Saturday, July 21, 2012

Fanfic You’re Mine

Title : You’re Mine
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Pair : KazukiXManabu
Chapter : OneShoot
Disclaimer : (tumben2an nyangkutin Discalimer), OTP favorit ketiga gw ini (red: KazukiXManabu) masih tetep punya sang Maha Pencipta
Summary : Rasa iri hati yang luar biasa dari seorang Kazuki kepada Jin. Gara-gara Manabu, hidup Kazuki berubah total.


You’re Mine


“hei lihatlah anak cupu yang di sana itu!” seru seorang berrambut cokelat tua itu pada temannya “kemana-mana selalu membaca buku, dan kacamatanya itu membuat rusak pemandangan saja”
“benar kan, Kazuki?” ucapnya menyenggol lengan temannya yang bernama Kazuki itu.
“bukan urusanku, Byo” dengan angkuhnya ia tak menghiraukan ucapan Byo, ia malah pergi dari tempatnya menuju ke ruang kelasnya.

Kazuki, mahasiswa fakultas kedokteran itu memang terkenal sangat sombong dan sering berbuat sekenanya pada orang-orang lemah di kampusnya. Tak terkecuali orang yang Byo bicarakan tadi. Nasib orang itu selalu sial jika bertemu dengan Kazuki cs. Entah itu dipukul atau dijambak rambutnya. Dan itupun tak ada alasan yang logis kalau Kazuki memperlakukannya seperti itu. Misalnya seperti lewat di depan Kazuki tanpa permisi dan membungkukkan badan, orang itu pasti mendapat hadiah pukulan di pipinya. Kazuki memang berkuasa di kampusnya. Berdasarkan info, Kazuki sudah menjebak rektornya untuk patuh di bawah kakinya. Waktu itu Kazuki tak sengaja melihat sang rektor sedang bermesraan dengan mahasiswi tercantik di kampusnya, dan tak mau menyia-nyiakannya, Kazuki mengambil foto dan video itu diam-diam. Kazuki akan membocorkannya ke publik jika sang rektor tak mau patuh padanya. Itulah kenapa ia menjadi pemimpin di kampus ini.

Tak biasanya Kazuki tidak peduli dengan orang yang selalu ia ganggu. Seperti tadi, ia malah pergi dan membiarkan Byo bertanya-tanya tentang sikapnya hari ini.
Byo bersama Rui, teman satu kelompok Kazuki datang menghampiri Kazuki yang masih melamun di dalam kelas.

“hoi, Kaz!! Kau sakit, ya?” celetuk Byo. Kazuki hanya menatapnya sekilas, lalu kembali lagi melanjutkan aksi melamunnya.
“heh, ditanya kok diem. Kenapa kau hari ini? Gak enak badan, mendingan pulang aja deh” usul Rui, tapi tetap juga tak membuat Kazuki bergeming.

Dua orang itu jadi bingung “baiklah, kau berbeda hari ini. Dan kalau boleh tau apa yang menyebabkan kau jadi begini, tuan besar Kazuki”

“pergilah Byo. Aku sedang tidak ingin diganggu sekarang” nadanya ketus dan wajahnya terlihat marah sekali
Byo dan Rui tak bisa berkutik, Kazuki benar-benar tak ingin diganggu. Secepatnya mereka menuruti perintah Kazuki dan kemudian tak terlihat lagi.

