Sunday, July 14, 2013

Fanfic Together [AND~eccentric agent~]


Title: Together
Author: Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Chapter: 1/1 –OneShot-
Pair: KiliXKen, KiliXIkuma
Genre: Drama, Romance, SHOUnnen-Ai, Fluff
Language: Bahasa Indonesia
Rating: PG
Disclaimer: These character is not mine. Kili & Ikuma still in music, and now Ken is a young enterpreneur. Well, they’re still be my favorite characters for my fanfics.
A/N: Support our lovely Ken!! And let’s support KiliKen too. Di fic ini, Kili dipanggil dengan Kiri (
キリ), karena ini ceritanya mereka pas masih kecil. Dozoo..


Together
AND~Eccentric Agent~ - Lycoris, BugLug – LOST CHILD

Aku percaya sejak dulu bahwa pilihanku ini sudah tepat. Lelaki berseragam SMA yang sedang tidur di pundakku ini buktinya. Sehari tanpanya sangat sulit bagiku, apalagi melupakannya. Dia yang sudah menjadi sahabat baikku sejak kami kecil. Dan aku sadar bahwa aku sangat menyayanginya. Nyaris seumur hidupku aku selalu bersamanya.

Bahkan dulu Ibu nya bilang padaku kalau dia pernah ingin memberiku sebuah okulele di saat aku kecil sangat menginginkannya.

Kereta menuju Shinjuku akan tiba sebentar lagi, namun ia belum juga membuka matanya bangun. Terlihat dia sangat lelah  setelah harus berjalan kaki karena ban sepedanya tiba-tiba bocor. Kami selalu pulang pergi ke sekolah menaiki sepeda, dan ini adalah yang kedua kalinya kami pulang sekolah menggunakan kereta.

Suara khas kereta listrik berjalan mulai terdengar dari kejauhan. Akan kubangunkan dia.

“Ken chan” bahunya kugoyangkan pelan dan dia terlihat enggan untuk bangun. Matanya yang sipit semakin terlihat segaris ketika bangun tidur seperti itu.
“ayo pulang..” bertepatan dengan itu, kereta sudah berhenti dan siap memasukkan penumpang ke dalamnya.

Sesekali dia menguap dan akhirnya kugandeng tangannya agar cepat masuk.

“Kiri chan, aku mau tidur lagi...” pintanya menyuruhku untuk duduk dengan posisi yang sama seperti di stasiun. Ia kembali meletakkan kepalanya di bahuku, rambutnya yang baru kemarin ia potong memperlihatkan setiap sudut wajahnya yang tenang dalam tidur. Memang hal yang aneh ketika kau sedang berada di kereta, kau justru melihat pemandangan seorang lelaki yang tertidur di pundak lelaki lainnya. Seperti sepasang kekasih.

Dan itu memang benar.

Kedengarannya aneh, tapi aku ingin mengaku bahwa pada akhir tahun ke empat kami di sekolah dasar, kami mulai menjalani hubungan yang lebih dari sepasang sahabat baik. Memang masih terlalu dini untuk memulainya dan konsekuensinya kami harus terus merahasiakannya dari teman-teman bahkan orang tua kami. Mengingat Ayah dan Ibu Ken sangat kenal dengan orang tuaku. Bahkan kau bisa melihat jarak rumah kami yang tidak ada lima meter. Kami selalu terbiasa sejak kecil, dan itulah yang membawa kami seperti sekarang ini.

Hampir delapan belas tahun bersama, hadir di dunia ini nyaris bersamaan. Hanya selang sebulan, Ken lebih dulu lahir. Walaupun aku lebih muda usianya, justru Ken lah yang memposisikan dirinya sebagai yang muda. Bisa dibilang, sikapnya lebih kekanakan walau dengan suaranya yang maskulin-ketimbang suaraku-.

Anak ini begitu manis, polos dan baik. Tak ada seorang pun yang akan kubiarkan menyakitinya. Hangatnya genggaman tangannya begitu terasa menjalar di tubuhku, dan hatiku tentu saja. Walaupun ini bukanlah yang pertama kalinya kami melakukan ini. Aku akan selalu mengingat momen saat bersamanya.

Bahkan saat pertama kali berbicara di acara ulang tahunnya yang ketiga.


“Otanjoubi omedetto Ken chan!” seru seorang Ibu muda yang tengah menggendong seorang anak laki-laki di dalam dekapannya. Agak kesulitan memberikan sebuah kado berukuran besar dengan salah satu tangannya kepada si anak yang berulang tahun.

