Friday, October 5, 2012

Fanfic Except Him



Title : Except Him
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Pair : KazukiXManabu
Notes : Hiatus fanfic
A/N : One of my hiatus fanfic dari sekian puluhan fanfic2 gw yang tak terselesaikan. Ending menggantung dan lagi2 janjinya mo dibikin sekuel (heleh, tekepret). Jangan komplen dengan endingnya (awas kalo ngomplen, gw kepret juga nih)



Except Him

Kazuki tak mau berkomentar apapun ketika menyadari bahwa ia tak lagi duduk sendiri. Siswa pindahan itu duduk di sampingnya dan mengajaknya berkenalan. Dengan sikap seperti biasa, senyum ramah dan tutur kata yang santun. Tapi itu tak dapat membuat hati sekeras Kazuki mau membalasnya.

Tidak akan.

Hanya Kazuki yang tak menyambut baik kedatangan siswa tersebut. Lihatlah teman-temannya yang lain, mereka sangat senang dan ingin sekali bisa berekenalan dengan siswa tampan itu. Ya, dia sangat tampan sama seperti Kazuki sehingga wajar banyak yang ingin untuk sekedar menyapanya.

Hampir tiga mata pelajaran yang diberikan, Kazuki tak membuka suaranya sama sekali. Ia agak menjauhkan diri dari siswa baru yang diketahui bernama Manabu itu. Hanya suara ketukan pulpen yang sengaja ia timbulkan, dan beberapa halaman kertas yang ia bolak-balikkan. Ia sengaja agar konsentrasi Manabu pecah, lalu tidak suka, kemudian marah, dan akhirnya memutuskan untuk pindah dari tempat duduknya kini. Kazuki sudah berpikir sejauh itu, tapi nyatanya Manabu tetap fokus dan mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

Kazuki sendiri juga tak punya alasan yang jelas kenapa ia tak menyukai anak itu,..—merasa tersaingi-- mungkin. Mengingat predikatnya di sekolah ini adalah yang terbaik dari segi atletik, ditambah wajahnya yang ‘menjual’. Ia agak risih dengan Manabu karena baru hari pertama anak itu masuk, ia dan Manabu sudah dibanding-bandingkan. Manabu jelas lebih cerdas di bidang matematis namun lemah di olahraga, sedangkan Kazuki kebalikannya. Teman-teman sekelas Kazuki akan sangat terbantu dengan Manabu yang mau mengajarkan semua mata pelajaran, dan mereka tau kalau Manabu pasti tak akan menolak. Tapi Kazuki tidak terlalu mengerti pelajaran berhitung, dan membuat perhatian teman-temannya semua tertuju pada Manabu.

Kazuki akan sangat senang jika jam pelajaran olahraga di mulai. Di sini ia bisa menyombongkan diri dan memperlihatkan bahwa Manabu si cerdas tak akan bisa apa-apa melawannya. Semua cabang olahraga Kazuki kuasai, berbanding terbalik dengan Manabu. Manabu mengakui kehebatan Kazuki dan selalu memujinya. Ia juga pernah meminta Kazuki untuk mengajarkan semua cabang olahraga. Tapi apa, ejekan dan kata-kata sinislah yang keluar dari mulut Kazuki. Ia puas sekali sudah bisa mengalahkan Manabu.

Tanpa sepengetahuan Kazuki, Manabu sering melihat PR-PR Kazuki yang belum dikerjakan. Ia selalu mengisinya dengan jawaban yang sama ia kerjakan. Ketika Kazuki duduk kembali, ia terkejut dengan buku-buku pekerjaan rumahnya yang sudah terisi jawaban, dan ia yakin kalau itu semua benar. Dalam hati Manabu, ia senang bisa membantu Kazuki, dan tanpa sadar ia menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Kazuki tak peduli siapa yang mau menyempatkan dirinya untuk menuliskan jawaban di bukunya. Ia hanya diam, mungkin sudah mengetahui siapa pelakunya.


“ini sudah kesekian kalinya kau menuliskan jawabanmu di bukuku. Kenapa kau melakukannya?” Kazuki memergoki Manabu yang tengah menyalin PRnya ke buku Kazuki seperti biasa. Ia sangat terkejut dan tak bisa berkata apapun, ia seperti pencuri yang tertangkap basah. Ia semakin gugup mendengar langkah kaki Kazuki yang mulai mendekat.

“untuk apa kau melakukannya? Apa kau kasihan padaku yang tak pandai sepertimu, ha?!”
kembali Manabu tak mampu menjawab.

Kazuki sengaja menutup pintu kelas agar ia bisa menginterogasi Manabu. Masih menggenggam pulpen, Manabu sedikit gemetar dan tak sanggup mendongak, menatap wajah Kazuki yang selama ini ia inginkan. Di saat seperti ini, ia hanya bisa pasrah.

“jangan pura-pura tuli. Aku tau semua yang kau lakukan pada buku-bukuku. Aku tak akan berterimakasih padamu karena aku tak pernah meminta kau menuliskannya” ucap Kazuki dingin “dan aku akan meminta guru-guru itu merubah semua nilai milikku..”

Kazuki berancang-ancang untuk pergi, namun sebuah genggaman tangan dapat ia rasakan cukup erat. Ia menoleh, alisnya hampir menyatu melihat Manabu tengah menggenggam tangannya tapi tak menatap dirinya.