Kazuki menghela napas, tak mengurangi lekukan cemberut di wajahnya. Ia sangat kesal pada anak cupu itu. Oh, bukan. Lebih tepatnya teman si anak cupu, yang entah kenapa bisa membuat hati Kazuki menjadi panas setelah ia melihat mereka secara tak sengaja.

~~~

Siang yang cukup terik, anak buah Kazuki sudah mendahuluinya pulang ke rumah. Tinggal ia sendiri saja yang masih kuatnya berjalan kaki di siang sepanas ini menuju rumahnya. Sesekali ia mengelap keringat di dahinya.

Berjalan pelan ia melewati deretan toko-toko besar dan restoran. Matanya pun akhirnya menangkap sosok yang cukup ia kenali sedang berada di restoran Omiya-restoran yang khusus menyediakan okonomiyaki-. Tubuh kurus yang putih, rambut coklat pendek, dan kacamata yang tak asing. Benar, dia si cupu itu.
‘sedang apa dia di sana?’ pikir Kazuki

Ia cukup penasaran dengan apa yang dilakukan si cupu itu di sana. Lekat-lekat ia lihat, dan ternyata dia tak sendiri. Dia bersama orang lain, laki-laki yang kelihatannya lebih tua darinya. Mereka seperti sedang mengobrol ringan dan si cupu itu memperlihatkan tawanya beberapa kali.
Kazuki nyaris melotot melihat cara tertawa si cupu itu, karena selama ini ia bahkan tak pernah melihat si cupu tersenyum, apalagi tertawa seperti ini. Makin lama Kazuki mempertajam pendengarannya, ia tak lagi peduli dengan orang-orang yang lalu lalang menatapnya aneh.

Kazuki juga baru tahu akhirnya kalau laki-laki yang bersama si cupu itu adalah kawan lama yang baru saja bertemu. ‘kawan lama?! Sejak kapan si cupu itu punya kawan lama bertato banyak di lengannya?!’ serunya dalam hati.

‘atau jangan-jangan, sebenarnya anak cupu itu seorang berandalan!’ Kazuki mulai meracau dengan pikirannya sendiri.

“akhh!! Kenapa aku harus mengurusi mereka sih?! Itu gak penting sama sekali!”
Dengan kesal Kazuki berhenti memata-matai si cupu dan temannya. Di mana ia berjalan semula dengan santai, kini ia malah berjalan dengan emosi. Nyaris berlari, ia sendiri tak tau kenapa perasaannya jadi kacau melihat si anak cupu itu bersama orang lain.

~~~

“kau lagi. Sudah berapa kali kubilang, kalau jalan lihat pake mata!” Kazuki sengaja menjegal kaki si anak cupu itu sampai terjatuh. Bahkan kacamata yang dipakainya pun ikut terlempar.

Si cupu pun bersimpuh meminta maaf pada Kazuki, tapi seperti yang biasa Kazuki lakukan, ia tak menghiraukannya. Ia justru mendekati ke arah di mana kacamata itu terjatuh. Ia memungutnya dan melemparkan ke anak itu.

Belum sempat diambil, Kazuki keburu menginjaknya sampai patah. Lensa-lensanya retak dan terlepas dari bingkainya. Ia tersenyum puas, sedangkan sang pemilik kacamata itu shock dan hampir menangis.

“Ini akibatnya kalau berani melawan Kazuki”

Anak itu mengambil pecahan kaca dan bingkainya ke dalam genggamannya. Ia terus menunduk tak berani melihat Kazuki. Dalam hati ia bertanya-tanya, dosa apa yang ia perbuat sehingga Kazuki berbuat seperti ini padanya.

“angkat wajahmu anak manis.. aku ingin lihat wajahmu tanpa kacamata jelek itu” ucap Kazuki sambil mengangkat dagu si cupu sampai ia bisa melihatnya.

Kazuki melihatnya, cukup lama. Ia suka dengan wajah natural si cupu ini. Tapi satu hal yang membuat Kazuku menyadari kelakukannya, wajah anak itu sudah basah karena air mata. Walaupun tanpa sesenggukkan yang tak terdengar,  tapi Kazuki bisa merasakan kalau anak itu sangat menderita olehnya.