“arigatou, Kasumi. Hey, Ken chan, lihat siapa yang memberimu hadiah?” seorang Ibu yang kurang lebih seusia Kasumi memperlihatkan kado itu kepada Ken. Refleks sang anak tersenyum senang walaupun ia tak mengerti maksud percakapan orang dewasa di sekitarnya.

Kasumi menurunkan anak laki-laki yang ia gendong dan menyuruhnya untuk bergabung dengan Ken. Anak laki-laki yang tampan dengan garis matanya yang bahkan bisa diperkirakan sepuluh tahun ke depan ia akan menjadi seorang pemuda yang gagah.

“anakmu lucu sekali, Sakura. Bulan depan akan kurayakan ulang tahun anakku seperti ini juga” ucap Kasumi. Sakura-ibu Ken- menanggapinya dengan kekehan kecil “kalau bisa lebih meriah dari ini, dan anakmu juga terlihat tampan sekali. Aku senang melihatnya”

Kasumi tertawa mendengarnya “Kiri itu sebenarnya di rumah aktif sekali. Tapi kenapa ya, saat bersama Ken dia jadi malu begitu”

“entahlah, mungkin dia baru pertama kali bertemu teman seusianya dan Ken justru terlihat senang dapat teman baru”Kasumi mengangguk setuju. “..kita tinggalkan saja anak kita begitu. Oh ya Kasumi, mau minum teh di luar?”


Dua anak umur tiga tahun yang baru saja ditinggal kedua Ibunya untuk minum teh, terlihat mulai ada komunikasi ringan. Ken berusaha mendekati Kiri dengan memberikannya beberapa kado robot gundam yang baru saja ia terima.

Tapi Kiri memang anak yang pemalu jika bertemu dengan orang lain selain keluarganya di rumah. Untuk saat ini Kiri masih tak berbicara apapun-hanya anggukan dan ekspresi wajah yang ia perlihatkan-, ia tak peduli dengan mainan itu. Ia hanya peduli dengan ekspresi wajah Ken yang sangat senang. Apa yang membuat Ken begitu senang seperti itu.

“hai?” sapa Ken dengan senyuman. Kiri mencoba berbicara sesuatu namun apa yang ia ucapkan tiba-tiba saja hilang. Ken mengulangi sapaannya lagi, “hai?”

Sekuat tenaga Kiri mengucapkan hal yang sama, “hh..hai”. Ken kembali tersenyum, “nama kamu siapa?”

“..Kiri”

“ne, Kiri chan. Ken desu, yoroshiku”
“yy..yoroshi..ku”


Aku tak menyadari kalau percakapan itu adalah awal dari semua perjalanan hidup kami berdua. Usia kami yang sudah cukup untuk masuk sekolah dasar, membuat kedua orang tua kami sengaja memasukkan kami ke sekolah yang sama. Mengikuti ekstrakurikuler yang sama pula. Sekolah dasar merupakan tempat di mana kami bisa terus bersama-melebihi keseringan kami bermain di rumah-. Tujuh jam di sekolah terasa menyenangkan, terlebih lagi Ken satu kelas denganku. Aku rasa aku tak butuh teman lagi saat itu. Karena Ken sudah memenuhinya.

Keegoisanku itu pun berubah pada akhirnya saat aku memang harus berteman dengan orang lain.


Kasumi dan Kiri sudah bersiap-siap akan ke sekolah barunya, begitu juga dengan Sakura dan Ken. Melihat Ken dengan botol air minum yang digantung di lehernya, Kiri tersenyum dan seraya berucap “Ken chan kawaii ne”

Kedua Ibu muda itu jadi terkekeh, Kasumi segera berbisik kepada Kiri untuk mengajak Ken berangkat sekolah bersama.

“Ken chan, ayo berangkat sama-sama” ajak Kiri

“umm!”

Kiri pun menggandeng tangan Ken agar berjalan bersama. Sementara itu kedua ibu mereka menyaksikan anak-anaknya dari belakang.

“Kiri chan kelihatannya sudah tidak pemalu lagi, ya” ucap Sakura senang.
“aku rasa dia sangat senang berteman dengan Ken chan”


Sampai di sekolah baru, ibu mereka menunggu di luar dan segera mengucapkan salam perpisahan. Mereka akan kembali menjemput Kiri dan Ken sekitar empat jam dari sekarang.

