Thursday, March 14, 2013

Fanfic No Regret [Shoupon]


Title : No Regret
Chapter : 1/1 –OneShoot-
Author : Hikari Ogata a.k.a Eri Tonooka
Pair : ShouXHiroto, ToraXSaga, ToraXHiroto
Genre : YAOI, Angst
A/N : Format fanfic saya sekarang [agak] beda. Bisa dilihat di fic ini dan sebelumnya [Ironic], yang sudah tertera lagu [di bawah judul] buat recomended dengerin itu lagu sambil baca ficnya. Enjoy ^_<


No Regret
Diana Rose – When you Tell me that you Love me

Aku mungkin adalah salah satu dari banyaknya lelaki pecundang yang ada di dunia. Bagaimana tidak? Aku tidak bisa mengatakan apapun mengenai perasaanku pada orang yang sangat kucintai. Aku tidak bisa berbuat apapun untuk mengutarakannya. Aku terlalu penakut, dan bodoh. Walaupun dia yang kucintai juga sama lelaki sepertiku, sahabat yang sudah lima tahun bersamaku. Setiap aku bersamanya, aku merasa kata-kata yang sudah kurangkai sebelumnya mendadak hilang. Dan aku jadi kebingungan jika harus berhadapan dengannya. Begitu lah yang terus terulang.

Sampai aku dan dia benar-benar tengah berdua di rumahku sendiri. Karena dia ingin menginap di rumahku di minggu ini. Well, itu memang kebiasaannya untuk sekali dalam seminggu menginap di rumahku. Saat itu kami sedang menonton acara mingguan yang sangat dia suka. Aku pun juga menikmati, melihat betapa senangnya dia menonton acara musik itu.

Aku bingung, apakah aku harus mengutarakannya sekarang. Dengan memberanikan diri, kucoba memanggilnya.

“Tora,” panggilku
“hm?” ia sekilas menoleh ke arahku, dan kembali menonton.
“ada yang ingin kubicarakan padamu,,”

Kali ini ia menatapku cukup lama, menungguku berbicara lagi. “soal apa?”

“sebenarnya,, aku—”

Namun sial, seseorang mengetuk pintu rumah meminta ingin masuk. Dengan sangat terpaksa pernyataan cintaku itu pun kutunda sebentar. Melangkah malas ke depan untuk membuka pintu. Dan wala, coba tebak siapa yang datang berkunjung hari ini di saat aku tengah berdua dengan Tora? Ya, Saga.

Laki-laki pengganggu yang aku sama sekali tak suka kehadirannya karena alasan dia sering berjalan bersama Tora. Cemburu? Ya, jelas. Aku tak suka dengan Saga, dan Tora juga selalu terlihat nyaman ketika berada dengan Saga. Seolah-olah Saga memang pacarnya.

“ada Tora, kan?” tanyanya seperti sudah tahu saja. “ya” jawabku malas.
“boleh masuk, kan?”

Lagi-lagi dengan terpaksa kupersilakan masuk orang ini dan dengan cepat ia sudah duduk di sofa tepat di samping Tora. Mengambil alih tempat yang tadi baru saja kutempati.


“aku keluar sebentar. Kalau lapar, ambil saja cemilannya di kulkas” ucapku sebisa mungkin tenang. Aku tak mau melihat pemandangan jelek ini terus-terusan. Saga makin mendekatkan dirinya pada Tora. Panas dadaku.

Aku pun keluar, menutup pintu sepelan mungkin. Jelas aku berbohong, aku tak pergi kemanapun. Aku hanya menunggu di luar rumah. Mendengar setiap percakapan yang mereka perbincangkan.

Dan yang ku khawatirkan pun sepertinya terjadi. Aku mendengar suara Saga yang samar-samar mendesah. Dan Tora yang terus mengulang kalimat yang sama. Tak tahan dengan suara yang membuatku panas itu, akhirnya ku buka pintu rumahku sendiri lebar-lebar. Aku terkejut melihat mereka yang tengah berciuman, tepat di depan mataku. Dan ini di rumahku.

Aku tak bisa berkata apapun. Tanpa sadar aku sudah menangis, dan lebih memilih meninggalkan mereka berdua. Aku berlari sejauh mungkin, menghindari mereka. Tak peduli orang yang kulewati sedang memarahiku karena aku sudah menabrak mereka.