Ia sudahi ‘permainannya’ dan membiarkan anak itu masih membereskan sampah kacamatanya. Perasaan Kazuki antara puas dan menyesal. Ia puas karena sudah bisa mengerjai anak itu lagi dan berhasil melihat wajahnya tanpa memakai kacamata, tapi ia juga menyesal telah membuat wajah manis itu dibasahi air mata.
Sepertinya Kazuki mulai menyukai anak berpredikat cupu itu.

~~~

Setelah kejadian ‘mematahkan kacamata si cupu’, Kazuki jadi merasa tak enak hati. Ketika mata kuliahnya selesai, ia berniat mengikuti si cupu itu pulang kuliah. Baru kali ini Kazuki melakukan hal bodoh seperti membuntuti orang. Tak masalah jika yang ia buntutui semacam mahasiswi baru yang cantik, tapi dia malah membuntuti mahasiswa cupu yang selalu ia ganggu.

Sejauh ini ia tak ketahuan karena anak cupu itu masih terus saja membaca buku sambil berjalan. Jadi ia tak heran jika Kazuki terus mengikutinya sampai depan gerbang kampus.
Kazuki bersembunyi di balik pos satpam. Begitu ia melihat anak itu hampir keluar gerbang, Kazuki pelan-pelan keluar dari tempat persembunyiannya. Tapi belum beberapa langkah, ia kembali lagi ke posisi semula. Ia mendengar suara orang memanggil anak itu.

“Manachan!!!”
Kazuki melihat dengan seksama, orang yang memanggil-manggil itu adalah orang yang ia lihat di restoran bersama si cupu kemarin lusa. ‘ya, tidak salah lagi’

Terlihat si cupu itu tengah mengucek-ngucek matanya dan melihat samar orang yang barusan memanggilnya. “Jinchan!!”
Orang yang dipanggil Jinchan itu mendekat. Melihat perbedaan dari si cupu itu, Jin merasa aneh. “kacamatamu mana?”
Yang ditanya jadi gelagapan sendiri “pecah. Aku tadi terjatuh karena gak liat jalan”
“hmm.. gak biasanya kamu seceroboh ini Manachan. Dan jangan bilang kalau kacamata itu satu-satunya”
tersenyum kecil “ya begitulah..”

Sementara Kazuki masih terus berkonsentrasi dengan perbincangan dua orang di sana itu. Ia marah dan rasanya ia ingin meninju wajah orang bernama Jin itu.
‘seenaknya manggil Manabu pakai chan segala?!!’

“kamu pasti belum makan, kan?” tebak Jin, Manabu-si cupu itu- mengangguk kecil.
“kita cari makan yuk. Sekalian beli kacamata baru”
“na..nnani?! aku gak punya uang”
“tenang aja, aku yang traktir”

Manabu pun pergi bersama Jin, dan lagi-lagi Kazuki mengeluarkan aura api di sekujur tubuhnya. Ia sendiri tak sadar kalau sudah memukul tembok pos satpam itu berulang kali. Rasa iri hati yang luar biasa dari seorang Kazuki kepada Jin. Gara-gara Manabu, hidup Kazuki berubah total.

~~~

Seluruh e-mail tak ada yang dibalas Kazuki, telepon pun tak ia angkat. Di dalam kamarnya, Kazuki terus mengingat sesaat di depan gerbang kampus tadi siang. Otaknya serasa di penuhi nama Manabu, dan wajah manisnya tanpa memakai kacamata.

Ia pun tak bisa tidur, padahal dua setengah jam lagi matahari akan muncul. Menghela napas untuk yang kesekian kalinya, ia mencoba memejamkan mata, mengusir pikirannya tentang Manabu.
Tapi itu tetap saja tak bisa. Dan akhirnya semalaman pun tak ia pakai untuk tidur. Kazuki masuk ke kampus dengan wajah kusut, badan kurang sehat, dan pucat. Bukan Kazuki sang penguasa yang seperti biasanya.

“ohayou, Kaz..”
Kazuki menoleh tanpa semangat kehidupan “o..ha..yo..u..”

“hhhhiiiii??!!!!” Byo bergidik ngeri melihat bosnya seperti mayat hidup.
“kau tak apa-apa Kaz?” tanyanya hati-hati
Kazuki tersenyum kecil “kelihatannya bagaimana?”

Byo lari tunggang langgang karena ia melihat Kazuki sedang menyeringai padanya, sementara Kazuki bingung sendiri melihat temannya lari begitu ia tersenyum.

“huh, sialan. Gara-gara si cupu itu aku jadi tak bisa tidur semalam”

Begitu ia hendak memasuki ruang kelas, ia mendengar sorak sorai beberapa orang di sekitarnya. Langsung saja ia menoleh, siapa tau ada hal menarik buatnya.

“Manachan, kawaii ne~~” Mahasiswi di sana berteriak histeris
“hai’, Manachan manis sekali~~~~ >///<”

“tt..terima..kk..kasih..” Manabu, orang yang tengah dielu-elukan itu tersenyum malu. Ia pura-pura membaca buku agar wajahnya yang sudah merah tak terlihat.

Manabu datang ke kampus tanpa memakai kacamata untuk yang kedua kali setelah insiden kemarin. Ia mampu melihat jelas tanpa bantuan kacamata tebalnya karena bantuan softlens merah pemberian Jin waktu itu.

