Sunday, December 1, 2013

Fanfic alice nine.: I’m In Love With You



Title: I’m In Love With You
Author: Eri Tonooka
Chapter: OneShot
Pairings: ShouXHiroto (lovers), SagaXHiroto (blur), ToraXSaga (lovers)
Genre: Angst, Romance, Slice of Life,  SHOUnnen-Ai of course
A/N: ini fic awal yang niatnya cuman nuang ide dan ngestuck di tengah jalan. Karena mamih Haru minta fic apapun sebagai imbalan atas videonya Mpon, maka jadilah ini.. maap mih kalo ini cerita rada maksa.


I’m In Love With You
Avril Lavigne – Fall to Pieces


Aku baru saja dipersilakan masuk oleh Saga untuk mengunjungi kediamannya. Rumah bergaya Jepang semi-modern dengan ruang tamu yang tidak terlalu besar. Jauh dari kata berantakan-atau mungkin hanya ruang tamunya saja yang sengaja diperlihatkan rapi-. Entahlah. Walaupun sudah berusia dua puluh tiga tahun, tapi ia masih tinggal di rumah masa kecilnya bersama Ibu dan kedua kakak perempuan. Hanya Saga manusia laki-laki di rumah ini.

Kami hanya mengobrol tentang studi di Universitas, dan alasan aku bisa ada di rumah Saga adalah karena sifat manja Saga yang tak hilang itu. Ia ingin ditemani bermain game sementara Ibunya pergi ke makam sang Ayah di Kanagawa sana. Seperti anak kecil, bukan?

Sudah ke tiga kalinya Saga kalah bermain game denganku. Jelas saja, Saga tidak ahli sepertiku yang selalu menang bermain game ini. Dia salah memilih lawan bermain, tentu saja. Karena terlalu asyik, Saga menghentikan permainannya dan tidak melanjutkannya lagi.

“hey, mau ke mana? Permainan belum selesai” ucapku protes. Saga memutar kedua bola matanya dan berdecak kesal. “kau terlalu menghayati game sampai kau tak mendengar suara bel rumahku berbunyi.”

Aku tersenyum bodoh padanya, yah begitulah aku terlalu sibuk pada game. “baiklah, kau duduk di sini saja. Biarkan aku yang membukakan pintu untukmu”. Saga hanya memanyunkan bibirnya dan menuruti perkataanku.

Begitu kubuka pintu, nampak seseorang yang lebih pendek dariku sedang membawa sebuah mangkuk besar yang aku tak tau itu apa isinya. Dia tersenyum ramah dan sesekali kulihat dia mencuri-curi pandang ke arah dalam rumah.

“Saga-san ada di dalam?” tanyanya. Anak laki-laki yang suaranya lebih berat dari yang kukira.
“ya, dia di sana. Masuklah.”

Aku mempersilakannya masuk. Ku panggil Saga yang masih sedikit tidak terima atas kekalahannya tadi.

“Pon!” Saga terlihat senang saat anak itu bertamu ke rumahnya. Ia menghampiri anak itu dan mengajaknya duduk di ruang tamu.

“nee, Saga-san. Aku bawakan ini untukmu. Karena aku tau Bibi Ai sedang pergi jadi aku buatkan ini..” ucapnya malu-malu. Terlihat dari wajahnya yang kemerahan.

 “wow, sup miso! Terima kasih Pon” Saga mengacak pelan rambut anak bernama Pon itu dan membawa mangkuk berisi sup miso itu ke dapur. Hanya aku dan Pon tersisa di ruang tamu.

Entah mengapa aku rasa anak ini menyukai Saga. Aku sudah cukup sering melihat hal-hal seperti ini, jadi aku tak pernah salah menilai orang yang sedang jatuh cinta. Seperti halnya Pon, bahkan tadi dia mengatakan bahwa ia tahu kalau Ibu Saga sedang pergi. Yah, mungkin saja ia memang diberitahu sebelumnya. Tapi, laki-laki mana yang mau membuatkan sup miso dengan sikap malu-malu kepada laki-laki lain? Hanya orang yang jatuh cinta yang bisa melakukannya.

Lama dengan pikiranku sendiri, Saga sudah muncul kembali dari dapur.