“jadilah anak manis, Ken chan” pesan sang Ibu, Sakura. Ken meresponnya dengan anggukan dan senyuman khas anak-anak.

“nah, Kiri, selama di sekolah jangan berbuat nakal. Jaga Ken chan juga, ya” Kasumi juga memberi pesan pada Kiri seraya mengusap pelan puncak kepala sang anak.

“baik Okaasan. Aku akan selalu menjaga Ken chan”


Itulah janjiku yang sampai sekarang masih kupegang teguh. Walaupun kau mendengarnya dari ibuku hanya seperti lelucon anak-anak, tapi di usiaku yang waktu itu, aku memaknainya dengan arti orang dewasa. Aku akan terus menjaga Ken apapun yang terjadi.

Aku juga masih teringat saat pertama kali seorang anak kecil-calon teman baru kami- berusaha menjahili Ken dengan berbagai tingkah usilnya-seperti merebut sosis gurita di bekal Ken, mencoret kertas catatan kesayangan Ken dan beberapa keusilan anak sekolah dasar lainnya-. Anak kecil bernama Ikuma itu selalu berhasil membuat Ken menangis dan aku tak segan-segan akan memarahinya bahkan memukulnya. Dan karena insiden memukul Ikuma, Okaasan harus menanggung malu karena mendapat panggilan peringatan dari sekolah.

Walaupun sudah berulang kali aku memarahi Ikuma, tapi tetap saja dia tak mau menyerah menjahili Ken. Sampai pada hari itu Ken sangat marah karena seragam olahraganya sengaja direndam di lumpur oleh Ikuma. Ken memang tak bisa mengungkapkan emosinya terang-terangan, mengetahui seragamnya tak bisa digunakan saat itu juga, ia datang menemuiku di kelas. Dia memelukku dan menangis terisak, lebih pilu dari tangisannya yang sebelumnya.

Dia menceritakan semuanya dan kepalaku terasa panas mendadak. Aku tak bisa membiarkan Ikuma berbuat jahat terus seperti ini pada Ken. Aku pun pergi mencari Ikuma berniat untuk memukulnya lagi. Tak peduli jika aku harus mendapat surat peringatan lagi.

“Ikuma!!” teriak Kiri kecil. Ikuma sedang sendirian di belakang sekolah, bermain-main dengan hamparan tumbuhan semanggi yang bermacam-macam jumlah daunnya. Ikuma menoleh dan menatap datar. Ia sudah menduga kalau Kiri pasti akan datang untuk membuat perhitungan padanya.

“apa yang kau lakukan pada seragam Ken chan!” Kiri sudah sangat dekat dengan Ikuma yang masih berjongkok memetik beberapa daun semanggi di sana.
Ikuma berdiri dan menatap Kiri dengan malas. “aku hanya bermain-main. Kenapa kamu yang marah?”. Memang pertanyaan Ikuma membuat Kiri susah untuk menjawabnya. Selama ini ia tak ada kewajiban untuk terus membela Ken, tapi ia merasa itu adalah tugasnya dan tidak akan memaafkan siapapun yang sudah membuat Ken menangis. Termasuk Ikuma, Kiri sangat tak menyukai anak itu.

“kamu terus membela anak cengeng itu,,” ucap Ikuma sarkatis “..Menyebalkan!!” kini Ikuma lah yang merasa di posisi yang paling marah. Ia merasa tak suka dengan kedekatan Kiri dan Ken. Ikuma tak menghiraukan Kiri yang sudah bersiap memarahinya dan lebih memilih segera pergi dari sana.


Tak ada yang tau kalau sebenarnya Ikuma adalah anak ‘broken home’ yang sangat kesepian. Karena itulah ia selalu bersikap nakal terhadap anak lemah seperti Ken.

Aku baru mengetahuinya saat kenakalan Ikuma menyebabkan orang tuanya harus menghadap guru di sekolah utnuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Ayah Ikuma bertemu dengan Ibu Ken di ruang guru. Memberitahukan apa yang terjadi. Ken diberitahu oleh Ibu nya tentang Ikuma, dan ia juga memberitahuku.

Seperti yang dibilang Ken, Ikuma memang anak yang penyendiri. Walaupun ia anak orang kaya, tapi kedua orang tuanya yang bercerai dan kesibukan ayahnya membuat Ikuma tak mendapatkan perhatian dan kasih sayang lebih. Mungkin itu sebabnya Ikuma terus menjahili Ken agar ia mendapat perhatian juga.