Ketika Manabu memasuki ruang kelasnya-yang seruangan dengak Kazuki cs-, ia tak sengaja melewati Kazuki tanpa permisi. Sedangkan Kazuki masih tak percaya dengan penampilan Manabu sekarang. Jauh lebih manis dari kemarin, walaupun kemarin itu saja sudah membuat Kazuki klepek-klepek.

“hei kau!!” seru Kazuki memanggil Manabu
Manabu mengalihkan pandangannya ke Kazuki, ia buru-buru berjongkok dan meminta maaf atas kesalahannya karena ia tak permisi atau membungkukkan badan ketika melewati Kazuki. Mahasiswa dan mahasiswi yang melihat itupun juga tak bisa berbuat apa-apa, padahal di dalam hati, mereka sangat ingin menghabisi Kazuki saat itu juga.

“gomen.. gomennasai, Kazuki-sama”
Kazuki tersenyum puas, ia senang dipanggil namanya dengan imbuhan –sama, apalagi Manabu yang menyebutnya.
“sudah cukup. Berdiri cepat!”

Manabu pun berdiri, membenarkan posisi pakaiannya yang agak berantakan dan terus mendekap buku-buku pelajarannya di dada.

“jangan menunduk! Lihat mataku, anak kecil”
Ragu-ragu Manabu mendongakkan wajahnya, memasang wajah ketakutan agar Kazuki mau melepasnya. Tapi Kazuki makin senang, ia seperti mendapatkan mainan baru.

“nah, begitu kan lebih baik. Hei,, matamu merah. Atau jangan-jangan ini yang membuatmu tak memakai kacamata lagi?” Kazuki bersikap sedingin mungkin padahal ia sendiri juga tak tega berkata seperti itu pada pujaan hatinya.
“ii.iya..”

“sekarang ikut aku!” tanpa persetujuan dari Manabu, Kazuki sudah menyolong tangan Manabu agar bisa pergi bersamanya.
‘ya ampun,, tangannya halus banget...’
“kk..kita,, mm..mau kk..kemana?”


“sudah ikut saja. Atau kau mau kupukul” spontan Manabu menutup mulutnya, berusaha tak bertanya yang macam-macam lagi. ‘aduh, Kazuki bodoh!!! Kenapa kau malah mengancamnya!! Dia jadi takut tuh!!’

Kazuki terus menarik tangan kurus itu sampai ke dalam toilet kampus. Ia bersama Manabu masuk ke salah satu toilet kosong dan menguncinya dari dalam. Jengah dengan buku-buku yang terus dibawa Manabu, ia pun merampasnya dan menaruhnya di atas tutup toilet duduk.

Manabu semakin takut, karena sekarang Kazuki sudah mengunci tangannya ke atas. Sehingga terlihat jelas Manabu seperti seorang yang siap ‘disantap’.

“hhah..kau sudah membuatku gila, anak kecil hh... aku mau kau membayarnya hh..” Kazuki tersengal-sengal, tangan kirinya masih mengunci tangan Manabu di atas sementara tangan kanannya membelai halus kedua pipi Manabu.

“hh..aku mau kau hh..menjadi hh.. pacarku..” Sadar atau tidak Manabu bisa mendengar itu dengan jelas. Kazuki yang sering mengganggunya berbeda sekali saat mengungkapkan kalimat barusan. Terdengar tulus dan jujur.

“kk...kkau bb.. bicara app..apa?” Kazuki makin mendekatkan wajahnya ke Manabu dan sedikit lagi ia hampir melaksanakan aksi finalnya.
Namun karena terlalu lelah, Kazuki mengendurkan kunciannya dan jatuh tertidur di pelukan Manabu. Bingung dan kaget Manabu berusaha menahan berat badan Kazuki agar berdiri seimbang. Buku-buku miliknya ia genggam di tangan kiri, dan yang lain membopong Kazuki keluar toilet.

Ia tak membawa Kazuki ke ruang kelas, melainkan ke ruang kesehatan. Di sana, petugas ruang kesehatan sedang menulis sesuatu di mejanya. Ia hentikan tulis menulisnya ketika Manabu datang menghampirinya sedang kepayahan memapah Kazuki.

