shou tersenyum manis dan sedikit melambaikan tangan pada Hiroto yang tengah memperkenalkan diri di kelas.

Seiring berjalannya waktu, Hiroto agak sulit beradaptasi dengan teman-teman barunya. Karena rambut pirangnya itu ia sering dibully yang kebanyakan dari murid laki-laki. Seperti mengolok-olok dengan sebutan ‘the lost gaijin’ (bule nyasar) di manapun Hiroto berada. Maka dari itu Hiroto lebih nyaman berada di kelas saat istirahat tiba. Sama halnya yang terjadi di lokernya, beberapa sampah sepertinya memang sengaja dibuang di sana. dengan sabar Hiroto mencoba untuk tetap tenang, ia tak mau membuang energinya percuma untuk mengajak duel dengan orang-orang yang membulllynya.

Hiroto yang semakin tenggelam dengan dunianya sendiri lambat laun membuat para siswi di kelasnya kurang memperhatikan Hiroto lagi. Hanya sesekali, selebihnya Hiroto menjadi introvert. Shou pun sama saja, bukan karena Shou yang tidak ingin lebih dekat dengan Hiroto. Tapi Hiroto sendirilah yang berusaha menutup diri. Namun dibalik itu, diam-diam Hiroto mulai memperhatikan Shou. Membuat catatan khusus tentang Shou dan perlahan ia merasa sudah menyukai Shou lebih dari sekadar teman.

“Shou, boleh pinjam pulpennya?” pertanyaan Hiroto sukses membuat Shou agak keheranan. Tidak biasanya Hiroto meminjam barang orang lain di kelasnya. Dengan cepat Shou mengambil sebuah pulpen yang tersimpan di laci mejanya, memberikannya kepada Hiroto dengan tersenyum kecil. Di saat yang bersamaan tangan mereka bersentuhan, seperti adegan romantis di novel teenlit yang berujung manis. Hanya Hiroto yang merasakannya berbeda, menjadi istimewa saat tangannya bersentuhan langsung dengan tangan Shou.

Selama ini Hiroto hanya ‘menyukai’ Shou secara sepihak, karena Shou sudah memiliki kekasih bernama Saga. Tak ada keberanian Hiroto untuk mengungkapkan perasannya.

Hingga saat ini.

“aku senang saat ada yang mau membantuku”

“..dan aku teramat senang saat tau bahwa kaulah orangnya..”

Ekspresi Shou tidak berubah, matanya menatap lurus ke arah Hiroto seakan ingin terus menggali lebih dalam lagi apa yang selama ini Hiroto sembunyikan darinya. “jika seandainya orang yang menolongmu saat itu bukan aku,?”

“kau berbeda Shou..”

Binar harapan terlihat jelas di mata Hiroto. Shou melihat sebuah kejujuran di setiap ucapannya. Ia tidak bisa mengelak, lelaki kecil berrambut pirang di depannya ini sudah berkata jujur sedemikian rupa.

“ya, memang aku yang salah”

Hiroto bersiap hendak pulang, mengambil tasnya yang masih tergeletak di kursi. Ia berharap tangan itu yang menahannya pergi. Hingga ia keluar kelas pun tak ada respon berarti dari Shou. Seperti yang sudah ia ramalkan sebelumnya.

***

Sepi.

Shou menjadi seorang diri di kelas, sejak ditinggal Hiroto beberapa menit yang lalu. Ia diam bukan sedang tidak memikirkan sesuatu. Ia sedang mencerna kembali pengakuan Hiroto padanya. Sebegitu berartinya kah dirinya bagi Hiroto?

Jauh kembali mengingat ada momen dirinya bersama Hiroto satu per satu. Ketika Shou menyadari jika ia bukanlah satu-satunya yang terlambat masuk kelas, ada Hiroto di belakangnya yang akan menjalani hukuman bersamanya. Ia juga sadar bahwa Hiroto terlihat begitu nyaman saat berbicara dengannya. Sesutu hal yang baru ia rasakan sekarang, perasaan aneh yang melandanya saat ia bersama Hiroto terjawab sudah.

‘aku terlalu naif..’

Secepat yang ia bisa, Shou berlari dari dalam kelas mengejar Hiroto. Ia susuri koridor yang sudah sepi, menuruni anak tangga hingg ia keluar dan tiba di depan sekolah. Shou menemukannya.

Sosok yang ia cari.