“hey, Pon. Kenalkan, ini temanku di Universitas. Namanya Shou. Dan Shou, ini Pon adik tetangga sebelah” terlihat Pon sedikit berubah ekspresi saat Saga mengucapkan kata ‘adik tetangga’. Apa Cuma perasaanku? Ah tidak tidak. Ini begitu jelas. Pon tidak sebahagia saat pertama kali masuk.

“Saga-san, aku harus kembali pulang.” Dan senyumnya pun tidak seramah tadi. Senyum keterpaksaan yang ia tunjukkan.

Dirasa Pon sudah benar-benar pulang, aku baru berani bertanya hal ini kepada Saga. “dia benar hanya adik tetangga mu?” Saga sedikit kaget mendengarnya.
“kenapa kau tanyakan hal itu?”
“apa dia sering memberimu makanan seperti tadi?”
“yah.. kadang-kadang. Kalau Ibu sedang pergi lama, dia baru memberiku makan gratis”
“kamu itu tidak peka”
Saga mengangkat sebelah alisnya “aku? Tidak peka? Kenapa??”
“ah sudahlah. Kau tak akan mengerti”
“oi oi! Seenaknya saja mengataiku!”
“itu memang benar, kan? Sudahlah, aku mau makan sup miso anak itu tadi”
“dasar kau!”

Apa memang seharusnya aku tidak memberitahu Saga soal Pon yang menyukainya, ya? Padahal aku baru kenal dengan Pon, tapi rasanya aku ingin melindungi anak itu. Apa jadinya kalau Pon tau kalau Saga tak menyukainya? Anak itu sudah banyak berkorban untuk Saga, dan sepertinya Saga tak memberikan umpan balik untuk Pon. Yang aku tau, Saga sudah lama mencintai seseorang teman kami. Tora namanya.

***

Hari ini aku pulang kuliah tidak bersama Saga. Hanya ada satu alasan Saga tidak pulang bersamaku. Tora sudah membuat janji dengan Saga sehabis pulang ini. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Dan kau tau bagaimana bahagianya Saga mendapat ajakan itu? Pipiku sampai sakit dibuatnya karena terlalu senang.

Di persimpangan jalan, mataku menangkap sesosok anak laki-laki yang familiar. Rambut hitam bergaya ala remaja Tokyo berseragam SMA sedang menuntun sepedanya. Kuhampiri anak itu dan ternyata memang benar. Dia Pon.

“hey, kenapa tidak dinaiki saja sepedanya?” tanyaku.
“bannya bocor” jawabnya singkat.
“kita ke bengkel saja. Di ujung sana ada bengkel. Aku bisa mengantarmu.”
“aku memang akan ke sana”

Ucapannya kenapa acuh begitu? Aku kan sudah berbaik hati mau mengantarnya? Sabar Shou.

Sampai di bengkel, ia sama sekali tak bicara padaku. Saat kutanya pun ia hanya mengangguk sekenanya. Menyebalkan, tapi karena dia manis kumaafkan saja.

“aku akan mengantarmu pulang, kebetulan aku juga ingin mampir ke rumah Saga—”

“tidak perlu!”

Aku kaget. Ucapannya tiba-tiba menjadi ketus dan setengah berteriak. Apa ada yang salah dengan perkataanku?. Sampai kulihat ia menunduk dan meremas-remas ujung seragamnya. Tak lama bahunya sedikit bergetar. Seperti menangis.

“kamu ada hubungan apa dengan Saga-san?” ucapnya dengan suara serak. Dia menahan tangis.

“aku? Kami hanya teman. Kau jangan salah mengira kalau aku menyukai Saga. Aku justru tahu kalau kaulah yang menyukai Saga”

Tangisannya berhenti seketika. Perkataanku tepat mengenai sasaran. Satu hal yang aku tahu dari anak ini memang benar. Dia mengangkat wajahnya yang sudah basah dan matanya yang merah, “jangan beritahu Saga-san.. kumohon..”

“kenapa aku harus?” ucapku sedikit tedengar malas, tapi aku hanya menggoda anak ini saja.
“kau harus menjaga rahasia ini. Kalau tidak—”
“hmm?”

Pon kembali menundukkan wajahnya takut “..Saga-san akan membenciku..”

Anak ini begitu takut Saga nantinya akan membencinya hanya karena ini. Saga tak akan membenci seseorang sekalipun orang itu menyakitinya. Sungguh bodoh jika Saga sampai membenci anak baik seperti Pon.