Dan otakku yang  terasa penuh oleh kejadian itu pun sampai tak mengetahui kalau sebuah mobil van tengah melaju dengan cepat dari samping.

Semua berubah gelap. Yang kuingat hanyalah banyak orang yang mengelilingiku sebelum aku menutup mata.

***

Aku baru sadar saat ini aku sedang di rumah sakit. Bau obat yang khas menusuk hidungku. Sungguh, aku mual menghirup aroma itu. Kepeningan masih menjalar di kepalaku. Aku ingat aku baru saja tertabrak mobil van dan untungnya saja aku tak amnesia. Aku akan berterimakasih kepada siapapun yang mau membawaku ke rumah sakit ini. Siapapun orangnya.

Seseorang membuka pintu putih itu dari luar. Terlihat seorang pemuda tinggi dan kira-kira usianya 20-an. Aku tak mengenalnya, tapi ia berjalan ke arahku yang masih terbaring lemah di kasur rumah sakit. Dia mengambil kursi terdekat dan duduk di situ. Di sebelahku lebih tepatnya.

“kau ingat namamu, tidak?” dia membuka suaranya. Berat namun ada sisi halusnya.
“ya” jawabku memandangi setiap sudut wajah orang itu. “syukurlah. Hampir saja kau kehabisan darah karena rumah sakit ini yang miskin darah O” ucapnya lagi.

“lalu? Bagaimana denganku?” tanyaku bingung, masih dengan rasa sakit di sekujur tubuh.
“..Kebetulan sekali kita punya darah yang sama. Walau sebenarnya sakit sih sebagian darahku berkurang. O ya, aku lupa. Namaku Shou. Namamu siapa?”
“Hiroto”
“okey, Hiroto. Rumahmu di mana? Aku bisa mengantarmu kalau kau sudah sembuh nanti”

DEG

‘rumah...’

Benar, untuk saat ini aku enggan kembali ke rumahku lagi. Aku sulit melupakan atmosfer menakutkan itu. Tora dan Saga. Dan aku juga benci jika mengingatnya.

“Blok C nomor 3”

“oh, yang itu. Baiklah. Untuk sementara ini, aku yang akan menjagamu. Kau tak perlu khawatir. Karena aku sudah bilang pada dokter bahwa kau keluargaku,,” Shou-lelaki baik itu-, dia tersenyum. Manis sekali.

***

Aku mulai menyukai pemuda itu. Shou yang baru ku ketahui dialah yang menyelamatkanku dari maut. Dan dialah yang membagi separuh darahnya untukku. Itu artinya sebagian dirinya adalah aku.

Sampai aku sembuh dan keluar dari rumah sakit, dia masih sering berkunjung ke rumah. Dia membuatku bisa melupakan Tora, namun tak menutup pertemananku dengannya juga Saga. Dia orang yang baik. Selalu menemaniku di saat aku butuh seorang teman bicara.

Ya, mungkin dia masih menganggapku sebagai teman. Tidak lebih.


Sampai akhirnya kebenaran itu muncul. Dia datang ke rumah jam sepuluh malam. Seperti biasa kami menonton DVD terbaru. Duduk bersebelahan dan tak jarang dia mendekatkan dirinya denganku.

Namun suasana kali ini berubah menjadi hening. Tiba-tiba dia mendekapku ke dalam pelukannya. Aku tak merespon apapun, dan perasaanku bercampur antara kaget dan malu. Dia memegang bahuku dan menatap intens ke arah mataku.

Matanya indah, aku bisa melihat harapanku ada di sana. Tanpa aba-aba, aku mulai mencium bibirnya dan terasa sekali dia menerimanya. Shou bisa melakukannya dengan baik. Dan aku baru tahu perasaannya setelah ia mengucapkan kalimat itu padaku.

“Hiroto, daisuki desu..”

Tak ada yang patut kusesali setelah kejadian Tora dan Saga seminggu yang lalu. Karena dari kejadian itulah, aku bisa bertemu Shou. Lelaki yang sekarang amat kucintai. Dan aku bahagia karenanya. 

“boku mo,,”


OWARI

No comments:

Post a Comment