Hiroto merasakan ada sebuah tangan menariknya cepat dan tangan yang lain mendekapnya di pelukan seseorang. Seseorang yang ia kenal sebagai Shou tengah memeluknya erat, seakan tak ingin dilepas. Dagu runcing Shou mendarat di bahu kanan Hiroto, degup jantungnya seakan berirama tak karuan. Wajahnya mulai memanas, Hiroto masih belum percaya akan hal ini sepenuhnya.

Cukup lama Shou menarik Hiroto dalam dekapannya, ia merasa nyaman karenanya. Dalam pelukannya Shou berbisik, “aku tidak pernah menyalahkanmu”. Mata Hiroto membesar mendengarnya. Suara berat Shou mampu memberhentikan kerja sistem otak Hiroto sementara, ia pun tak membuat pergerakan atas pelukan ini.

“..karena kau tak berbuat salah..” lanjutnya

Sedikit keheningan menyeruak di antara mereka. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

“sudahkah kubilang aku mencintaimu, Shou ?” tanya Hiroto tiba-tiba.
Hiroto tau kalau Shou sedang tersenyum, helaan nafasnya terasa di bahunya. “kau baru saja mengatakannya..”

Hiroto tak mampu lagi untuk tak tersenyum, ia berhasil mengatakannya. Ia mengira Shou tidak akan membuka hatinya untuk Hiroto. Namun kenyataannya tidak berkata demikian. Shou yang selama ini ia lihat dari jauh, kini sedang memeluknya. Sungguh, Hiroto tak ingin momen ini berakhir.

Shou melepas pelukannya perlahan, namun kedua tangannya masih memegangi pinggang mungil Hiroto. Kedua mata mereka saling bertemu. Hiroto bisa melihat dirinya di iris mata Shou, begitu sebaliknya. Dengan saling melempar senyum satu sama lain.

Tiupan angin di awal musim gugur yang mulai menghangat, tidak serta merta membuat mereka menyudahinya segera. Justru membuat mereka kembali dalam kehangatan sebuah pelukan.

Bukan suatu kesengajaan, dan bukan suatu yang dipaksakan.

They only knows.


Owari
2014/11/12



7 comments:

  1. AAaaaah.... maniiiissss.... *////*

    Kupikir bakal ditolak pon nya karna ada angst nya.
    Tapi ternyata happy end.

    Akhirnya Shou mau menerima mpoon....
    ><

    Bkin lagi eriiiiiiii......

    ReplyDelete
    Replies
    1. sankyuuuu sachiii udah mampir hihi~ X///////D

      pengen sih sekali kali bikin sad end tapi rasanya gak tegaa sama mpon >"<

      ahah, ini lagi proses bikin yg chapter2an kekekek~
      sachi juga bikin ff lagi, diriku haus ff ToSa *ehhmm xDDD

      Delete
  2. Doitaaaaaa~ eri salah satu author shoupon favoritku lhoo~

    Jangaaaannnn!!!!
    Jangan bikin angst buat Shoupon!

    Ga tega~


    Wwwaaaaaaiiiii....
    Yang chapteran!???
    Ditunggu....
    Kapan post chap 1 nya niihh....


    Hah? O.O ff Tosa?? emang Eri baca ff aku?? Ff ga ada yg bagus satupun. 😖


    ReplyDelete
    Replies
    1. Balas ah! XDD sachi orgny rendahan,, jgn gitu to sachi, bagus lo itu, BA-GUS! <3

      Delete
    2. Hwaaa,,, eke jadi malu ////// *hagu sachi*

      Chapter 1 masih diedit ulang lagi, maunya sih secepatnya dipost, kasian blog ini jarang keurus *plak

      Ff yg ada mponnya juga, brother relation kah ? cuman belom ninggalin jejak..duh, reader macam apa diriku ini. Betewe, ff nya yg itu unyu banget dah, mereka masih pada bocah trus pas gede rebutan saga hahahaha xDDD

      Delete
  3. Aahh,, ini ceritany kurang panjang,, yah, gak tega aja liat pon sedih. Untung happy ending, agk ragu bacany pas ad bacaan angst itu, tapi hasrat ini ingin dipuaskan dg ff #dasar!
    Manis, ceritany semanis hiropon :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. kekekek,, ini cuman pemanasan doang #halah #alesan xD

      banyak yang terjebak di awal2 cerita hahahah xDDD krna pada dasarnya shopon itu pair paling unyu >////< bakal kubikin hepi end terus keknya, yah dgn bumbu2 angst dan sebangsanya XDDDD

      makasih lo udah mampir baca fic yang beginian hoho ^o^

      Delete