“ah.. baiklah. Jangan menangis lagi, okey”

Sebuah senyuman tampak samar dari wajahnya yang tertunduk. Di saat Pon seperti itu tiba-tiba saja aku juga turut bahagia. Karena senyumnya dan kepolosan anak ini. Walaupun senyum itu bukan untukku.

***

“seberapa dekat kalian di Universitas?” tanya Pon tiba-tiba, memecah keheningan perjalanan pulang kami. Dengan berjalan kaki tentu saja, karena sepeda Pon sudah dititipkan ke bengkel. Dan sesuai janjiku, aku mengantarnya sampai rumah.
“kami bersahabat. Kau tau definisi nya, kan?”
“apa hanya kalian berdua saja?”

Melihatku bingung dengan maksud perkataannya, ia buru-buru mengulangi “..maksudku, apa hanya kalian berdua yang sangat dekat? Tidak ada teman lain lagi?”

Aku menggelengkan kepala pelan “ada satu teman kami, namanya Tora”

“oh, apa dia orang yang baik?”
“ya tentu saja.”
“baguslah...”

“sejak kapan kau menyukai Saga?”

Pandangannya tidak menentu. Ia tersenyum penuh arti di balik poni yang ia biarkan memanjang. Oh, apa inikah salah satu tanda orang yang sedang jatuh cinta?. Jujur, ada rasa yang aneh mengganjal di hatiku saat ia tersenyum seperti itu. Seperti rasa tidak suka.

“sejak keluargaku pindah ke sana tiga tahun lalu”

Yah, aku baru tahu itu. Ia mulai menceritakan semuanya dari awal. Saat pertama kali mereka bertemu yang kurasa kejadiannya cukup romantis. Pon bertemu Saga secara tidak sengaja, Pon yang waktu itu masih kelas dua SMP sebenarnya tidak ingin pindah rumah karena alasan ia tak mau pindah sekolah juga. Dengan keterpaksaan, Pon menuruti orang tuanya dan segera pindah rumah tepat di samping rumah Saga. Ia bercerita bahwa saat itu ia sedang marah karena ia benar-benar harus pindah sekolah, ia kemudian menangis di depan rumah barunya. Tak lama kemudian Saga datang dengan membawa sebatang cokelat dan diberikan kepada Pon. Ia juga bercerita kalau Saga datang dengan senyum termanis yang pernah ia lihat. Menurutnya, Saga adalah laki-laki baik yang datang di saat yang tepat untuk menghibur Pon.

Saga memang baik, aku akui itu.

“apa kau tak pernah mencoba menyatakan perasaanmu padanya?” tanyaku dengan sedikit jeda saat ia berhenti bercerita.

Pon menghela napas berat “aku tak bisa..aku tak berani..”

“suatu saat kau pasti akan mengatakannya. Jika tidak–” ucapanku menggantung. Sulit mengatakan kalau Saga menyukai Tora. Apa jadinya Pon kalau tahu itu.

“jika tidak apa?”

“ah lupakan saja”

“Shou-san tidak sedang menyembunyikan sesuatu, kan?” Ini pertama kalinya dia memanggilku dengan nama itu. Apa yang dia tanyakan tak bisa kujawab sekarang.

“tidak ada.” Tak terasa kami sudah di depan rumah Pon dan saatnya bagiku untuk berpisah dengannya.

“Shou-san, terimakasih untuk hari ini. Sampai ketemu lagi” Pon melangkahkan kakinya ke area rumahnya sambil melambaikan tangan kanannya. Nampak jelas perbedaan sikapnya dari empat puluh menit yang lalu.

Ah, ya! Saga! Ada yang ingin kubicarakan dengannya, tapi sepertinya Saga belum pulang. Beginilah jadinya saat ia bersama Tora. Lupa waktu. Mungkin sekarang ini mereka sedang di perpustakaan mencari buku untuk persiapan ujian musim ini. Dan bisa kuduga Saga menikmati momen itu dengan hanya melihat wajah serius Tora saat mencari dan membaca buku. Tidak lebih.

Sudah kuputuskan aku akan menunggu Saga di kamarnya, tentu saja aku bisa masuk karena izin dari kakak perempuannya yang cantik itu. Keluarga Sakamoto ini entah mengapa mempunyai wajah yang cantik, termasuk Saga. Oh yea, aku menyebut Saga cantik. Jangan salah paham karena hal ini, karena aku masih bisa melihat paras cantik Ibu dan kedua kakak perempuannya menurun kepada Saga. Pendapatku ini mungkin berbeda jika Pon yang meresponnya. Pon selalu bilang Saga itu tampan, ya memang.. tapi tidak lebih tampan dariku.