Di hari itu Ken mengajakku berbicara, mengenai Ikuma tentu saja. Dia bilang kami harus berteman dengan Ikuma. Oh, aku tak pernah berfikir sampai situ. Mendekatinya saja malas apalagi berteman dengan bocah nakal itu. Tiga kata yang kulontarkan saat itu adalah: ‘Aku tidak mau’.

Dan ketiga kata itu pun langsung dipatahkan oleh reaksi Ken. Ia seperti menaruh harapan padaku. Yang ku tahu adalah, Ken sudah memaafkan Ikuma dan ingin berteman baik dengannya. Tapi aku justru tak mau, padahal aku bukanlah korban ‘kejahatan’ Ikuma yang sebenarnya. Ken hanya diam saja, dan itu artinya aku harus mengalah. Mendengar aku berucap ‘ya’, Ken langsung menarik tanganku dan menggiringku ke suatu tempat yang berakhir di belakang sekolah.

Tempat di mana Ikuma biasa menghabiskan jam istirahat.


“Ikuma chan..” panggil Ken pelan.

Kiri melihat Ikuma sedang bermain-main lagi dengan semanggi hijau itu. Ikuma menoleh sekilas dan membuang muka. Kiri kembali kesal dan ingin memarahi Ikuma, namun Ken memberi isyarat untuk jangan melakukan apapun pada Ikuma.

Ken menghampiri Ikuma dan ikut berjongkok-seperti Ikuma-. “..Ikuma chan, kami ke sini karena Kiri chan mau minta maaf..”

Spontan Ikuma berhenti bermain-main dengan tumbuhan kecil itu. Ia menatap Ken seperti -benarkah-begitu-?-. “Ikuma chan mau maafin, kan?”. Tak menjawab, Ikuma masih bingung dengan perubahan Ken dan Kiri padanya.

“Ikuma, maafkan aku..” terlihat Kiri sangat malu mengucapkannya. Matanya tak menatap Ikuma secara langsung. Namun ada sedikit gerakan anggukan dari Ikuma. Ken melihatnya dan ia sangat senang.

“Ikuma chan, semanggi ini untuk apa?” tanya Ken saat melihat beberapa tangkai semanggi di genggaman Ikuma. “kamu mau membantuku, kan?” Ikuma balik bertanya. Ken mengangguk semangat, ia juga mengajak Kiri ikut membantu Ikuma “..bantu apa?”
“bantu aku temukan semanggi berdaun empat..”

“yosh! Aku dan Kiri chan akan mencarinya!!” seru Ken. Mereka mulai mencarinya bertiga. Melihat dengan teliti semanggi yang dicari. Sangat sulit menemukannya, tapi dengan bertiga mencari yang seperti itu tidak lah sulit lagi.

“hei hei!!! Aku menemukannya!!” teriak Kiri yang sudah berada cukup jauh dari dua bocah di sana. Ken dan Ikuma segera berlari menuju Kiri yang menemukan semanggi berdaun empat itu.

“Ikuma chan, kau ingin memohon apa pada dewa semanggi?” tanya Ken yang takjub melihat daun semanggi berdaun empat yang warnanya cantik sekali.
Ikuma menarik napas dalam dan mengaitkan kedua jemari tangannya. Memejamkan mata dan mulai berdo’a.

“aku ingin semua yang kucintai menyayangiku. Aku mohon dewa semanggi! Kabulkanlah permintaanku!!”

Ikuma terus berteriak memohon dan  sampai menumpahkan air matanya. Ia tak kuasa menahan tangis histeris di depan Ken dan Kiri. Dan tanpa ia sadari beban pikirannya perlahan  sudah mulai berkurang.


Sejak saat itulah kami selalu bertiga. Tak ada Ikuma seperti  kurang rasanya, dan kami juga menemukan tempat persembunyian khusus untuk kami jadikan ‘markas’. Seperti kebiasaan anak kecil lainnya, kami selalu bermain di sana setiap jam istirahat. Gudang penyimpanan yang sudah tak terpakai adalah tempat baru bagi kami bertiga.

Tapi ada kalanya saat kami tidak selalu bertiga. Waktu itu kami sudah kelas empat, akhir semester menjelang liburan. Dan sebelum liburan, ketua kelas menyuruhku dan Ikuma untuk membersihkan jendela, sementara Ken menyapu lantai. Kami bertiga melakukannya dengan senang hati. Sebelum akhirnya Ken melemparkan sapunya ke lantai dan mengambil tasnya lalu pulang.