“Yuu-san, tolong rawat dia” Ia menyerahkan Kazuki pada sang perawat. “kenapa dia bisa pingsan Manabu?”. Tak punya alasan lebih lagi, akhirnya Manabu menjawab asal “Aku menemuknnya pingsan di kelas. Maaf, saya harus kembali ke kelas”

“dasar anak muda..” Yuu menggelengkan kepalanya heran. Menatap intens pada sosok yang terbaring ingsan di depannya. Tak lama ia sudah meletakkannya di kasur. Ia tau kalau Kazuki bukan pingsan karena hal yang mengkhawatirkan, tapi pingsan karena kelelahan kurang tidur.
Yuu biarkan Kazuki cukup tidur, sementara ia kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda tadi.

~~~

Manabu sangat tenang hari ini, karena di kelas tak ada Kazuki yang sering mengganggunya. Sampai jam kuliah selesai, Manabu masih tak merasakan hawa-hawa pembunuh Kazuki. Dia bersemangat pulang, sampai langkahnya di hentikan.

“kau mau ke mana?”

Tak bisa menghindar lagi, Kazuki yang sedari tadi tak ada kini muncul lagi. Dengan wajah yang lebih mendingan dari yang tadi, walau wajah penguasanya belum hilang.

“ak..aku..mau pulang”
Kazuki tak melepaskan genggamannya “jangan pulang dulu. Aku mau bicara padamu”
“kumohon jangan pukul aku..”

Hati Kazuki mencelos. Jadi selama ini dia di mata Manabu adalah seorang tukang pukul yang selalu memukul sesuai kehendak hatinya.

“aku tak akan melakukannya. Aku hanya ungin bilang terimakasih”
“terimakasih kau sudah membawaku ke ruang kesehatan. Tanpa bantuanmu pasti aku sudah tertidur di toilet” ungkapnya “dan.. soal perkataanku sebelum aku pingsan, kau mendengarnya,kan?”

“ah..eh..etto... aku..”

“kau mau apa tidak? Cukup katakan ya dan aku tak akan mengganggumu lagi”

Manabu berpikir sebentar, kata-kata itu..’cukup katakan ya dan aku tak akan mengganggumu lagi’ hei... berarti kalau Manabu jawab tidak maka Kazuki akan terus mengganggunya sampai puas.
“ini..tidak adil”
“untukmu, tapi bagiku semua terasa adil. Aku menyukaimu anak kecil”

Mata Kazuki berbinar memohon. Wajahnya juga memelas, dan Manabu tidak bisa menolaknya, ia sebenarnya juga menyukai Kazuki. Merasa tak enak dan ia pikir Kazuki pasti mengerjainya lagi, ia coba menolaknya sehalus mungkin.

“Kazuki-sama, maaf...”
Dahinya berkerut, Kazuki kecewa dengan penolakan itu. Tapi ia tak gentar, bukan Kazuki namanya kalau tak bisa mendapat apa yang ia inginkan.

“jadi kau menolakku?” tanya Kazuki dengan nada meremehkan
Manabu membuang wajahnya, menatap ke sekeliling agar tak langsung berhadapan dengan mata Kazuki.
“pikirkan sekali lagi”

Manabu menggeleng pelan, serba salah jika ia mengambil dua keputusan itu.

Tanpa basa basi, kembali Kazuki melancarkan aksinya seperti yang di toilet tadi. Ia mendekatkan wajahnya ke Manabu dan tangannya memegangi kepala belakang Manabu agar tak dapat melepaskan diri.
Yak, Kazuki sudah mendaratkan bibirnya di tempat yang benar. Saking kagetnya Manabu nyaris tak bisa bernafas. Jantungnya berdetak lebih dari kecepatan normal. Kazuki menyukainya, rasa manis dan hambar berbaur jadi satu.

Agak lama Kazuki memonopoli Manabu, akhirnya ‘acara’ itu ia sudahi. Mereka saling mengambil napas banyak-banyak takut kehabisan pasokan oksigen. Kazuki melihat jelas wajah Manbu yang semula putih kini berubah merah, semerah softlens yang dia pakai. Ia pikir dengan begini Manabu mau menerimanya.
“terbukti kan aku tidak main-main”

“Kazuki-sama, serius?”
“untuk apa aku meluangkan waktu di sini bersamamu jika hal ini tidak serius?” tegasnya lagi “aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan jika kau mau jadi pacarku”

Manabu menelan ludahnya susah payah. Mungkin ini sudah jadi takdirnya harus terus bersama Kazuki. Toh dia juga sudah biasa...


Ia memberanikan diri menatap kedua mata Kazuki, menarik napas pelan dan...


“ya, aku mau”


Owari

No comments:

Post a Comment