Berbicara soal Pon, menurutku ia berbeda dengan anak berseragam SMA lainnya yang pernah kutemui. Sikapnya, perhatiannya, dan tentu saja wajah manisnya membuatku susah melupakannya. Ekspresinya saat tersenyum di hari itu sangat polos, tak ada kesan pemarah dalam dirinya. Aku jadi terkesan membanggakan dirinya, padahal aku juga baru kenal. Wajar? Entahlah! Kurasa aku menyukainya..err..perasaan suka bisa kapan saja muncul, kan? Mengingatnya membuatku tersenyum sendiri seperti orang gila.

***

“Shou-san!!!” teriak Hiroto dari jauh. Saat ini ia sedang berada di taman bermain dekat rumahnya karena menunggu Shou. Sebelumnya Shou sudah menyanggupi permintaan untuk menemani Hiroto berbelanja.

“yo!” Shou menghampiri Hiroto. “kau dari tadi menungguku?”. Hiroto menggeleng. “ayo Shou-san, aku sudah tak sabar!”

Hiroto langsung menggandeng tangan Shou dan bergegas menuju pust perbelanjaan. Sampailah mereka di gift shop. Shou tak menyangka kalau ia akan dibawa ke tempat ini.

“Shou-san, aku ingin minta pendapatmu. Kira-kira Saga-san suka hadiah apa?”

Perasaan Shou berubah kecewa. Jadi ini tujuan Hiroto mengajaknya berbelanja. Hanya untuk meminta pendapat hadiah apa yang bagus untuk Saga. Shou hanya bisa memaksakan senyumnya. Sakit hati, jelas.

“Shou-san? Bagaimana menurutmu?” tanya Hiroto lagi.

“ah, aku rasa dia suka replika jam pasir ini” jawab Shou sekenanya. Ia juga tak mau membuat Hiroto lebih banyak tahu tentang kesukaan Saga. Walaupun Shou tahu Saga tak akan bisa menerima Hiroto, tapi ia tak bermaksud jahat untuk menjauhkan hubungan keduanya.

“okey, aku ambil ini. Kalau Shou-san suka apa?”

“aku?” Shou bingung menentukan barang apa yang bagus. Tak terlintas dipikirannya akan ditanya seperti itu. Matanya pun menangkap sebuah benda yang berkilauan tak jauh dari replika jam pasir tadi.

“aku suka ini” sebuah diorama kaca yang sederhana dipilih Shou.

Tanpa pertanyaan lagi, Hiroto segera mengambilnya, menuju kasir dan membayarnya.

“Shou-san, ini untukmu. Ini sebagai tanda pertemanan kita.” Hiroto menyerahkan diorama kaca yang tadi dipilih Shou.

“terima kasih Pon.” Padahal Shou hanya asal memilih, tapi ia merasa pilihan  asalnya itu menjadi berharga saat Hiroto yang memberikan.

Jam pasir yang sudah terbungkus kado itu Hiroto akan berikan kepada Saga. Di hari ulang tahunnya besok. Ia berharap dengan pemberiannya ini, Saga cepat mengerti perasaan Hiroto padanya.

Sesuai permintaan Hiroto, ia hanya minta Shou menemaninya berbelanja saja hari ini. setelah itu mereka kembali pulang.  Tapi pada saat mereka berjalan melewati game center, Hiroto tak sengaja melihat Saga di sana. Tidak sendiri. Saga bersama seorang lelaki tinggi yang sedang merangkul pundak Saga.

Hiroto pun memilih berhenti dan melihat lebih jelas. Shou yang berjalan di depan Hiroto menjadi berbalik dan ingin tahu apa yang sedang dilihat Hiroto. Shou begitu kaget saat Hiroto melihat Saga dan Tora tengah berpelukan di sana. Bingung Shou akan menjelaskan seperti apa pada Hiroto.

“Hiroto..” panggil Shou pelan.

“itu Saga-san, kan?” tanya Hiroto tak percaya. Ia bersikeras dalam hati kalau itu bukanlah Saga.

Shou tak bisa menjawab. Ia kasihan melihat Hiroto shock seperti itu. Tak lama Shou mendengar suara isakan kecil dari Hiroto. Refleks Shou menoleh dan mendapati wajah Hiroto sudah memerah dan ada air yang mengucur dari kedua matanya.