Tak ada yang aneh sebelum Ken mulai marah dan tidak bicara padaku. Aku tak bodoh dengan percaya begitu saja kalau Ken sedang tidak marah padaku. Pasti aku telah melakukan sesuatu yang buruk padanya. Tapi apa? Aku tak pernah melakukan apapun.

Dan dari situlah awal aku mendaratkan ciuman pertamaku padanya.


Malam setelah kejadian Ken melempar sapu di sekolah siang itu, Kiri sengaja bertamu ke rumah Ken. Sang ibu menyambut Kiri dengan baik.

“Ken chan, cepat turun. Kiri chan ingin menemuimu”

Perlu beberapa menit untuk Ken menjawabnya “suruh pulang saja Okaasan. Aku gak mau ketemu!”. Kiri terkejut mendengar ucapan Ken. Ini pertama kalinya Ken membentaknya, walaupun tidak secara langsung. Tapi Kiri merasa sangat bersalah.

“Kiri chan, maafkan Ken chan. Biar Bibi marahi dia. Tunggu di sini, ya” segera Ibu Ken menaiki tangga ke lantai kamar Ken. Terdengar samar-samar suara keengganan dari Ken untuk keluar. Tapi tidak ada yang bisa membantah sang Ibu, Ken pun turun dan bertemu Kiri.

“mau apa ke sini?” tanya Ken acuh. Tangannya dilipat di depan dada dan punggungnya bersandar di ujung tangga.

“ano Ken chan, apa yang sebenarnya terjadi padamu tadi siang..? apa aku melakukan kesalahan?”

Ken mengerucutkan bibirnya kesal “..Kiri chan suka sama Ikuma chan, kan?!”

Kiri dibuatnya bengong. Wajah Ken sudah memerah, malu dan marah bercampur jadi satu. Matanya tak berani menatap langsung ke mata Kiri. Ya, Ken sangat sebal saat Kiri bersama Ikuma yang begitu dekat. Karena Ken lah yang selama ini selalu bersama Kiri. Ia merasa posisinya tergantikan oleh bocah bernama Ikuma itu.

“maksud Ken chan apa? Aku menyukainya, Ken chan juga menyukainya, kan?”
Ken kembali merengut dan menghentakkan kakinya kesal, “Kiri chan gak pernah paham!”.

Kiri berpikir keras dan tak lama ia buka suara lagi, “..Ken chan, bisa keluar sebentar?” sepertinya ia sudah mengerti apa maksud ucapan Ken padanya. Masih kesal, Ken pun menurut dan mereka berdiri di depan taman depan rumah Ken. Hanya ada penerangan bulan dan lampu taman berbentuk bundar yang temaram.

“sekarang mau ngomong apa? Kalau gak penting aku mau masuk lagi!”

Kiri masih diam dan menunduk. Sementara Ken menunggu kalimat yang akan diucapkan Kiri. Merasa Kiri mempermainkannya, Ken berteriak di wajah bocah berrambut coklat itu.
“Kiri chan menyebalkan!” Ken sudah berbalik badan dan segera kembali masuk ke rumah. Namun pergelangan tangannya serasa ditarik dan begitu ia menoleh, secara cepat Kiri sudah berhasil mencium bibirnya.

Mata Ken membelalak sempurna, ia bisa merasakan hembusan nafas Kiri tepat di wajahnya. Ia tak bisa melawan karena Kiri sudah lebih dulu menggenggam kedua tangannya. Ekspresi wajah Kiri yang juga terkesan memberanikan diri, terlihat sangat manis saat Ken melihatnya. Ciuman pertama mereka berdua yang hanya sebuah kecupan lembut, menjadi bukti bahwa Kiri memang sangat menyukai Ken. Bukan karena Ken yang tiba-tiba merajuk padanya agar ia mau memaafkan Kiri. Tapi ini benar-benar murni. Sesuatu yang ‘salah’ dan tak sengaja dilakukan Kiri.

“Ken chan maafkan aku.. aku tak bermaksud—” ucap Kiri menyudahi ciumannya seraya mengambil napas. Terlihat Ken masih shock dan tak merespon ucapan Kiri.