Hening mendadak, namun akhirnya pecah saat Kazuki mendengar Manabu terisak. Kaget begitu ia akhirnya tau Manabu yang biasanya selalu mengumbar senyum kini menangis di depannya.

“aku minta maaf...”

Manabu sudah lelah dimusuhi terus-terusan oleh Kazuki. Ia ingin sekali saja Kazuki menyebut namanya, memperhatikannya dan mempedulikannya. Ia dongakkan perlahan wajahnya, mencoba tak takut melihat wajah amarah Kazuki. Melihat Kazuki pun Manabu tak sempat menghapus air yang sudah membasahi wajahnya. Ia merasa sudah sangat buruk dihadapan Kazuki.

“kau tidak perlu minta maaf dari seorang yang bodoh sepertiku”
“tidak. Itu tidak benar..” potong Manabu “aku hanya ingin membantu Kazuki”

Kazuki tersenyum sinis “kau sama saja dengan penipu. Dengan begitu kau pikir aku akan menjadi cerdas?! Tidak! Kau hanya akan menambah buruk keadaan” Manabu makin bersalah dengan ucapan Kazuki yang begitu menusuk.

“aku tak pernah punya kesempatan mendengar semua jawaban atas pertanyaanku padamu. Kau selalu diam dan mengacuhkanku..”

“lalu kau mau apa?!” bentak Kazuki
Manabu menghapus air matanya dengan punggung tangannya “aku ingin Kazuki peduli padaku. Walau sedikit saja..”

Dengan kasar, Kazuki menyingkirkan tangan Manabu dari tangannya. Ia makin membenci orang bernama Manabu itu. Manabu sudah masuk dalam black list seorang Kazuki.

Dalam rasa keputusasaannya, Manabu memilih diam ketika Kazuki sudah pergi. Otaknya terus bekerja memikirkan kesalahan apa yang pernah ia buat sehingga menyebabkan Kazuki sangat membencinya. Sesuatu hal darinya ataukah kehadirannya.
Manabu menangis lagi.

Selama pelajaran hari itu, Kazuki tetap tak berbicara pada Manabu. Bahkan ekspresinya jauh lebih mengerikan dari kemarin. Manabu yang biasanya selalu mencoba mengajak Kazuki bicara, kini juga diam. Ia bersalah sudah membuat Kazuki makin menaruh dendam padanya. Ia mencoba tak menangis, tapi hatinya sudah terlampau sakit. Saat lelah mencapai puncak, ia menunduk lama. Menggigit bibir bawahnya agar tak menimbulkan suara kalau ia sudah benar-benar menangis. Manabu tersiksa dengan sikap Kazuki yang seperti itu.

“apa ini?” Kazuki bingung melihat selembar amplop putih sudah berada di dalam lokernya. Tanpa tulisan pengirim dan asal-usul yang jelas darimana amplop itu berasal.
Ia tak langsung membukanya, melainkan hanya menaruhnya di kantong tasnya begitu saja. Setelah menyimpan buku-buku pelajaran di lokernya, ia menutup pintu dan menguncinya. Kembali ia menenteng tas gendongnya dan bersiap untuk pulang.
Selama ia berjalan pun ia tak menyadari kalau sepasang mata sedari tadi terus mengawasinya dari tempat penyimpanan loker sampai gerbang sekolah. Seperti tak lelah mengawasi gerak-gerik Kazuki, ia terus melihatnya dari jarak jauh. Dalam hati orang itu tersenyum senang, karena Kazuki mengambil amplop itu dan membawanya pulang. Ya, dialah pengirim amplop itu pada Kazuki.

Merasa tak penasaran dengan amplop tanpa nama itu, Kazuki sengaja membiarkannya masih tersimpan di dalam tasnya. “paling-paling hanya fans” sombongnya.
Ia pun belajar seperti biasanya, dua setengah jam setiap hari. Setelah selesai dan tak ada pekejaan lain lagi, barulah ia mengambil amplop itu dari sana dan mulai membukanya.
Ternyata isinya surat.

Surat yang ditulis dengan rapi dan tanpa coretan sana-sini. Tulisannya bagus seperti tulisan perempuan. ‘Pastilah ini fans rahasia’ pikirnya.
Paragraf pertama dan kedua ia baca, sebuah ungkapan isi hati si penulis tentang Kazuki.

Paragraf  ketiga sekaligus terakhir menceritakan hal yang selama ini Kazuki lakukan terhadap si penulis. Dari hal kecil sampai yang terbesar. Kazuki tak percaya dengan semua yang ditulis orang ini. Ia sudah menduga bahwa si penulis adalah orang yang selama ini ia benci.

Si makhluk cerdas, Manabu.


F.T.H
(Finished Till Here)



Tambahan : lebih baik seperti ini daripada disimpen terus di  folder Yuki (netbook acer putih gw) kelamaan ntar malah jamuran. Keknya nih fanfic gak bakal kulanjutin deh.. karena ada sesuatu yang menghambat proses penulisan ini (beneran loh iki). Doa’in saja saya supaya lulus UN 100% tahun ini. Ganbarimasu!!!

No comments:

Post a Comment