“Hiroto..maafkan aku..” nampak penyesalan di wajah Shou. Ia tak pernah menceritakan peranan Tora di hidup Saga.

“Shou-san tau siapa orang itu?” tanya Hiroto masih terisak. Shou mengangguk, tak kuat melihat wajah Hiroto yang menangis.

“dia Tora, teman kami di Universitas”

“Shou-san bahkan tak memberitahuku..”. Kecewa, marah, itulah perasaan Hiroto saat orang yang baru saja menjadi teman baiknya itu sudah mulai membuat kesan tidak baik padanya. Walaupun itu sebenarnya bukanlah kemauan Shou untuk merahasiakan hubungan Tora dan Saga dari Hiroto.

“Hiroto.. maaf..”

“Lebih baik aku pulang..”

Shou tak bisa mencegah Hiroto pulang, karena itu sama saja membuat mood Hiroto menjadi lebih buruk. Ia ingin sekali tadi memeluk Hiroto di saat anak itu menangisi Saga. Ia ingin menenangkan anak itu, dan tak ingin melihat Hiroto menangis seperti itu. Karena sadar atau tidak, Shou merasakan sesak di dadanya saat Hiroto menangis untuk Saga.

***

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Saga-san sudah bersama orang lain. Selama ini usahaku sia-sia menarik perhatiannya. Tidak ada lagi alasanku mengunjungi rumahnya dengan membawakan makanan untuknya. Selamanya Saga-san tak akan pernah mencintaiku..

Kembali aku terisak dalam kebodohanku sendiri.

“..Pon...”

“Hiropon..”

Samar aku mendengar seseorang memanggilku.

“Hiropon.. kenapa tidur jam segini?? Bangun sayang, ada yang mencarimu” akh, Ibu ternyata. Jangan sampai mataku yang sudah sembab ini terlihat olehnya. Butuh waktu sejam untuk menjelaskannya sampai tuntas.

“siapa?” tanyaku tanpa membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhku.

“Ibu belum tanya, tapi dia bilang dia temannya Saga-kun”

‘ah, pasti Shou. Aku malas bertemu dengannya’

“kalau temannya Saga-kun, kenapa mencariku? Aku mau tidur lagi, Bu” jawabku penuh keengganan. Mood ku benar-benar kacau hari ini. Juga karena Shou yang tak memberitahuku soal Saga-san dan pacarnya itu.

“dia juga bilang kalau ia ingin bertemu denganmu. Sudah sana temui dia.”

“ish, menyebalkan! Bilang padanya tunggu sebentar”

Ibu pun pergi dengan suara hembusan nafasnya yang bisa kudengar seperti tidak suka dengan sikapku. Siapa peduli?

Kuintip sedikit ke arah ruang tamu dari balik pintu yang jaraknya memang tak jauh dari sana. Sudah kuduga, itu Shou. Bisa dibilang ini pertama kalinya ia berkunjung ke rumahku. Ah, aku harus bersikap biasa saja.

Aku pun keluar dari kamar dan perhatian Shou langsung menuju ke arahku. Sampai aku duduk pun ia terus mengikuti gerakku. Entah mengapa merasa diperhatikan seperti itu adrenalin ku semakin terpacu. Ada apa ini?

“Hiroto, kamu masih memikirkan Saga?”

“jangan bicarakan itu lagi Shou-san..”
“ah gomen”

Ada kecanggungan saat kami berbicara. Hanya karena masalah ini kami seperti orang yang tidak kenal sama sekali. “..kalau Shou-san ke sini hanya untuk menanyai keadaanku aku baik-baik saja. Aku hanya butuh waktu saja.”

“tapi aku tidak percaya Hiroto” sergah Shou cepat. Aku tidak tahu harus berekspresi apa. Senang kah ada orang lain yang memerhatikan keadaanku? Atau sebaliknya?

Mendadak kepalaku terasa berat memikirkannya. Akh, migrain ku.. jangan sekarang...

“Hiroto? Daijobu desu ka?” bisa kurasakan Shou memegang tubuhku, aku sudah tak tahan lagi..dan aku pun bersandar di dadanya menahan sakit.

“bawa aku ke kamar itu” pintaku sambil menunjuk kamar di sebelah sana.