“Ken chan..” Kiri menggoyangkan tubuh Ken dan menepuk kedua pipinya pelan. Ken pun tersadar dan akhirnya bertemu pandang dengan mata Kiri.

Ken melihat setiap sudut wajah Kiri yang semakin terlihat tampan saat cahaya bulan menyinari wajahnya. Di mata Ken, Kiri lah anak paling tampan yang pernah ia lihat, bahkan saat ia membandingkan dengan dirinya sendiri. Kiri adalah pahlawan baginya, yang selalu melindunginya dan berhasil membuatnya jatuh cinta pada Kiri. Sejak saat ulang tahunnya yang ketiga itulah, Ken sudah mulai menyukai Kiri. Dan akhirnya perasaannya pun terjawab sudah dengan tindakan Kiri yang tiba-tiba tadi.

Sungguh, Ken tidak marah atas ciuman pertamanya yang direbut Kiri. Justru ia bahagia karena orang itu adalah Kiri.

Ia mulai membuka sedikit katup bibirnya dan berbisik pelan, “..Kiri chan ga suki da..”


Masih sangat jelas aku mengingatnya. Di mana Ken menyatakan perasaannya padaku di malam itu. Kami berdua ternyata sudah saling menyukai dan kami sama-sama malu untuk menyatakannya lebih dulu. Sisi baik dari insiden Ikuma dekat denganku adalah, aku dan Ken sama-sama mengakui bahwa kami saling menyukai. Di saat usia kami yang baru memasuki sebelas tahun, kami berjanji akan terus bersama sampai kapan pun. Dan apa kau tahu sekarang bagaimana keadaan Ikuma?

Sejak kelulusan sekolah dasar, ayahnya mendapat pekerjaan baru di Swedia dan mengharuskan Ikuma juga ikut bersama sang ayah. Sebenarnya ada satu kejadian yang sengaja kurahasiakan dari Ken. Sebelum Ikuma pergi, ia mengajakku ke markas tempat bermain kami. Tanpa ada Ken di sana.

Aku cukup bingung saat ia tiba-tiba memberiku sebuah kertas yang bergambar dua orang anak yang saling bergandengan tangan. Gambaran khas anak-anak yang sederhana dan pewarnaan dari krayon di sana-sini. Aku lantas bertanya padanya “gambar siapa ini?”. Dia pun menjawab, “itu aku dan Kiri..”

Aku baru tahu kalau Ikuma menyukaiku diam-diam, dia mengatakannya cukup lantang. Berbeda dengan Ken yang masih malu-malu. Tapi aku tak bisa menerimanya. Mungkin rasanya sakit saat menerima penolakan dari orang yang kau sukai, tapi jika aku menerimanya mungkin aku tak akan bisa bertahan. Lagipula aku sudah berjanji pada Ken, aku harus menolak Ikuma dengan cara yang halus.

Dengan sedikit keyakinan, Ikuma akhirnya mengerti dan menerima keputusanku. Namun sebelum ia benar-benar pergi, ia mencium pipiku sekilas dan aku tak menolaknya. Aku pikir dengan begini ia sudah merasa puas.

Ikuma yang dulu kukenal sebagai anak nakal telah berubah menjadi anak manis yang penurut. Dan sikapnya yang juga baik membuatku dan Ken tak akan bisa melupakannya sebagai salah satu anggota teman bermain kami. Mungkin suatu saat kami akan bertemu kembali.


Suara kereta yang berjalan ini sepertinya sudah berhenti. Kami sudah sampai Shinjuku. Dan Ken, oh dia masih tertidur lelap.

“Ken chan,, bangun” kugoyangkan badannya pelan dan ia pun terbangun. Matanya masih terlihat merah saat menatapku. “sudah sampai, ya?” tanyanya.

“ayo pulang, Okaasan pasti mencari kita”

Ken mengikutiku dari belakang menuju keluar kereta dan jemari tangannya pun tiba-tiba masuk ke jemariku yang kosong. Ia menggenggamnya hangat, dan aku tak perlu takut karena ia sudah lebih dulu menutupi tangan kami dengan almameter yang sengaja ia lepas. Merahasiakannya dari orang lain dan hanya kami berdua saja yang tau.

Entah sampai kapan rahasia ini akan terus tersimpan. Janjiku dan Ken akan tetap terus bertahan, selalu bersama dan saling menjaga satu sama lain.
‘Ken chan, ore wa daisuki desu’


OWARI
last edited: 09/07/2013 0:15 am

No comments:

Post a Comment