Shou segera membawanya masuk ke kamar Hiroto dan membaringkannya di tempat tidur. Shou sedikit takjub melihat suasana kamar Hiroto yang mayoritas bernuansa merah. Tidak seperti kebanyakan laki-laki yang lebih memilih warna gelap. Beruntung di hari pertama berkunjung ke rumah Hiroto, ia sudah bisa memasuki kamar Hiroto yang notabene adalah privasi pemuda itu.

Mata Hiroto masih terpejam dengan satu tangannya yang memijit-mijit kepalanya.

“aku belikan obat ya” ucap Shou sudah bersiap meninggalkan kamar Hiroto.

“tidak perlu. Ini hanya migrain, Shou-san tolong tutup tirai jendelanya. Cahayanya membuatku sakit.”

“ah ya..” Shou mengerti apa yang membuat Hiroto kesakitan seperti itu. Maka ia menutup semua akses cahaya yang masuk ke dalam kamar. Otomatis membuat kamar yang semula terang menjadi gelap. Menyisakan mereka berdua di dalam kamar dengan pintu yang terkunci.

Shou menghampiri Hiroto dan sebisa mungkin membuat Hiroto merasa lebih baik dengan membiarkan ia saja yang memijit kepala anak itu.

“Shou-san..” Hiroto menatap Shou dengan  mata yang setengah tertutup. “semoga ini membuatmu lebih baik”

“Shou-san kenapa begitu peduli padaku?”

Shou bingung akan menjawab seperti apa. Haruskah ia jujur sekarang dan mengatakan bahwa ia mencintai Hiroto? “jika aku mengatakannya, aku harap kau mengerti..”

“..aku mencintaimu Hiroto.”

Dan sukses membuat kamar gelap itu menjadi sunyi tanpa suara. Kedua tangan Shou yang semula memegang kepala Hiroto, secara perlahan Hiroto melepaskannya dan meletakkannya di samping tubuhnya yang masih terbaring.

“Hiroto, beri aku kesempatan untuk menggantikan posisi Saga di hatimu.” Shou menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Hiroto. Mendekatkan wajahnya perlahan dengan satu tujuan. Meraih bibir Hiroto sebagai bukti bahwa Shou benar-benar mencintainya.

Hiroto bahkan tak melawan ciuman sepihak itu. Ia juga tak merespon bibir Shou yang terasa dingin saat menyentuh bibirnya. Shou tidak melakukan deep kiss yang liar, karena itu bisa membuatnya dicap seperti lelaki penuh nafsu yang hanya mencintai orang lain hanya karena nafsu. Bukan itu yang ia lakukan sekarang.

Shou bisa melihat mata Hiroto yang terpejam saat ia menciumnya. Terkesan menikmati namun tanpa adanya perlawanan dan respon yang berarti. Yang Shou pikirkan sekarang adalah, Hiroto sudah memberikan lampu hijau padanya.

“aku mencintaimu” ucap Shou setelah menyelesaikan ciumannya.

“bukan karena kau kasihan padaku?”

“aku tulus mencintaimu Hiroto, sejak pertama kali kita bertemu. Dan kau pasti tak tahu saat kau membicarakan Saga di depanku, hatiku sakit.” Mata Shou menjadi sayu kembali mengingat kemarin betapa bahagianya Hiroto mencintai Saga.

Suasana kembali hening. Hiroto terlalu terkejut mendengar pengakuan Shou yang tiba-tiba ini. tak pernah terpikir olehnya, ternyata Shou lah yang mencintainya.

Hiroto pun membuka suara, “kumohon jangan kecewakan aku nantinya..”

“eh?” Shou kaget mendengar ucapan Hiroto barusan. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya, sehingga ia kurang memahami apa maksud Hiroto.

“jangan kecewakan aku Shou..” sebuah panggilan tanpa embel-embel –san? Ini artinya?

Melihat Shou yang masih kebingungan, Hiroto segera menatakan apa maksud ucapannya tadi.

“aku juga mencintaimu...”

Senyum brunette itu pun terkembang manis. Ia tak bisa menutupi rasa bahagianya, segera ia memeluk Hiroto erat dan menciumi seluruh bagian wajah pemuda kecil itu. Mereka pun tersenyum saat menatap wajah satu sama lain. Terlihat samar rona merah menghiasi wajah  mereka.

“percaya padaku, aku tak akan membuatmu kecewa”

“pinky promise?” Hiroto mengacungkan jari kelingkingnya di depan Shou. “pinky promise” Shou pun langsung mengaitkan kelingkingnya dan jari keduanya saling bertaut.

Manis.

Bibir mereka kembali bertemu tanpa adanya paksaan dari salah satu pihak. Dan kebahagiaan itu pun menyelimuti mereka, seiring ciuman yang semakin panas dan mengikuti irama desah nafas mereka. Permainan akhirnya berakhir dengan peluh yang membasahi tubuh masing-masing, saling memberikan tanda merah di tubuh bahwa mereka sudah terikat satu sama lain.

Hanya cinta yang bisa membuat Hiroto mau melakukannya, dan cinta lah yang sudah mempertemukannya dengan sang pemberi kebahagiaan untuknya.-Shou-.


Owari
***

n.b: ENDINGNYA MAKSAAAAAAA!!!!!! (gak pede waktu mau ngepost)

9 comments:

  1. Yeaaaaay makasih fanfic nya *cium Eri* video nya nanti yah huhuhu

    Cinta bertepuk sebelah tangan itu memang menyakitkan, aku tahu rasanya Pon TwT *puk puk Hiropon*
    Tapi ya sudahlah ada abang nchou /eaaaa

    "Hanya Saga manusia laki-laki di rumah ini." kok aku bacanya ga enak yah? Menurutku mending diganti "Hanya Saga satu-satunya lelaki di rumah ini" hehe

    Terus paling suka bagian ini "Pon selalu bilang Saga itu tampan, ya memang.. Tapi tidak lebih tampan dariku." buahahaha Shou narsis amat kau! Walaupun bener.
    Dan emang Sag itu tampan, dan sekarang tambah tampan ;;A;; *cium Saga*

    terus satu lagi saranku, disini Eri sama sekali ga nyebutin nama Hiroto. Rasanya aneh aja, Shou kan baru kenal, kok udah manggil Pon aja. Pon nya juga terima-terima aja =w=)a
    harusnya pas perkenalan "Ini Hiroto, adik tetanggaku" begitu.

    Walaupun endingnya maksa yang penting happy ending dan tamat! *nyindir seseorang*

    ReplyDelete
  2. wuaaa.. banyak yang perlu dikoreksi nih.. nulisnya masih abal2 soalnya XD. Makasi mih saran2nya *deep hug*.

    Ditunggu loh mih videonya,, sama fic mpon di dapur itu *nagih*

    ReplyDelete
  3. Bagus tapi fanfic mu nak, mamih iri kau nulis kayak yang gampang gitu terus penuh ide juga *ngesot*
    Aku komen gitu padahal fanfic buatan sendiri juga ancur-ancuran wkwkwkwkwk
    sama-sama *hug back*

    udah yah, tinggal part 2 nya itu di fb

    ReplyDelete
  4. okeh.. ditunggu adegannya Mpon 'main' sama Shou *mikir yang iya iyalah*

    ReplyDelete
  5. Ngga adaaa ngga bakalan ada adegan yang iya-iyalah >__< Hiropon terlalu manis untuk diiya-iyain(??) ga tega. Beda lagi kalo sama Saga muehehehe *mikir yang iya-iya*
    /senam yang iya-iyalah/

    ReplyDelete
  6. huaaah.. Syukurlah enggak sad end.
    Udah was-was aja bacanya.

    Yey.. Shopon bersatu XD

    Hebat deh Eri bisa apdet fic sering, bnyak ide nya.
    Bikin lg yg lebih banyak fic shopon ny ya Eriii...
    XDD

    EH, itu apa ff pon yg didapur?
    Mau baca dong Haruuuuu..
    *muka penuh pengharapan*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Shopon akan selalu bersatu selamanya >///<

      Ini aja kalo ga diminta ga bakal kelar X888. Nulis ff lagi tunggu Mpon ngasih ilham dulu :P

      ff nya mamih Haru yang Mpon didapur ada di fbnya tuh *tunjuk2*

      Delete
  7. ilham yang bagaimana yg pon berikan untuk Eri? *halah*

    ga bisa ubek2 note lg lewat hp.. T.T
    Haruuuu.. Mao baca.. TAT

    ReplyDelete
    Replies
    1. ilham cinta (apaan??!) *ditabok*

      baca ff nya mamih bikin gemes lho :3 *ngomporin* XXDDD

      Delete